Meneropong “Kacamata Jeriko” Dari Aspek Prioritas
Meneropong
“Kacamata Jeriko” Dari Aspek Prioritas
Walikota Kupang,
Jefri Riwu Kore baru saja mengeluarkan kebijakan yang mengundang kontroversi di
kalangan publik kota Kupang. Kebijakan berupa bantuan kacamata baca “Jeriko” bagi lansia secara gratis. Pemkot
Kupang mengklaim bahwa hampir 50 ribu warga Kota yang membutuhkan kacamata
baca. Seperti lazimnya, namanya juga kebijakan publik, pasti ada penilaian dari
publik. Ada yang pro, juga kontra. Pihak yang kontra terhadap kebijakan ini
bukan tanpa dasar. Sebab ada “Sandi
Politik di balik Kacamata “Jeriko””.
Mereka persoalkan tulisan “Jeriko”
di gagang kacamata. “Jeriko” adalah Akronim dari Jefri Riwu Kore yang juga sebagai
sandi Politik (dibaca: Slogan kampanye)” Jefri Riwu Kore-Herman Man dalam
helatan Pilkada 2 tahun lalu. Karenanya, wajar saja kalau publik menuding bantuan
tersebut bermuatan Politik.
Guna menjawab
tudingan itu, pihak pemkot mengklarifikasi bahwa akronim “Jeriko” di Kacamata
itu hanya sebagai kontrol bagi bantuan, bukan slogan kampanye. Namun
pertanyaannya, mengapa harus pakai tulisan “Jeriko”? bukan tulisan “Pemkot
Kupang” atau tulisan lain yang menggambarkan Pemerintah Kota Kupang, bukan
tulisan “Jeriko” yang justru mewakili pribadi walikota, Jefri Riwu Kore. Sebab
biaya pengadaan Kacamatan itu bukan dari kantong pribadi walikota, melainkan
dari uang rakyat yang dikelola oleh pemerintah Kota Kupang. Selain itu, diduga
bantuan itu juga kurang tepat sasaran, karena justru orang-orang yang mampu yang
dapat bantuan, bukan hanya warga yang kurang mampu saja. Itulah dasar
argumentasi mereka yang menuding bantuan itu sebagai pencitraan sang walikota
yang doyan bangun taman kota itu.
Kolaborasi Lintas Sektor
Hal yang wajar
bila ada pihak yang kontra terhadap “bantuan Jeriko”, karena anggaran bersumber
dari APBD Kota Kupang. Kalau 10.000 unit kacamata baca dihargai dengan (harga
minimal) Rp. 250.000, maka pemekot harus mengeluarkan uang sekitar 2,5 miliar
rupiah. Namun, sesungguhnya ada cara lain guna menghemat anggaran. Karena di
tengah keterbatasan anggaran pembangunan, seharusnya pemerintah lebih pandai
agar bagaimana penghematan dapat dilakukan. Supaya anggaran itu dapat digunakan
untuk pemabangunan di bidang lain. Sebab, seyogiyanya, biaya sebesar itu bisa
diminimalkan apabila berkolaborasi dengan sektor lain, seperti BPJS kesehatan. Karena
kacamatan termasuk dalam salah satu komponen pembiayaan yang ditanggung oleh BPJS. Menurut peraturan menteri kesehatan
nomor 53 tahun 2016 pasal 24, peserta BPJS dengan gangguan penglihatan, dan
membutuhkan kacamata, maka sebagian biayanya dapat ditanggung oleh BPJS, yaitu untuk
kelas I: Rp. 300.000, kelas II: Rp. 200.000 dan kelas III: Rp.150.000. Artinya,
kalau harga kacamata peserta BPJS kelas III Rp. 300.000, maka peserta hanya
bayar Rp. 150.000 dan BPJS tanggung Rp. 150.000. Dengan demikian, maka pemkot
dapat menghemat anggaran cukup besar.
Kendatipun
demikian, pastilah ada manfaatnya bagi mereka yang membutuhkan. Namun,
persoalannya, apakah pemerintah kota Kupang sudah dengan sadar bahwa kebijakan
itu lebih prioritas dari masalah lain di Kota Kupang? Semisal, air bersih bagi warga kota Kupang
yang sedari dulu sampai saat ini, dari walikota yang satu ke walikota yang
lain, belum ada penyelesaian. Padahal itu adalah janji politik Jefri Riwu Kore
sebelum jadi walikota, dua tahun lalu.
Prioritas Masalah: Kacamata, Taman Kota, Vs krisis Air Bersih dan Reformasi
Pelayanan Publik
Dari sudut
pandang ilmu perumusan kebijakan publik, pembuat kebijakan (dalam hal ini pemerintah),
wajib mempertimbangkan aspek prioritas dalam pembangunan. Artinya, dari sekian banyak
masalah yang dialami oleh masyarakat, maka pemerintah harus jeli untuk memilih,
masalah yang mana yang perlu tangani terlebih dahulu. Maka dari itu, dalam ilmu
kebijakan publik, kita mulai dengan yang namanya tahapan mengidentifikasi
masalah publik (public problem) untuk
menjadi masalah kebijakan (policy
problem), yang kemudian dibawa ke tahapan perumusan kebijakan (policy formulation), barulah kebijakan dieksekusi
di lapangan (Policy Implementation). Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
tahapan identifikasi masalah, antara lain, masalah itu berkaitan dengan
kebutuhan dasar masyarakat, banyak orang yang terdampak dan sifatnya mendesak
untuk diselesaikan.
Berdasarkan uraian
di atas, mari kita melihat, diantara kacamata, taman kota, lampu jalan dan krisis
air bersih, manakah yang merupakan kebutuhan dasar, berdampak bagi banyak orang
dan mendesak? Jadi, seharusnya yang lebih prioritas diselesaikan terlebih
dahulu adalah krisis air bersih, bukan kacamata, taman kota dan lampu jalan. Bukan
berarti pembangunan taman kota, lampu jalan dan kacamata tidak penting, namun
masalah krisis air bersih lebih prioritas diselesaikan terlebih dahulu, karena
berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat dan sifatnya mendesak diselesaikan.
Orang tidak mungkin mati kalau taman kota belum dibangun, lampu jalan tidak ada,
tetapi orang bisa sakit bahkan mati karena kekurangan air. Itulah yang namanya
prioritas. Bicara masalah air dan pelayanan publik ini adalah persoalan yang
terus berulang tahun dari dulu. Mantan walikota sebelumnya pernah “jualan air”
sampai ke negeri China, namun hingga akhir masa jabatan, air itu tak kunjung “laku”,
sehingga sampai saat ini, masyarakat kota kupang, kesulitan air bersih di musim
kemarau seperti sekarang ini.
Masalah Air Melahirkan Sumur Bor
Buruknya
pelayanan PDAM Kota Kupang dalam hal pendistribusian air bagi warga Kota
Kupang, telah menimbulkan banyaknya warga yang bor sumur. Meski berdampak buruk
terhadap lingkungan, Hal ini cukup membantu warga untuk memenuhi kebutuhan air.
Dampak buruk sumur bor terhadap lingkungan, selain karena dapat menggerus
persediaan air tanah, jalan raya sekitaran sumur bor cepat rusak karena setiap
saat basah dilewati mobil tangki. Namun, apalah daya, kalau tidak ada sumur
bor, kita pasti mati karena kekurangan air. Kalau saja PDAM mampu
mendistribusikan air ke seluruh rumah warga di kota kupang, maka orang tidak
akan bor sumur dan beli air tangki karena yang pasti, bayar air PDAM lebih
murah dan mudah dari pada beli tangki. Oleh sebab itu, Kita berharap, masalah ini
segera diselesaikan, dalam sisa waktu masa jabatan Jeriko dan Herman Man. Dan
juga uang 40 miliar yang diduga ditilep oleh “pencuri berdasi” di internal PDAM
kota Kupang segera terunngkap. Salam!