Guru Gaji Buta Atau Buta Gaji?
Saat ini selain wabah coronavirus ada juga “wabah” emosi yang menghujat guru. Seorang Ibu muda berinisial IM diduga menuliskan dalam FBnya *“Anak Sekolah Libur Panjang Enak Donk Pada Guru Gajih Buta”* Tulisan ini sangat melukai perasaan para guru Indonesia.
Guru tak henti-hentinya “disoal”. Disoal mulai dari membuat anak stress karena memberikan tugas terlalu berat pada anak didik. Gonjang ganjing antara masuk sekolah dan tidak. Bahkan sejumlah guru tak mendapatkan gaji, buta gaji! Bukan gaji buta!
Imas Masrikah (IM) __bila Ia yang menuliskan __ salah dalam memahami guru. Justru yang ada adalah derita guru tak mendapatkan gaji. Ratusan ribu guru buta gaji. Buta gaji yang dimaksud adalah adanya sejumlah guru yang gajinya tertunda. Ada yang mendapatkan gaji per triwulan.
Bisa dibayangkan nasib guru buta gaji. Dalam ajaran agama diwajibkan kita membayar pegawai sebelum keringatnya kering. Bahkan sebaiknya dibayar sesuai keringatnya. Seorang guru sarjana honorer di negeri ini ada yang masih digaji Rp 300 ribu per bulan.
Bisa dibayangkan di saat wabah coronavirus guru honorer hanya mendapatkan gaji per tiga bulan. Terus setiap bulan mau makan batu? Tentu tidak! Tidak semua guru bisa mendapatkan gaji tiap bulan. Ada sejumlah guru mengadu pada Saya karena Ia “buta gaji”.
Berikut diantara ungkapan sejumlah guru kategori buta gaji, “Kang Dudung, sudah mah gaji kami di bawah UMR/UMK/UMP, sering gaji datang terlambat, baik dari provinsi maupun sekolah. Kami “dilockdown” tidak hanya fisik Kang, gaji juga dilockdown”. Mendapatkan tulisan ini, sembab mata Saya.
BACA JUGA: Guru Ini Tantang Para Pengamat Pendidikan Yang Hanya Pandai Teori
BACA JUGA: Guru Ini Tantang Para Pengamat Pendidikan Yang Hanya Pandai Teori
Bahkan pada tiga tahun yang lalu Saya bertemu dengan seorang guru dengan gaji dibawah Rp. 200 ribu. Ia hidup dengan jualan asongan pasca mengajar. Ia mencintai profesi guru karena senang belajar dan memberikan pembelajaran pada anak didiknya.
Guru yang buta gaji banyak yang jadi GTO (Guru Tukang Ojek). Ada juga yang menjadi GTR (Guru Tukang Rongsok). Ada juga GSA (Guru Sopir Angkot), selain GTA (Guru Tukang Asongan). Plus sejumlah guru lainnya yang nyambi dalam pekerjaan lainnya.
Guru ASN memang lebih beruntung karena mereka mendapatkan gaji yang normal, itu pun kalau sudah dapat TPG (Tunjangan Profesi Guru). Bila guru hanya dapat gaji normal ASN tanpa TPG, sungguh kasihan!
Bisa dibayangkan seorang guru ASN saja dengan gaji hanya Rp. 3 jutaan harus menghidupi keluarga. Baju memang terlihat rapih, penampilan sopan dan agak gagah, tapi dompetnya kosong. Ini derita guru ASN. Apalagi guru honorer.
Di negeri lain gaji guru ada yang puluhan juta per bulan. Di negeri ini gaji guru paling senior saja __kerja melintasi 30 tahun__ belum tentu bisa mendapatkan gaji Rp. 10 juta per bulan. Jadi bila mayoritas guru bermasalah secara kompetensi agak wajar. Mengapa? Urusan perut dan keselamatan keluarga guru masih jauh dari sejahtera.
Tidak ada guru yang kaya! Mayoritas guru menggadaikan SK di bank, terutama bank BJB. Makanya bila saat coronavirus guru lockdowan, wajar bila bank BJB memberikan “solusi” dalam bentuk stop cicilan dua bulan! Mengapa tidak! Ayo bank BJB. Eh kok jadi ke BJB lagi yah?
Kembali ke soal guru buta gaji dan gaji buta. Faktanya mayoritas guru buta gaji, tidak pernah mendapatkan gajinya secara utuh. Buta gaji, tidak melihat gajinya secara utuh. Banyak potongan, cicilan dan hal lainnya. Mengapa? Bukan karena kurang tasyakur, melainkan memang gaji guru di negeri kita kecil.
BACA JUGA: Dugaan Ijazah Palsu Ustadz Tengku Zulkarnain
BACA JUGA: Dugaan Ijazah Palsu Ustadz Tengku Zulkarnain
Tak heran banyak anak tak mau jadi guru. Buta gajinya! Tulisan ini bukan pembelaan namun gambaran kehidupan sejumlah guru faktanya “Buta Gaji”. Selain gajinya buta bagi para guru honorer. Plus sejumlah guru ASN pun, “Buta Gaji” tak pernah melihat struk gajinya utuh. Bahkan ada yang minus!
Oleh : Dudung Nurullah Koswara (Praktisi Pendidikan)