Ada Pahlawan, Ada Pengkhianat
Kobarkan
semangat berjuang di setiap jengkal langkah kita! Begitulah penggal kalimat
yang diserukan oleh Sutomo yang lebih populer dangan “Bung Tomo” di depan radio
pada tanggal 10 November 1945 (bahkan jauh hari sebelumnya) untuk membakar
semangat rakyat Surabaya demi membela Merah Putih dari ancaman Pasukan Inggris
dan NICA-Belanda. Pekikan sekaligus jiwa heroik Bung Tomo itu mampu mengobarkan
jiwa nasionalisme para pemuda pejuang Merah Putih (arek-arek Suroboyo) di
Surabaya pada saat itu. Walaupun bermodalkan bambu runcing untuk melawan
Pasukan Inggris dan Belanda yang dilengkapi dengan senjata moderen, tetapi Arek-Arek
Suroboyo mampu membunuh dua Jenderal Inggris dan merobek bagian warna biru bendera
Belanda (Merah-Putih-Biru) yang di tancapkan di atas gedung Hotel Yamato
(sekarang Hotel Majapahit) menjadi Bendara Indonesia (Merah Putih) pada tanggal
10 November 1945. Pertempuran 10 Novemer di Kota Surabaya ini adalah
pertempuran berskala besar pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945. Inilah salah satu sebab mengapa Surabaya disebut “Kota
Pahlawan”. Kini 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Tahun
2015 ini kita merayakan hari Pahlawan yang ke-70. Pahlawan adalah mereka yang
berjuang tanpa pamrih untuk mempertahankan tanah air.. Mereka yang berjuang
tidak untuk mendapat pangkat, kedudukan dan upah, namun semata-mata untuk tanah
air dan bangsa ini. Peringatan akan hari Pahlawan adalah momentum dimana kita menghormati
dan menghargai perjuangan para bapak bangsa ini yang telah menyingsingkan
lengan baju dan kepalkan kepalan tangan tangan tetapi mengabaikan keselamatan demi
membela tanah air tercinta ini. Merekalah yang membuat negara ini ada dan tumbuh
sebagaimana adanya hingga usia yang ke-70 tahun. Di samping itu, Hari Pahlawan
10 November juga mengajarkan kepada kita bahwa apa yang kita miliki sekarang
adalah buah perjuangan hidup dan mati the
founding fathers kita. Sebab itu, jangan sia-siakan jerih dan lelah mereka.
Kejadian 10 November juga mengingatkan kembali kepada kita bahwa perjuangan itu
tidak berhenti sampai di sini. Kita masih terus berjuang melawan arus
globalisasi yang dapat mengikis jiwa dan semangat nasionlisme. Meskipun tidak
sama, namun banyak ancaman serupa 10 November 1945 yang kini datang dengan
wajah kelompok-kelompok radikal yang sedang berusaha mecerai-beraikan Pancasila
– Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945 serta NKRI, masih butuh perjuangan sebagaimana
kejadian 70 tahun lalu di Surabaya.
Tidak
hanya itu, ancaman terbesar bangsa ini tidak hanya berasal dari luar, tetapi juga
ancaman itu tumbuh dan sedang hidup di dalam bangsa sendiri. Ancaman-ancaman
itulah yang mengerdilkan masa depan generasi-generasi bangsa ini. Di usia yang
ke-70 tahun ini, kita tidak lagi berjuang melawan jajahan bangsa asing seperti
Bung Tomo dan kawan-kawan, tetapi melawan para pengkhianat yang hidup di antara
kita. Melawan pengkhianat berarti kita sedang melawan bangsa sendiri. Mereka
bagai musuh dalam selimut. Jadi genaplah apa kata Bung Karno, “perjuangan ku lebih
mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuangan mu akan lebih sulit karena
melawan bangsamu sendiri”.
Siapa Itu Pengkhianat?
Eksistensi
sebuah bangsa tidak bebas dari berbagai gejolak yang menghimpitnya. Sebab dalam
kehidupan berbangsa, ada benih yang baik, ada juga benih yang jahat. Bagai
pepatah, bila anda menanam padi, maka tumbuh lah juga ilalang. Begitulah
kira-kira hidup sebuah bangsa. Ada yang memperbaikinya, ada juga yang
merusaknya. Konyolnya lagi, ada orang yang menamakan diri padi tetapi
sesungguhnya ia adalah ilalang. Di depan rakyat mereka adalah padi yang menyediakan
kehidupan bagi para petani, tetapi di belakang mereka bagai ilalang-ilalang
yang menyebabkan gagal panen. Orang seperti ini adalah pengkhianat. Pengkhianat
adalah seorang pembelot yang tampaknya baik dan ramah di depan tetapi sedang menikam
dari belakang. Koruptor itu adalah pembelot, pengkhianat bangsa. Di depan rakyat,
mereka saleh, kata-kata penuh ayat-ayat suci, tetapi kenyataannya biadab dan munafik.
Para koruptor itu ibarat orang yang menikam kita dari belakang, dan balik bertanya,
mengapa kamu berdarah? Mereka telah menghancurkan masa depan anak-anak bangsa
ini dengan keserakahan, tetapi balik bertanya, mengapa SDM kita rendah? Mereka
teriak-teriak, negara ini negara hukum, tetapi mereka sendiri perjual-belikan pasal-pasal
konstitusi. Penghianat itu juga adalah orang yang yang hidupnya seperti benalu
dan sampah masyarakat. Hidupnya hanya
merugikan orang lain dan negara bahkan tidak berguna. Pengkhianat adalah mereka
seakan sedang berjuang membela mereka yang diwakilkan tetapi nyatanya untuk
kepentingan sendiri. Pengkhianat itu tidak jauh berbeda dengan mereka yang minta
naik upah di saat rakyat sedang mati kelaparan dan hanya menyambungkan hidup
bermodalkan uluran tangan di lampu merah. Ngotot bangun gedung mewah (padahal
hanya untuk tidur ketika rapat soal rakyat) namun rakyatnya hanya tidur beratapkan
jembatan. Jalan-jalan ke luar negeri, tetapi di saat yang sama, generasi bangsa
ini sedang belajar digubuk usang beratapkan alang-alang dan berlantaikan tanah.
Kehadiran nol saat rapat (hadir pun hanya untuk tidur di ruang rapat) tetapi
gaji pool, sedang guru-guru di
pinggiran kehadiran pool tetapi gaji
nol. Mereka itu adalah pengkhianat bangsa ini. Berkhianat terhadap Bung Karno,
Bung Hatta, Bung Tomo dan kawan-kawan.
Kini dan di
sini, mencoba menenangkan hati, melegakan pikiran sambil merenungkan apa yang
terjadi dengan bangsa ini, dan ditemani oleh ayat-ayat suci yang menuliskan
bahwa, “ada saatnya dimana pendusta dipercayai, dan orang jujur didustakan.
Pengkhianat diberi amanah, tetapi orang yang amanah dikhianati”. Kurang lebih
seperti itulah gambaran bangsa ini, lebih banyak pengkhianat yang menjadi elit
dari pada pahlawan. Orang-orang yang jujur dan benar diusik dengan berbagai
macam tuduhan dan fitnah. Kaum-kaum minoritas yang mencoba bangkit menjadi
pahlawan ditolak dan dicaci maki atas dasar suku, ras dan agama. Sedangkan para
pembohong mendapat kursi dan jabatan dan terus berkhianat terhadap Pancasila
dan konstitusi. Tetapi, perjuangan kita tidak sampai di sini. Mari, singsingkan
lengan baju, kepalkan tangan, teruslah berjuang, demi Indonesia yang bebas dari
koruptor pengkhianat bangsa! Salam Perjuangan!!!