Penerimaan Siswa Baru dalam Tirani Kekuasaan
Penerimaan
Siswa Baru (PSB) atau Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), adalah agenda
tahunan bidang pendidikan di tanah air. Setiap tahun ajaran baru dibarengi
dengan penerimaan peserta didik baru, baik di tingkat Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan
(SMA/SMK).
Orangtua
calon siswa berlomba-lomba mendaftarkan putra-putri mereka ke sekolah-sekolah
pilihan. Fenomenanya, sekolah negeri masih menjadi destinasi utama, karena selain
ekonomis, juga beberapa diantara sekian banyak sekolah negeri, lebih
difavoritkan oleh orangtua. Sekalipun ada sekolah swasta yang difavoritkan, namun
mahal, jadi hanya anak orang kaya yang punya akses ke sana. Masyarakat kecil
dan menengah dalam kota biasanya terkonsentrasi di sekolah-sekolah negeri. Itulah
yang membuat sekolah-sekolah negeri kerepotan akibat kebanjiran calon siswa yang
mendaftar. Membludaknya calon siswa baru, di satu pihak menandakan tingginya
animo masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak,
sementara di lain pihak, pemerintah dan sekolah terbentur dengan keterbatasan
sarana dan prasarana, seperti ruang kelas, tenaga pendidik dan sejenisnya. Hal
tersebut menimbulkan persaingan yang tidak mudah demi mendapatkan kursi. Karena
ketatnya persaingan, banyak calon siswa yang terpaksa harus lapang dada karena
tidak lulus. Anak-anak dari masyarakat kecil terpaksa harus banting tulang guna
mencari sekolah ke sana ke mari, namun mereka dari keluarga yang punya uang dan
kekuasaan, bisa diterima lewat “pintu belakang”, bahkan tanpa tes, hanya
bermodalkan kekuasaan dan jabatan.
Siswa Titipan dan “Surat Sakti” Pejabat
Ternyata
oknum-oknum pejabat serpihan orde baru masih hidup di zaman ini. Hidup di zaman
reformasi, tetapi mental orde baru. Negara demokrasi namun pejabat bermental “Negara Tirani”. Mereka adalah oknum pejabat
bermental “priyayi” yang menganggap jabatan sebagai instrumen untuk bertindak seenak
jidat. Itulah sebuah tirani kekuasaan dalam penerimaan siswa baru. Mereka memanfaatkan
jabatan dan kekuasaan untuk bertindak sewenang-wenang demi melanggengkan kepentingan
diri dan keluarga.
Tirani
kekuasaan itu terbukti dari banyaknya “siswa titipan pejabat” ke
sekolah-sekolah di kota Kupang, bahkan fenomena ini terjadi di seluruh
Indonesia. Orang-orang itu berlagak seperti “naga” padahal sesungguhnya hanyalah
“cacing”. Baru jadi kepala dinas, anggota dewan, kepala bagian, kepala bidang (sekali
lagi, oknum) sudah sok seperti raja yang bisa berkuasa secara totaliter. Mereka
bermodal kekuasaan dan jabatan, lalu bernafsu melalui sepucuk memo pribadi yang
kemudian beberapa media sebutnya dengan “surat
sakti”, dikirim ke sekolah-sekolah agar anak atau keluarga mereka bisa
masuk sekolah melalui “jalur khusus” sementara rakyat jelata berdesak-desakan di
loket pendaftaran. Kepala sekolah harus tunduk pada “wahyu sang raja”. Sebab
bila berani membangkang, bisa berakibat fatal dan takhtalah taruhannya. Kondisi
ini diperparah lagi dengan adanya oknum kepala sekolah yang gila jabatan. Karena
takut kehilangan jabatan, mereka menerima siswa titipan pejabat dan tidak
jarang mengorbankan anak-anak dari rakyat jelata, dikeluarkan dari daftar siswa,
demi mengakomodir anak pejabat. Akibat lain dari banyaknya siswa titipan
pejabat ini, sekolah mengalami over kapasitas
Rombel. Petunjuk Teknis (Juknis) tentang PPDB yang memuat soal batas maksimal Rombel
antara 32-40 siswa per kelas yang merupakan hasil kesepakatan dewan dan pemda
dikangkangi oleh mereka sendiri. Tidak berlebihan kalau salah satu tokoh
pendidikan di NTT sebut Juknis tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) itu
hanya “omong kosong!”.
Sekolah Favorit Vs Kesenjangan Sarana
Pendidikan
Adanya
sekolah favorit dan tidak favorit sesungguhnya mengindikasikan kesenjangan
sarana pendidikan. Meskipun, hanya didasari pada intepretasi pribadi orangtua
mengenai favorit tidaknya suatu sekolah, namun realitanya tidak dapat
dielakkan, sekolah favorit itu lebih bermutu daripada sekolah yang tidak
difavoritkan. Tidak dapat dipungkiri pula, banyaknya siswa yang merantau dari
desa ke kota untuk mencari sekolah yang bermutu, juga sebenarnya ada masalah
dalam pemerataan mutu pendidikan.
Sekolah yang satu kebanjiran siswa baru, sementara sekolah yang lain, malah
kekurangan siswa.
Artikel Lainnya:
- Pendidikan anak dan Usia Pre-School
- Pendidikan Karakter bagi Generasi Millennial
- Sebelum disetrum mati, Surat Wasiat seorang pri kepada ibunya mengharukan dunia
Keadaan ini berlangsung dari masa ke masa, namun pemerintah dan pemerintah daerah hanya sibuk bangun kantor yang megah, sedangkan gedung sekolah ditinggal roboh dan reot serta kumuh. Pemerintah ribut soal pertumbuhan ekonomi, namun lupa akan pentingnya sekolah agar menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oknum wakil rakyat hanya urus “jalan-jalan reses” fiktif, parpol, langenggkan proyek, namun alpa perhatikan anak-anak di negeri ini yang butuh gedung sekolah, jalan dan jembatan serta buku-buku pelajaran untuk sekolah. Anak-anak di desa dibiarkan belajar di gubuk-gubuk usang beratapkan alang-alang, berlantaikan tanah dan lumpur, dan berdinding bebak. Kondisi ini lagi-lagi mencerminkan ketidakadilan sosial bagi seluruh anak-anak Indonesia. Sekolah di kota gurunya banyak, buku-buku tersedia, sementara sekolah di desa kekurangan guru dan tidak ada buku. Pemerintah selalu mengelak demi tutupi borok, bahwa semua sekolah mempunyai mutu yang sama, padahal kenyataannya, ada kesenjangan mutu pendidikan antara desa dan kota, bagai langit dan bumi.
Sesungguhnya,
kekurangan guru, bukan karena tenaga pengajar tidak tersedia, tetapi lebih
kepada niat baik pemerintah untuk mengakomodir mereka yang sekolah guru, tetapi
sedang menganggur, kemudian ditempatkan di sekolah-sekolah yang kekurangan
guru, serta tidak lupa memperhatikan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan
berhubungan dengan gaji. Mereka tidak sejahtera bila terima gaji 6 bulan
sekali, sedang harus membeli makan tiga kali sehari. Kekurangan buku dan gedung
pula bukan soal tidak ada uang untuk bangun gedung dan membeli buku pelajaran,
namun tidak ada buku dan gedung karena pemerintah hanya pikir kenyamanan diri
sendiri, bangun kantor gubernur yang mewah, oknum pejabat korupsi, sementara
anak-anak dibiarkan belajar di gubuk usang.
Ketidakadilan Sosial dan
Penyalahgunaan Wewenang
Bila
ditelusuri lebih lanjut, fenomena adanya pejabat yang memanfaatkan jabatan untuk
menitipkan siswa pada setiap periode PPDB, adalah bentuk penyalahgunaan
wewenang dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai Pancasila, keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Hal itu telah mencederai nilai-nilai keadilan dan
persamaan hak semua orang untuk mendapatkan pendidikan. Bagaimana tidak, orangtua
dan anak-anak dari rakyat kecil harus bangun pagi-pagi buta demi mengantri di
loket pendaftaran, tetapi anak-anak dari keluarga pejabat hanya bermodal
sepucuk surat sakti, bisa masuk dari jalur khusus bahkan tanpa harus melalui
seleksi atau tes. Padahal, sesungguhnya semua orang mempunyai hak yang sama
untuk mengakses pendidikan yang layak. Karenanya, saat ini banyak orang yang
sudah jenuh dengan istilah keadilan sosial, sebab sesungguhnya keadilan itu tidak
pernah ada, kecuali bagi mereka yang adil dalam berbagi jabatan, adil berbagi
proyek, adil dalam hal bagi-bagi hasil “curian” dari kas Negara, adil ketika calon
tertentu naik tahta dan tim suksesnya mendapat jabatan, dan seterusnya. Bagi rakyat
kecil, keadilan itu bagai pungguk merindukan bulan.
Realita
ini mengajarkan kepada kita, betapa buruknya mental pejabat publik di negeri
ini, jabatan anggota dewan, kepala dinas dan sejenisnya dimanfaatkan seenaknya
untuk kepentingan diri. Oleh sebab itu, perlu langkah konkrit lagi, guna
merealisasikan jargon revolusi mental para pejabat publik, agar mereka tahu
diri, bahwa jabatan bukan untuk bertindak “semau gue”.
Artikel Terkait:
________________________________________
KONTRIBUTOR/PENULIS: Sdr. Elkana Goro Leba, MPA. Artikel ini disesuaikan dari berbagai sumber, Mohon maaf bila ada kesalahan pengutipan atau informasi yang kurang tepat karena "TIADA GADING YANG TIDAK RETAK". Terima kasih, karena sudah mampir. Salam!
JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR DI BAWAH.
JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR DI BAWAH.