Hari Kartini dan Ekofeminisme
HARI KARTINI DAN LINGKUNGAN HIDUP *
Mendengar
tentang R. A Kartini, mengingatkan kita pada sosok wanita yang berpikir jauh ke
depan, berpikir anti mainstream. Ia merupakan pejuang
emansipasi wanita Indonesia. Ia dikenal sebagai wanita pertama yang memperjuangkan persamaan hak-hak
wanita yang cenderung tersubordinasi ketika itu. Dapat dikatakan itulah
gerakkan “persamaan gender” pada masa
itu dalam arti persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
Wanita yang lahir pada tangga 21 April 1879, Jepara Jawa
Tengah itu berpandangan bahwa
Tuhan tidak pernah salah menciptakan manusia berjenis kelamin wanita, sehingga tidak
ada dasar bagi manusia membangun tembok perbedaan antara kaum perempuan dan
laki-laki.
BACA JUGA: Istilah Pelakor, Menyudutkan Perempuan
Pada masa itu, diskriminasi bagi kaum perempuan cukup masif dan
ia berani berbicara mengenai hak-hak perempuan untuk mendapat kesetaraan pendidikan
selayaknya kaum laki-laki. Krisis pendidikan
bagi kaum wanita terjadi karena adanya peraturan
kolonial Belanda yang menyatakan bahwa hanya anak bangsawan yang berhak untuk
bersekolah. Meskipun ia seorang anak dari bangsawan, Kartini sendiri hanya
diperbolehkan bersekolah hingga usia 12 tahun karena statusnya sebagai wanita. Dalam
adat-istiadat Jawa mengharuskan anak perempuan pada usia 12
tahun dipingit hingga menunggu seorang laki-laki dari golongan bangsawan
melamarnya untuk dinikahi.
BACA JUGA:
- Merawat Toleransi: Puisi Tentang "YESUS" dari Cendekiawan Muslim NU dalam Perayaan Paskah 2020
- Paradoks Zaman: Kenyataan Tidak Seindah Sosial Media
Isu Krisis Lingkungan
Kondisi
Kartini saat itu hampir serupa dengan kondisi lingkungan kekinian. Krisis
lingkungan yang terjadi berakar pada sistem-sistem hirarki dan dominasi sosial
yang dianut oleh masyarakat, yang dikenal dengan social ecology. Dalam sistem hirarki, satu kelompok berkuasa atas
kelompok lain dan anggota kelompok yang berkuasa mendominasi anggota kelompok
lain dan memanfaatkan mereka sebagai sarana untuk memenuhi kepentingan diri. Manusia
tidak boleh mengeksploitasi lingkungan meskipun pada dasarnya alam dapat
dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup umat manusia.
Harianjogja
(18/04), Lahan pertanian di sekitar
lokasi penambangan pasir di kawasan pantai selatan Bantul mulai bermasalah
dengan air. Kawasan pesisir termasuk ke dalam wilayah yang tidak kaya akan air,
sebagian besar petani hanya mengandalkan air dari sumur bor karena irigasi
tidak menjangkau seluruh wilayah pesisir. Kekeringan air yang terjadi juga
disebabkan oleh adanya area tambang pasir yang lebih dendah daripada lahan yang
lainnya.
Dalam kasus ini pemanfaatan lingkungan yang dilakukan
oleh penambang pasir menyebabkan kelangkaan air bagi kelompok petani di daerah Bantul.
Pemanfaatan alam yang tidak berwawasan lingkungan akan menyebabkan kerusakan
lingkungan dan berdampak pada masyarakat sekitar. Dalam hal ini, para petani
lah yang dirugikan oleh maraknya kegiatan penambangan pasir didaerah Bantul.
Menurut
Bokchin seorang ahli etika lingkungan, sistem hierarki dan dominasi akan mendorong
dominasi dalam segala bentuk termasuk dominasi atas alam. Kerusakan lingkungan
yang terjadi secara luas tidak bisa dihentikan sampai masyarakat menjadi tidak
terlalu hirarkis, mendominasi, dan tidak terlalu “menindas” alam. pemerintah desa harus dengan sigap menanggapi
permasalahan menjamurnya penambangan pasir di wilayah Bantul ini. pemerintah
dapat membatasi pembukaan tambang baru atau bahkan menghentikannya agar pasokan
air bagi petani tidak semakin berkurang.
BACA JUGA:
- Kemiskinan adalah Akar dari Human Trafficking
- Mencari Keadilan: Surat Dari Balik Penjara oleh Sopir Tronton Pengangkut MOGE Ilegal Dari Timor Leste Ke Kupang
- Paradoks Zaman: Kenyataan Tidak Seindah Sosial Media
Namun,
tanpa disadari pemanfaatan alam yang tidak berwawasan lingkungan semakin marak
terjadi di kota-kota besar di negeri ini. Berita
yang dilansir oleh Radarsolo
(18/01) mengungkapkan bahwa maraknya pembangunan hotel sudah menjadi tren dan
kecenderungan di kota Solo. Hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung
berdampak pada lingkungan. Dampak yang dialami seperti jalanan menjadi macet, minimnya
ruang terbuka hijau, sempitnya ruang publik, banyak sumur yang kering pada
musim panas, polusi udara, serta dampak lingkungan lainnya. Begitu pula dengan
kota Batu, Malang Jawa Timur, kota dengan julukan “kota wisata” ini menjadi salah satu kota tujuan masyarakat
Indonesia khususnya pulau Jawa. Pesatnya pembangunan di kota Batu berdampak
pada berkurangnya pepohonan dan alih fungsi
lahan. Dimana lahan pertanian dan ruang terbuka dibangun hotel, villa, perumahan elit, pusat perbelanjaan,
tempat wisata moderen, dan lainnya.
BACA JUGA:
- Sebuah Kisah Dari Bilik Isolasi Covid-19 di Wisma Atlet
- Tentang anak petani: perempuan tidak harus berpenampilan kotor biar dibilang dia tahu kerja
Ekofeminisme dan Lingkungan Hidup
Berdasarkan
etika lingkungan menurut aliran ekofeminisme
yang meyakini bahwa etika lingkungan yang baik harus memperhitungkan
perspektif-perspektif etika. Ekofeminisme adalah teori
yang mampu menjelaskan hubungan antara kaum perempuan dengan alam. Teori
tersebut dicetuskan oleh Vandana Shiva yang merupakan seorang ilmuwan sosial
berasal dari India.
Ekofeminisme menggabungkan konsep lingkungan dan
feminisme. Alam harus dipandang sebagai bagian yang perlu diperhatikan. Manusia
harus bisa menjalin hubungan yang baik dengan alam. Hubungan yang harus dijaga
dan dihormati. Manusia harus dapat melihat dirinya sendiri sebagai pengurus
alam, bukan penguasa yang mendominasi alam. Alam tidak boleh dilihat sebagai
objek yang harus didominasi, dikendalikan dan dimanipulasi. Manusia harus
memperlakukan alam selayaknya memperlakukan wanita. Seperti Kartini
memperhatikan kaum wanita, dimana ia memperhatikan pendidikan bagi kaum wanita
ketika terjadi diskriminasi bagi kaun wanita. Demikian juga manusia harus
memperhatikan alam yang selama ini telah di manfaatkan dengan semena-mena,
dimanfaatkan dan menjadikan alam sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan
yang diinginkan tanpa memperhatikan dampak kegiatan tersebut bagi lingkungan.
Dengan mengikuti pandangan ekofeminisme manusia memperlakukan lingkungan alam
dengan perhatian dan perlakuan khusus dan memperhatikan dampak negative yang akan
terjadi bagi kehidupan manusia dikemudian hari dari pemanfaatan lingkungan
alam.
BACA JUGA:
- Cara menghadapi serangan jantung seorang diri
- Catatan Toleransi: Wallahi demi Dzat yang menggenggam jiwaku
Pembangunan
dan teknologi harus dibatasi pada sistem-sistem yang dapat dipertahankan dan
dimana manusia bisa hidup sejalan dengan alam. Perencanaan pembangunan tata
ruang kota perlu mendapatkan pengawasan dari seluruh pihak agar pembangunan
yang dibuat tidak semata-mata untuk kepentingan sepihak namun dapat
memfasilitasi kepentingan publik yang berkelanjutan. Manusia harus dengan keras
berupaya jangan merusak alam sebelum alam merusak kehidupan manusia. Ilmu
pengetahuan, teknologi, pertanian semuanya harus bergabung dalam usaha untuk
mendominasi dan mengendalikan alam.
ARTIKEL TERKAIT:
- Jangan Rendahkan Profesi Sopir, Dia yang angkut beras yang kamu makan dan Pakaian yang kamu Pakai
- Jokowi adalah Presiden Paling Banyak Difitnah dan Dihina Sepanjang Sejarah Indonesia
- Pendidikan Karakter Bagi Generasi milennial
- Pendidikan anak dan Usia Pre-School
- Penerimaan Siswa Baru dalam Tirani Kekuasaan
*Penulis: Tetti
Manullang, Magister
Ilmu Akuntansi, Universitas Gadjah Mada