Refleksi Natal Bagi Kita: Bicara dengan saudara yang sudah lama buang muka
![]() |
Narasi oleh:
Eko Saputra Poceratu (Disesuaikan dari Bahasa dan Dialek Ambon)
Sangka ku, kamu telah berubah. Tapi masih tetap saja. Sama. Berapa
kali aku harus bilang kalu natal itu: bukan ajang buang-buang uang. Kenapa musti beli baju sampe juta-juta. Tabung uang selama setahun, Cuma
buat pamer di geraja. Kenapa gengsi kalau pake baju lama? Apa iman jadi kusut
kalau warna baju luntur? Atau pintu gereja tutup kalau datang pake baju lama? Apa
Tuhan ada buka lomba Fashion Show di gereja? Ini yang kamu mau ajarkan kepada
anak-anak? Cerita boya-boya bukan ajar foya-foya. Natal ini seharusnya momen kita
refleksi hidup. Apa yang sudah kita
jalani satu tahun. Sudah sampai jalan yang benar atau belum? Sudah jadi berguna
bagi diri sendiri dan orang lain atau belum? Ini momen kita bicara dengan
Tuhan. Serahkan yang kita rasakan. Damaikan yang telah kita kacaukan. Bicara dengan
saudara yang sudah lama buang muka. Peluk anak-anak yang sudah rindu kasih sayang.
Bahagiakan orangtua yang sudah lama kita tinggalkan. Ini momen kita robohkan
tembok diam antar tetangga. Ini saatnya kita lebih peka pake rasa. Bukan ramai-ramai
ke mall. Antrian seperti mobil di jalan
tol. Biar makan ada susah di dapur. Tapi gaya harus tetap top. Aku mau kamu
sadar. Sebenarnya apa yang kamu rayakan?
Apa yang bisa kita harapkan dari semua pola buruk yang kamu terapkan. Harusnya pakian
seadanya. Makan secukupnya. Memberi sebisanya. Bantu semampunya. Peluk seperlunya.
Cintai sekuat-kuatnya. Supaya tidak ada yang perlu kamu dan aku pentaskan di
atas panggung sandiwara kehidupan. Selain kenyataan.