Menurut Peraturan
Menteri Perdagangan RI Nomor 70/M-Dag/Per/12/2013 tentang pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar tradisional, Pasal (1) ayat
(3), pasar tradisional adalah pasar
yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, BUMN,
BUMD termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios,
los dan tenda yang dimiliki dan dikelola oleh pedagang kecil menengah, swadaya masyarakat
atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar menawar.
Menjamurnya pasar atau toko modern seperti supermarket,
minimarket, bahkan mall dan Online Shop (OL Shop), belum bisa menggantikan pasar tradisional di hati masyarakat Kota Kupang dan sekitarnya. Pasar
tradisional masih
tetap menjadi pilihan utama. Selain karena pasar tradisional menawarkan produk yang tergolong murah,
sayuran dan buah-buahan masih segar, juga karena faktor ekonomi masyarakat kota Kupang yang didominasi
oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Sejumlah pasar tradisional di kota
Kupang seperti Pasar Kasih Naikoten, Pasar Oeba, Pasar Kuanino, dan lainnya ramai oleh penjual dan
pembeli apa lagi ketika hari raya. Tetapi sayangnya, pasar tradisional masih menyimpan
banyak masalah yang perlu diselesaikan dengan segera. Tanpa bermaksud menjelek-jelekan pasar
tradisional, berikut hanya
sebuah catatan kritis terhadap pengelolaan dan penataan pasar tradisional di kota
Kupang yang
semestinya menjadi perhatian kita semua sejak dulu, terutama pemerintah dan PD. Pasar. Setiap hari memungut retribusi dari pedagang, karena itu
sekiranya hati tergugat untuk tidak meninggalkan para pedagang berjualan dalam keadaan yang semrawut, kumuh, kotor dan bau serta tidak nyaman. Sudah
barang tentu ini berdampak negatif terhadap kehiginisan barang jualan dan kesehatan, baik penjual maupun pembeli.
Keprihatinan Pasar Tradisional
Ketika
masuk ke pasar tradisional di Kupang, kesannya
adalah amburadul, semrawut, kotor, sesak,
macet, kumuh, bau, lumpur, becek dan banyak lagi kesan yang tidak mengenakkan. Baru masuk kompleks pasar saja, nampak betapa amburadul dan kotornya keadaan pasar. Kendaraan keluar-masuk sesak dan berdesakkan, jalan macet dan sempit karena tidak dibedakan mana
pintu masuk, mana pintu keluar, padahal jalan terlalu sempit untuk sistem dua arah, belum lagi jalan yang rusak, becek dan bau. Fenomena dalam pasar lapak darurat para pedagang tidak tertata, pedagang tumpah ruah di pinggir hingga badan jalan, menyebabkan jalan sempit dan macet, barang
dagangan tidak terklasifikasi. Pedagang sayur, daging, ternak, pakaian campur
aduk.
Seharusnya, ada zonasi barang dagangan atau barang-barang
diklasifikasikan berdasarkan jenis. Pedagang ternak, daging pakaian
masing-masing ditempatkan pada tempat yang berbeda. Lebih jauh lagi, area parkir sempit dan tidak teratur, tidak berkarcis, tidak disediakan tempat khusus untuk bongkar muat barang. Saluran air pembuangan buruk,
sehingga menggenangi jalan, menyebabkan lumpur dan bau tidak sedap. Dan banyak
lagi pemadangan yang miris lainnya. Kondisi pasar yang demikian, sudah
berlangsung dari masa ke masa, tetapi belum ada langkah konkrit dari pihak yang
berwenang. Jika dibiarkan,
semakin lama, masalah itu akan semakin kronis, bukan tidak mungkin dapat mematikan
pasar tradisional. Pedagang-pedagang
kecil akan semakin termarjinal oleh sebab pesatnya perkembangan pasar
modern, akhirnya banyak pedagang yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing.
Apalagi, survei membuktikan bahwa, pertumbuhan pasar modern meningkat 31,4
persen per tahun, sedangkan pertumbuhan pasar tradisional malah menurun 8,01
persen per tahun. Hal itu karena pasar atau toko modern lebih bersih, nyaman
dan aman serta tertata rapih.
Solusi Sederhana
Pertama, manfaatkan fasilitas yang
terbengkalai. Ambil contoh, di pasar Kasih Naikoten, masih ada gedung yang
tidak digunakan, di sana terdapat los-los di lantai dua yang tidak terurus dan ditinggalkan
mubasir sejak lama. Pemerintah harus mengarahkan para pedagang untuk menggunakan
fasilitas tersebut, misalnya pedagang pakaian yang berseliweran di pinggir
jalan, hingga membuat macet.
Kedua, arus lalin perlu ditata. Di Pasar Kasih Naikoten misalnya, salah satu persoalan
pelik adalah arus lalu-lintas (Lalin) masuk-keluar pasar parkir yang belum tertata dengan baik. Mobilitas pasar yang
terus meningkat dari hari ke hari, pasarpun terus menyempit karena banyak kendaraan yang masuk dan keluar, baik
roda dua maupun roda empat. Sebab itu, arus
lalu lintas menjadi aspek penting untuk diperhatikan. Selama ini, yang
menyebabkan kemacetan adalah tidak ada pemetaan mana jalur masuk dan mana jalur
keluar. Belum lagi jalan yang berlubang dan sempit karena banyak lapak para pedagang yang menutup badan jalan ikut bersumbangsih
kepada masalah ini. Karenanya, perlu memetakkan
jalur masuk (enter) dan keluar (exit). Harapan terbesar ada pada pundak Pemda dan PD. Pasar agar lekas bertindak guna menyelesaikan
masalah ini agar tidak sampai terlalu parah. Sediakan tempat yang layak bagi para pedagang sesuai amanat Peraturan
Menteri Perdagangan RI Nomor 70/M-Dag/Per/12/2013 tentang pedoman Penataan dan
Pembinaan Pasar tradisional, Pusat Pembelanjaan dan Toko Modern, Pasal 19 ayat (1)
huruf (d), bahwa pengelola Pasar Tradisional (dalam hal ini PD. Pasar) wajib untuk menyediakan ruang bagi para pedagang. Hal itu agar mereka tidak berjualan di
badan jalan dan perbaiki jalan yang rusak supaya tidak
menjadi kubangan lumpur.
Ketiga, tempat parkir kendaraan yang aman dan
nyaman. Tempat parkir mungkin kendala yang bisa dikatakan
krusial dalam pasar. Lahan yang
sempit dengan volume kendaraan tidak seimbang dengan lahan parkir, tentu bukan masalah mudah bagi
pengelola parkir. Apa lagi tidak ada pemisahan antara tempat parkir roda dua
dan roda empat. Oleh sebab itu, harus
ada penataan tempat parkir dan membutuhkan tempat parkir yang luas agar dapat mengimbangi volume kendaraan yang semakin
tinggi.
Keempat, zonasi barang dagangan. Salah satu aspek penting yang berhubungan dengan
pengelolaan pasar oleh PD. Pasar dalam
Pasal 19 ayat (3) huruf (b) pada Peraturan tersebut di atas adalah Zonasi
Barang dagangan. Zonasi artinya pembagian atau
pemecahan suatu areal menjadi beberapa bagian, sesuai dengan fungsi dan tujuan
pengelolaan. Berhubungan dengan zonasi barang dagangan, berarti PD Pasar harus mengklasifikasi barang dagangan para pedagang berdasarkan
jenis dan fungsinya. Misalnya, sayur-sayuran terkonsentrasi pada satu tempat, buah-buahan,
dan juga daging/ikan harus diklasifikasi secara teratur. Dan tentu harus memperhatikan keseimbangan dan keadilan
serta kemudahan akses oleh konsumen. Dengan demikian, maka pembeli atau
konsumen akan mudah mencari barang-barang kebutuhan mereka dan pasar pun akan
teratur dengan baik. Namun, yang terjadi selama ini belum ada pengkalsifikasian
seperti termaksud di atas. Sebabnya, PD. Pasar perlu bekerja ekstra keras.
Kelima, melakukan terhadap pedagang. Memang bukan pekerjaan mudah untuk menata
ulang pasar yang sudah separah pasar Kasih Naikoten. Tetapi tidak ada yang
tidak mungkin kalau memang ada niat yang diikuti kerja keras. Salah satunya,
melakukan kontrol atau bahkan pembinaan secara berkala terhadap para pedagang. Yang
terjadi selama ini, pedagang musiman yang belum mempunyai tempat berjualan yang
tetap di pasar, akhirnya mereka buka lapak di pinggir jalan, berlansung terus
seperti itu. Menyebabkan pasar tidak teratur dan semrawut. Oleh sebab itu, pihak
yang berwajib harus melakukan pengawasan secara rutin dan berkelanjutan tanpa
mengesampingkan aspek keadilan dan pemerataan agar tetap terjaga kerapian dan keteraturan
pasar. Dengan demikian, maka pasar menjadi aman, nyaman,
bersih dan sehat.