Apa Itu Masyarakat Hukum Adat?
Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat
hukum adat merupakan masyarakat yang memiliki kesamaan wilayah (teritorial),
keturunan (geneologis) serta wilayah dan keturunan (teritorial geneologis),
sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adat dari suatu tempat ke tempat lain.[1]
Menurut Konvensi ILO Tahun 1989, Masyarakat
Adat adalah “masyarakat yang berdiam di negara-negara merdeka dimana
kondisi sosial, kultural dan ekonominya membedakan merek a dari bagian-bagian
masyarakat lain di negara tersebut dan statusnya diatur, baik seluruh
maupun sebagian oleh masyarakat adat dan tradisi masyarakat adat
tersebut atau dengan hukum dan peraturan khusus ”.[2]
BACA JUGA:
- Perlindungan Ham Masyarakat Hukum Adat Melalui Penguatan Prinsip Perizinan Pertambangan Di Indonesia
- Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terkait Penipuan Jual Beli Online Shopping Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Pembangunan Yang Humanis dan Ramah Lingkungan
Secara yuridis-normatif, pilihan hukum
atau model pengakuan masyarakat hukum adat disokong oleh Undang-Undang Nomor 5
tahun 1960 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA)
yang menyusun pondasi hukum terhadap pengakuan hak ulayat, setelah sebelumnya
Pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen, memberikan dasar konstitusional. UUPA mengakui keberadaan hak ulayat dan hak-hak
yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada dan sesuai dengan kepentingan nasional, serta tidak
bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.[3]
Sementara itu, Undang-Undang kehutanan memberikan kriteria tersendiri yang
harus dipenuhi oleh suatu masyarakat hukum adat yaitu:
BACA JUGA:
- PENGABAIAN ASPIRASI MASYARAKAT ADAT INDONESIA DALAM PROSES NEGOSIASI PERBATASAN RI - RDTL
- Perubahan Paradigma Pembangunan di Indonesia
- Studi Tentang Teknik Pertanian Anggelan sebagai Kearifan Lokal pada Petani Suku Tengger dalam Upaya Mencegah Degradasi Lahan untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
a. masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);
b. kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
c. ada wilayah hukum adat yang jelas;
d. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati;
e. dan masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan.
Ketentuan
lebih jauh diatur di dalam Undang-Undang HAM pada Pasal 6 ayat (1), disebutkan:
“Dalam rangka penegakan hak asasi
manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan
dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah.” Ayat (2): “Identitas budaya masyarakat hukum adat,
termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi selaras dengan perkembangan zaman.”
BACA JUGA:
- Semangat Interfaith Movement Adalah Jembatan Menjalin Kerukunan Antar Umat Beragama Di Indonesia
- Interfaith Dialogue: Bridging Multiculturalism and Peace In Indonesia
- Multikulturalisme Sebagai Rekomendasi Kebijakan Kewarganegaraan Era Modern
[1] Ter Haar dalam Lisma Sumardjani, 2001, Konflik Sosial Kehuatanan,
Departemen Hukum dan Ham, h. 231
[2] ibid
[3] Ketentuan Pasal 3 Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria (UUPA)