Otonomi Daerah dan Tantangan Pembangunan Berkelanjutan di Daerah
“PEMBANGUNAN EKONOMI YANG TIDAK BERKELANJUTAN”REFLEKSI PEMBANGUNAN EKONOMI ERA OTONOMI DAERAH
Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di seluruh dunia. Keunikan alam indonesia
dicerminkan dengan julukan “Zamrud Khatulistiwa”. Beberapa pihak bahkan
mendefinisikan keindahan alam indonesia sebagai potongan surga di dunia.
Indonesia juga dikaruniai oleh Tuhan dengan sumberdaya alam yang melimpah.
Keindahan
alam dan ketersediaan sumberdaya alam diharapkan menjadi modal penting bagi
pembangunan negara.Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan tentang
pemanfaatan sumberdaya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.Ketersediaan
sumberdaya merupakan salah satu faktor penentu perkembangan suatu wilayah.Hal
ini dinyatakan oleh Perloff dan Wingo Jr dalam Resources Base Theory.Teori tersebut menyatakan bahwa sumberdaya
menjadi keunggulan komparatif (spesialisasi) suatu daerah (Budiman,
2000).Sumberdaya dapat menjadi mata uang suatu negara dalam perdagangan
global.Banyak pihak menyatakan bahwa tidak ada negara di dunia yang kekayaan
sumberdaya alamnya lebih dari Indonesia.
Baca Mini paper lainnya >>> DISINI
Negara
Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis yang beragam dari laut
sampai gunung berapi.Hal ini menyebabkan beragamnya kekayaan sumberdaya alam.70
% wilayah Indonesia terdiri dari lautan sehingga mempunyai potensi sumberdaya
laut yang tinggi.Keanekaragaman hayati flora dan fauna di laut Indonesia
merupakan yang terbesar di dunia (Pregiwati, 2015).Potensi sumberdaya alam
lainnya yang melimpah lainnya adalah pertambangan. Data Indonesia Mining
Association menunjukkan bahwa indonesia menduduki peringkat 6 dengan sumberdaya
tambang terbesar di dunia (Himpunan Pemerhati Lingkungan Indonesia). Negara ini
dikaruniai beragam jenis tambang yang memiliki nilai yang tinggi, antara lain
minyak, gas, batubara, emas, timah, nikel, dan tembaga. Komoditas tambang di
Indonesia memiliki posisi strategis di dunia seperti cadangan tembaga berada di
peringkat 7 yaitu sebesar 4,1% dari cadangan seluruh dunia. Potensi emas di
Indonesia menduduki peringkat 7 untuk cadangan emas seluruh dunia.Sumberdaya
hutan juga menjadi potensi besar bagi Indonesia. Kawasan hutan tropis di
Indonesia merupakan salah satu terluas dan memiliki keanekaragaman hayati yang
tinggi, selain Brazil (FWI,2014).
Pasca
reformasi, sistem pemerintahan Indonesia berubah dari sentralisasi menjadi
desentralisasi. Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk penerapan dari
sistem desentralisasi.Pemerintah pusat memberikan porsi yang besar kepada
pemerintah daerah untuk membangun wilayahnya (Kuncoro, 2014).Pemerintah daerah
diharapkan mampu membiayai pembangunan secara mandiri serta tidak bergantung
dari pemerintah pusat.Hal ini membuat pembangunan daerah hanya berorientasi kepada
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara (Baiquni, 2004).Sumberdaya alam
dianggap sebagai asset dan sumber pendapatan bagi daerah sehingga dikhawatrikan
akan diekspolitasi. Implikasi yang dikhawatirkan terhadap lingkungan dalam masa
otonomi daerah antara lain egospasial, sumberdaya dipandang sebagai asset,
pemanfaatan sumberdaya alam yang terfragmentasi (Hadi, 2012).
Eksploitasi
akan menyebabkan kejadian bencana di beberapa daerah seperti banjir, longsor
atau pencemaran. Banyak kegiatan penambangan yang tidak memperhatikan aspek -
aspek lingkungan sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan bencana.Hal ini dikarenakan
kebijakan dan program yang disusun hanya memperhitungkan aspek ekonomi. Aspek –
aspek lain seperti lingkungan, budaya, dan sosial cenderung diabaikan bahkan
dianggap menghambat pembangunan. Hal yang harus dikhawatirkan adalah dampak
jangka panjang dari pembangunan ekonomi tersebut.Kelestarian sumberdaya dan
lingkungan merupakan prioritas dalam kebijakan pembangunan di negara ini.Kondisi
tersebut harus ditanggulangi dengan mengubah orientasi pembangunan ekonomi di
Indonesia.Hal tersebut untuk mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu tujuan dari Sustanaible Development Goal’s (SDG’s)
yang dicanangkan oleh PBB.
LANDASAN
TEORI
Kerusakan
lingkungan akibat pembangunan sudah diprediksi melalui teori pertumbuhan neoklasik.
Pertumbuhan suatu daerah akan mengakibatkan 2 efek yaitu spread dan backwash effect.
Spread effect yaitu efek menyebarnya
keuntungan dari suatu pertumbuhan sedangkan backwash
effect terkait dengan kerusakan lingkungan dan tingkat migrasi yang tinggi.
Richardson menyatakan bahwa backwash
effect selalu lebih besar daripada spread
effect dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Budiman, 2000). Sumberdaya
yang ada di pinggiran kota dan perdesaan dieksploitasi secara masif untuk
pembangunan kota. Keuntungan dari sumberdaya justru dinikmati oleh pusat
pertumbuhan/kota sedangkan di wilayah pinggiran terjadi brain drain dan kerusakan lingkungan.
Orientasi pembangunan harus berubah
menjadi pembangunan berkelanjutan agar tidak menimbulkan kerugian berupa
kerusakan alam.Definisi tentang pembangunan berkelanjutan relatif beragam dari
beberapa ahli dan dokumen.Canadian Task
Force dan World Commision on
Environment Development (WCED) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan
adalah kegiatan pembangunan di masa kini yang tidak mengurangi kemampuan
generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan (Hadi,2012). Definisi menurut Prof
Emil Salim lebih menitikberatkan kepada aspek waktu, yaitu pembangunan yang
mempunyai perspektif jangka panjang (Hadi,2012). Strategi pembangunan
berkelanjutan yang disarankan oleh Prof Emil Salim antara lain penerapan RTRW,
standar lingkungan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), rehabilitasi
dan memasukkan aspek lingkungan dalam perhitungan ekonomi. Jacobs dkk (1986)
mengusulkan 4 prinsip dalam pembangunan berkelanjutan antara lain pemenuhan
kebutuhan dasar, pemeliharaan lingkungan, keadilan sosial dan menentukan nasib
sendiri (Hadi, 2012). Pemerintah mendefinisikan pembangunan berkelanjutan
sebagai upaya sistematis yang memadukan semua aspek untuk menjamin kelestarian
lingkungan dan kesejahteraan generasi masa kini dan yang akan datang (UU No 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Inti
pembangunan berkelanjutan adalah keseimbangan antara aspek ekonomi dan ekologi.
3. ANALISIS
Kondisi
Lingkungan selama Otonomi Daerah
Pembangunan ekonomi
yang berorientasi pertumbuhan (growth)
akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Sumberdaya akan dieksploitasi secara
masif demi mengejar target pertumbuhan dan pendapatan daerah. Kegiatan
pengolahan sumberdaya alam tidak memperhitungkan aspek lingkungan sehingga
mengakibatkan kerusakan.Salah satu tantangan pembangunan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah pembangunan
ekonomi yang tidak merusak lingkungan.Pembangunan
dianggap tidak berhasil apabila justru menimbulkan kerusakan bagi alam
(Budiman,2000).
Kerusakan
lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi sumberdaya alam di Indonesia antara
lain kerusakan hutan, banjir, tanah longsor, lahan kritis dan pencemaran
lingkungan.Pembangunan sering mengabaikan aspek lingkungan karena orientasinya
adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).Kegiatan pembangunan belum memperhitungkan
daya dukung dan daya tampung suatu ekosistem. Pengelolaan sumberdaya alam (SDA)
yang tidak tepat dan melebihi daya dukung dan daya tampung akan menyebabkan
bencana alam dan penurunan produktivitas SDA. Hal ini akan berdampak kepada
kehidupan masyarakat seperti penurunan kualitas hidup, kelangkaan sumberdaya,
dan produktivitas ekonomi masyarakat. Kondisi tersebut akan mempengaruhi
kualitas pembangunan secara keseluruhan di suatu wilayah.
Hutan
di Indonesia merupakan salah satu hutan hujan tropis yang masih alami sehingga
mempunyai peran penting dalam lingkungan dunia. Hutan tropis di Indonesia nomor
3 terluas di dunia setelah Brazil dan Kongo (FWI,2014). Kegiatan sektor ekonomi
dan pembalakan liar menyebabkan luasan hutan di Pulau Kalimantan, Papua dan Sumatera
semakin berkurang.Pulau-pulau tersebut menyimpan potensi komoditas tambang yang
strategis seperti emas, batubara dan migas.Komoditas tersebut mempunyai
kontribusi besar dalam perekonomian daerah dan nasional.Tutupan hutan alam pada
tahun 2009 mencapai 87 juta hektar, sedangkan pada tahun 2013 menurun menjadi
82,49 juta hektar. Luasan hutan di indonesia berkurang 1,13 juta hektar tiap
tahun (FWI,2014). Luasan hutan yang semakin sempit berarti mengurangi fungsi
lindung di pulau-pulau tersebut.Gambar 1 menunjukkan deforestasi tiap-tiap
region di Indonesia tahun 2009-2013.
Gambar
1
Deforestasi
2009-2013 (Ha)
Sumber
: Forest Watch Indonesia,2014
Wilayah
berhutan alam yang dibebani izin pada tahun 2013 mencapai 31,64 juta hektar. Wilayah
terluas berada di Pulau Kalimantan 13 juta hektar dan Papua seluas 11 juta
hektar (FWI,2014). Forest Watch Indonesia memprediksikan akan terjadi penurunan
kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia. Hal ini dapat berdampak terhadap
eksositem di Pulau Kalimantan dan Papua.Wilayah berhutan alam di Indonesia yang
tidak dibebani izin pada tahun 2013 mencapai 50,85 juta hektar.Hutan semakin
berkurang karena alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan
pertambangan.Komoditas tambang dan kebun, terutama kelapa sawit, memberikan kontribusi
besar kepada pendapatan daerah.Banyak pemerintah daerah mengajukan perubahan
status hutan lindung menjadi hutan produksi sehingga dapat dimanfaatkan untuk
sektor ekonomi.Hutan di negara ini juga berkurang karena illegal loging dan pembakaran hutan.Pembakaran hutan dilakukan
karena lebih murah biayanya dibandingkan pembukaan lahan secara manual.Ironisnya,
pelaku hanya dihukum dengan ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera (FWI,2014).
Terdapat beberapa
dampak akibat deforestasi antara lain konflik sumberdaya alam, kerusakan
ekosistem, kehilangan keanekaragaman hayati, gangguan keseimbangan hidrologi,
bencana alam dan pemiskinan masyarakat di sekitar hutan (FWI,2014).Luasan hutan
yang semakin sempit mengganggu habitat flora dan fauna sehingga jumlah
populasinya semakin berkurang.Populasi Harimau Sumatera jumlahnya hanya 250
ekor karena habitatnya sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit (IUCN
dalam FWI, 2014).Kejadian bencana alam terutama banjir dan longsor, meningkat
dari tahun 2000-2014 (BNPB dalam FWI,2014). Bradshaw dkk menyatakan bahwa
penurunan tutupan hutan sebanyak 10 % akan meningkatkan frekuensi banjir 4 -28
% (FWI,2014). Ketimpangan dalam akses
sumberdaya hutan menjadi salah satu yang harus dikhawatirkan.Data Forest Watch
Indonesia mencatat bahwa pengusaha diberi lahan sebesar 40 juta hektar,
sedangkan rakyat hanya 200.000 hektar (FWI,2014).
Salah satu kerusakan
lingkungan diakibatkan oleh kegiatan pertambangan.Kegiatan penggalian tambang
sering tidak memperhatikan aspek lingkungan. Banyak pengusaha tambang tidak
memenuhi kewajibannya terhadap kondisi lingkungan di kawasan pertambangan
seperti reklamasi (FWI,2014). Reklamasi bermaksud untuk mengembalikan atau
memulihkan fungsi ekosistem kawasan.Hal ini sering diabaikan oleh pengusaha
karena alasan biaya yang mahal.Ironisnya, pemerintah hampir tidak pernah
memberikan sanksi atau hukuman kepada pengusaha pertambangan. Keuntungan dari
pertambangan dinikmati oleh pengusaha akan tetapi masyarakat yang terkena
dampak negatif. Kerusakan hutan berarti berkurangnya wilayah resapan air dan
fungsi “paru-paru” dunia.Kondisi tersebut merupakan salah satu bentuk
kedzaliman terhadap alam dan sesama manusia.Salah satu contoh kasus adalah
rusaknya cagar alam di Morowali akibat pertambangan nikel (FWI,2014). Gambar 2
menunjukkan kerusakan hutan dan pembangunan yang tidak memperdulikan aspek
lingkungan.
Gambar
2
Kerusakan
hutan dan pembangunan di wilayah resapan air
Sumber
: alamendah.org dan proletarman.files.wordpress.com
Kondisi
lingkungan semakin mendapatkan tekanan sejak perubahan sistem pemerintahan
menjadi otonomi daerah (Hadi, 2012).Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah
untuk kreatif mencari pendapatan daerah sehingga terlepas dari ketergantungan
pemerintah pusat. Pemerintah daerah akan menganggap sumberdaya alam semata-mata
menjadi aset daerah. Orientasi pemda menjadi fokus untuk aspek ekonomi yaitu
meningkatkan pendapatan asli daerah. Sumberdaya alam akan dimaksimalkan untuk
meningkatkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan aspek daerah. Hal ini
disebabkan karena indikator keberhasilan otonomi daerah adalah pendapatan dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.Indikator keberhasilan otonomi daerah belum
memperhitungkan aspek keberlanjutan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan.Komitmen
dan political will dari pemerintah
serta kerjasama dari semua stakeholder
menjadi aspek penting untuk mengurangi kerusakan lingkungan. Pembangunan jangan
diproyeksikan untuk kepentingan pribadi atau kelompok akan tetapi kepentingan
umum.
Instrumen implementasi Pembangunan Berkelanjutan
Salah orientasi dalam
pembangunan ekonomi akan mengakibatkan kerugian besar bagi Indonesia dalam
jangka panjang. Pemerintah harus mengubah orientasi pembangunan ekonomi untuk
menjaga kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Hal ini untuk menjamin
ketersediaan sumberdaya untuk kehidupan generasi masa yang akan datang.
Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang dapat digunakan untuk orientasi
baru dalam pembangunan ekonomi.
Konsep
pembangunan berkelanjutan memerlukan instrumen untuk diterapkan dalam pernecanaan
pembangunan ekonomi.Instrumen tersebut sebagai pengendalian pembangunan ekonomi
agar sesuai koridor lingkungan.Terdapat 3 instrumen yang dapat digunakan yaitu
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),
dan AMDAL. Penjelasan secara lengkap adalah sebagaiberikut :
1.
Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) merupakan dokumen yang mengevaluasi pengaruh lingkungan dan
menjamin diintegrasikannya prinsip berkelanjutan dalam proses pembangunan
(KLH,2007). KLHS mempunyai peran strategis dalam proses pengambilan keputusan
yang mempengaruhi aspek-aspek lingkungan. Seluruh pembuatan dokumen perencanaan
pembangunan harus merujuk kepada KLHS. Hal ini agar perencanaan pembangunan di
suatu daerah sesuai dengan kondisi lingkungan dan mengintegrasikan konsep
berkelanjutan
KLHS mempunyai 3 nilai
penting dalam aplikasinya yaitu keterkaitan, keseimbangan dan keadilan.Setiap
pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS sebagai pedoman dalam
perencanaan pembangunan (UU no 32 tahun 2009).Terdapat 6 tipe aplikasi KLHS
yaitu untuk RTRW, RPJPD/RPJMD, perkotaan, sektoral dan kebijakan. Penyusunan
KLHS untuk mengkaji aspek lingkungan dalam lingkup makro (Brontowiyono,2010).
Selama ini kajian lingkungan hanya dalam lingkup mikro atau proyek dengan AMDAL
sehingga belum mencakup lingkup makro.Hal ini dikarenakan apabila salah satu
bagian eksosistem rusak, akan berdampak terhadap ekosistem secara keseluruhan.
2.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
RTRW
merupakan rencana pemanfaatan ruang suatu daerah dalam 20 tahun yang akan
datang. Aspek legal dari RTRW adalah Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang
penataan ruang.Tujuan penataan ruang adalah keharmonisan antara lingkungan alam
dengan buatan, pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan (UU no 26 tahun 2007).Tata ruang terdiri dari pola ruang, struktur
ruang, kawasan strategis, pengendalian, pemanfaatan dan sanksi.RTRW disusun
dalam lingkup nasional, provinsi, kabupaten/kota, perkotaan dan zonasi.Aspek
lingkungan dibahas dalam pola ruang, pola ruang terdiri dari kawasan lindung
dan kawasan budidaya.
Penyusunan
kawasan lindung disusun terlebih dahulu dibandingkan kawasan budidaya.Hal ini
bertujuan untuk melindungi kawasan yang berfungsi untuk konservasi. Kawasan
lindung dalam tata ruang antara lain
hutan lindung, sempadan pantai, RTH, sempadan sungai, kawasan rawan
bencana dan sebagainya. RTRW memiliki posisi strategis dalam proses perizinan
pemanfaatan ruang (Muta’ali, 2013). Perizinan pemanfaatan sumberdaya alam harus
sesuai dengan fungsi tata ruang yang telah ditetapkan.Kondisi tersebut untuk
mengurangi potensi kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumberdaya di
wilayah konservasi.Gambar 3 menunjukkan contoh pola ruang dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Bangka Selatan.
Gambar 3
Rencana Pola
ruang Kabuparen Bangka selatan tahun 2011-2031
Sumber : Dinas
Pekerjaan Umum Bangka Selatan
3.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
AMDAL
merupakan kajian mengenai dampak penting dari suatu kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan yang diperlukan untuk proses pengambilan keputusan (UU no 32
tahun 2009). Suatu kegiatan atau proyek wajib menyusun AMDAL untuk proses
perizinan. Dokumen tersebut menjadi salah satu aspek penting dalam penentuan
lolos atau tidaknya suatu proyek.Hal ini untuk mengurangi dampak negatif dari
kegiatan atau proyek terhadap lingkungan.
Pelaksanaan AMDAL yang sesuai dengan aturan akan mendapatkan
hasil yang optimal sehingga mempunyai pengaruh terhadap pembangunan ekonomi
(Mukono, 2005). Hal tersebut untuk melestarikan sumberdaya alam sehingga
kegiatan ekonomi dapat berkelanjutan. Syarat keberhasilan implementasi AMDAL di
daerah antara lain 1) Melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada dan 2)
Implementasi AMDAL secara professional, transparan dan terpadu (Mukono, 2005). Pelaksanaan
AMDAL harus melibatkan semua stakeholder
terkait sehingga tiadak ada pihak yang dirugikan.Pemerintah dan pemerintah
daerah harus berani tidak mengeluarkan izin suatu proyek apabila tidak lolos
AMDAL. Ketegasan dan komitmen diperlukan dalam pembangunan yang berkelanjutan.
3 Instrumen tersebut menjadi ujung tombak dalam penerapan pembangunan
berkelanjutan di masa otonomi daerah.Konsistensi pemerintah daerah dalam
menjalankan insturmen tersebut akan berdampak kepada kelestarian sumberdaya
alam dan lingkungan. Instrumen tersebut juga menjadi peringatan bagi pihak yang
berniat melanggar peraturan terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam.Pembangunan
harus memperhatikan efek jangka panjang, tidak hanya memikirkan keuntungan
jangka pendek.
Baca Mini paper lainnya >>> DISINI
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat
diambil dalam penelitian di makalah adalah sebagai berikut :
- Terjadinya kerusakan lingkungan yang masif di beberapa lokasi akibat kepentingan pembangunan ekonomi. Aspek lingkungan, sosial, budaya dan sebagainya relatif diabaikan dalam proses pembangunanKepentingan ekonomi tersebut antara lain pertambangan dan perkebunan.
- Dokumen KLHS, RTRW, dan AMDAL menjadi instrumen implementasi untuk pembangunan berkelanjutan. Komitmen dan ketegasan terhadap pelaksanaan dokumen-dokumen tersebut akan membawa Indonesia menuju pembangunan yang berkelanjutan.
- Saran untuk penelitian terkait dengan pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut :
- Penelitian lebih lanjut mengenai komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan dokumen-dokumen tersebut. Penelitian lainnya terkait dengan efektivitas implementasi dokumen tersebut untuk mengurangi kasus-kasus kerusakan lingkungan.
Makalah ini disampaikan dalam Seminar Call For Paper dengan tema:
“Seeking the Peace and Prosperity of Our Nation” Yang dilakukan oleh
Keluarga Mahasiswa Kristiani Pascasarjana (KMK PS) UGM
Referensi
Baiquni, M. 2004. Membangun
pusat-pusat di Pinggiran : Otonomi di Negara Kepulauan. Yogyakarta : ideAs
dan PKEK.
Brontowiyono, Widodo; Lupiyanto, Ribut & Wijaya Dona. 2010. KLHS untuk Pembangunan Daerah yang
Berkelanjutan. Disampaikan Simposium Nasional 2010 : Menuju Purworejo
Dinamis dan Kreatif di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Budiman, Arief. 2000. Teori
Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Forest Watch Indonesia.2014.Potret
Keadaan Hutan Indonesia 2009-2013.Jakarta : FWI.
Hadi, Sudharto P. 2012. Dimensi
Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Himpunan Pemerhati Lingkungan Indonesia.Tanpa tahun.Potensi Tambang Indonesia.dapat diakses di http:// www. hpli. org/tambang.php.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Buku
Pegangan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Jakarta : KLH.
Kuncoro, Mudrajad. 2014. Otonomi
Daerah : Menuju Era Baru Pembangunan Daerah. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Mukono,
HJ. 2005. Kedudukan AMDAL dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan yang
Berkelanjutan.Jurnal Kesehatan Lingkungan.
Volume 2 No 1 Hal 19-28.
Muta’ali, Lutfi. 2013. Penataan
Ruang Wilayah dan Kota.Yogyakarta : Badan Penerbit Fakultas Geografi.
Pregiwati, Lilly Aprilya. 2015. Potensi
sektor kelautan di Indonesia Menjanjikan. Dapat diakses di http://kkp.go.id/index.php/pers/potensi-sektor-kelautan-indonesia-menjanjikan/.
Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang.