OSPEK: Pengenalan Kampus atau Ajang Balas Dendam
Setiap periode
penerimaan mahasiswa baru, selalu dirangkai dengan kegiatan Ospek. Ospek atau Orientasi
Studi dan Pengenalan Kampus merupakan kegiatan kampus awal
bagi Mahasiswa Baru (Maba) yang wajib diikuti oleh Maba tingkat Sarjana. Ospek diisi
oleh serangkaian kegiatan yang tujuannya untuk membentuk watak, karakter,
sikap, perilaku mahasiswa baru ketika ia mengikuti kagiatan belajar mengajar di
kampus yang bersangkutan. Karena itu,
baik buruknya karakter dan kepribadian mahasiswa baru di sebuah perguruan
tinggi, setidak-tidaknya dipengaruhi oleh baik tidaknya pelaksanaan Ospek di
perguruan tinggi pada awal seorang mahasiswa masuk kampus. Pada dasarnya,
kegiatan Ospek adalah kesempatan yang baik bagi mahasiswa baru dan Panitia
Pelaksana (Panlak) Ospek guna bersosialisasi diri, baik antar sesama Maba
maupun Panlak. Acara Ospek adalah Masa Bimbingan (Mabim) sekaligus wadah bagi maba
agar mengenali kampus dan tata tertib serta peraturan yang belaku di kampus secara
baik dan benar.
Karenanya, semua kegiatan harus merujuk pada identitas dunia
kampus yang selalu berpikir ilmiah, bertindak dengan proses atau metode ilmiah (scientific
method) yang sistematis untuk hasil yang ilmiah yang dapat dipertanggunjawabkan
secara ilmiah pula. Itu adalah identitas yang melekat pada dunia kampus, selalu
berpikir sistematis dan bertindak secara ilmiah. Artinya, semua hal yang
dilakukan merupakan proses keilmuan guna memperoleh pengetahuan secara sistematis
berdasarkan bukti fisik, keterangan, pengujian yang dapat meyakinkan orang lain
dan dapat dipertanggunjawabkan kebenarannya. Dengan demikian, maka kegiatan
Ospek sewajibnya dirangkai dengan acara yang bersifat ilmiah juga. Itulah yang
menyebabkan beberapa kampus, seperti Undana, khususnya FISIPOL Undana menamai
masa Ospek dengan istilah “Temu Ilmiah”,
walaupun kenyataanya tidak selalu ilmiah.
“UUD” Ospek Menyeramkan!
Merujuk pada tujuan semula masa Ospek adalah kegiatan
yang berguna dan menyenangkan, tetapi kini Ospek menjadi seperti monster yang
menyeramkan bagi Para Maba. Bagaimana tidak, Ospek kini tidak jauh berbeda
dengan ajang balas dendam Panlak (senior) terhadap Maba (junior). Istilah
senior dan junior ini mengarahkan pikiran kita pada dunia militer yang sangat
mendandalkan kekuatan dan
ketahanan fisik selain juga mental. Selain itu, istilah senior dan junior juga
terdapat hubungan yang tidak seimbang. Dimana junior wajib menghormati senior, sementara
junior tidak boleh menuntut untuk mendapat hormat balasan. Junior harus tunduk
pada perintah. Sebab junior berada dalam posisi yang sangat lemah. Junior,
harus siap dibentuk, dihukum bahkan dipukul.
Ospek mempunyai “Undang-Undang Dasar (UUD)” versi panitia ospek yang
terdiri dari dua pasal yang secara content UUD dasar ini menindih hak para Maba
dan menempatkan Panlak seperti maha dewa yang tidak pernah salah. Kira-kira
Bunyinya seperti ini: “ Undang-udang
Dasar Palaksanaan Ospek. Pasal 1: “Panitia tidak pernah salah”. Pasal 2: “Bila
Panitia salah, maka kembali ke pasal satu”. Sekali lagi, UUD yang lahir dari
akal pikiran untuk membalas dendam ini adalah karya para Panlak untuk menguasai
para Maba yang notabene masih takut untuk melawan sekalipun mereka dalam posisi
benar. Paling hanya bisa menggerutu.
Putuskan Mata Rantai!
“Kekerasan”
secara mental dan fisik ini ibarat mata rantai yang saling mengait antara satu
dengan yang lainnya. Telah berlangsung secara turun temurun. Dimana satu
generasi mendapatkan perlakuan kasar oleh generasi sebelumnya, maka hal yang
sama, bahkan lebih keji lagi akan diterima oleh generasi berikutnya. Perlakuan
seperti ini harus segera diakhiri dari dunia pendidikan kita. Langkah
memutuskan mata rantai ini adalah dengan cara tidak memperlakukan mahasiswa
baru di satu generasi atau periode penerimaan mahasiswa baru dengan kekerasan,
maka generasi yang bersangkutan juga akan melakukan hal yang sama kepada
generasi berikutnya. Dengan demikian maka mata rantai Ospek yang menyeramkan
itu akan berakhir. Hal ini harus tumbuh dari dalam diri mahasiswa dan dosen
atau pejabat kampus, terutama bagian kemahasiswaan. Supaya mengarahkan Panlak
Ospek agar tidak bertindak kekerasan terhadap Maba. Kita harus paham benar, bahwa
dunia kampus bukan dunia militer yang harus menekankan pada kekuatan dan
ketahanan fisik, tetapi dunia kampus adalah dunia akademik sipil yang
mengandalkan mental dan kemampuan berpikir logis. Pembentukan mental seseorang
bukan dengan cara dia dibentuk dan dihukum, tetapi dengan pendekatan-pendekatan
persuasif dan intertein melalui metode-metode psikologi dan kejiwaan. Sebab
pepatah kuno menyerukan, “jika anak anda dididik dengan kekerasan,
jangan salah bila suatu saat dia menjadi pemberontak”. Ospek sebagai ajang dan
wadah pengenalan etika kampus seharusnya menjadi kesempatan bagi Maba untuk belajar
dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru bagi mereka.
Oleh sebab itu, Ospek sesungguhnya membiming
Maba untuk mengenali dan memahami lingkungan kampus sebagai suatu lingkungan
akademis serta memahami tata tertib dan aturan yang berlaku di dalamnya,
termasuk visi misi kampus, bagaimana menghadapi dosen dan teman-teman, menambah
wawasan mahasiswa baru dalam penggunaan sarana akademik yang tersedia di kampus
secara maksimal, seperti perpustakaan, taman baca dan laboratorium. Selain itu,
Ospek juga adalah masa dimana untuk memberikan pemahaman awal tentang wacana dan
wawasan kebangsaan serta pendidikan yang mencerdaskan berdasarkan pada
nilai-nilai kemanusiaan, dan mempersiapkan Maba supaya mampu belajar di
Perguruan Tinggi, seperti bagaimana mengisi KRS, menulis karya ilmih dan
makalah yang baik dan benar, melakukan riset dengan metode yang sistematis, bagaimana
konsultasi dengan Dosen Pembimbing Akademik (PA), menumbuhkan rasa persaudaraan
antara kalangan civitas akademika dalam rangka menciptakan lingkungan kampus
yang nyaman, tertib, dan dinamis, serta menumbuhkan kesadaran mahasiswa baru
akan tanggungjawab akademik dan sosialnya sebagaimana tertuang dalam Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
Kesemuanya itu, harus tumbuh dari dalam diri mahasiswa
(Panlak), Dosen dan seluruh civitas akademika dari rektor, pejabat yang
berhubungan dengan kegiatan kemahasiswaan tingkat universitas sampai tingkat
jurusan. Bila tidak, kegiatan yang menyebabkan hubungan komensalisme ini akan terus terjadi dan bukan tidak mungkin akan
mengarah pada pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Elkana Goro Leba