Cerita Rakyat Dari Pulau Raijua: Hubungan antara Pulau Raijua (Rai Jua - Jua Miha) dan Pulau Jawa (Rai Jawa - Jawa Miha)
Cerita Rakyat: Esau dan Yakub
(Ini
Hanya Cerita Rakyat, Bukan Temuan Penelitian)
Dahulu kala, Konon katanya, ada sebuah keluarga,
seorang ayah dan ibu bersama dua anak laki-laki mereka hidup di pulau Raijua.
Ayah mereka sudah lanjut umurnya, karena itu matanya sudah kabur atau buta dan
tidak bisa melihat. Anak yang sulung, bernama Jua Miha, dan anaknya yang bungsu bernama Jawa Miha. Dalam cerita itu, dikatakan bahwa Jua Miha adalah orang
yang berbulu dada dan tangannya, sementara Jawa Miha tidak berbulu. Bulu tangan
dan dada itulah yang membedakan Jua Miha dengan Jawa Miha sekaligus itu identitas
keduanya bagi ayah mereka yang sudah tidak bisa melihat. Sang ayah hanya bisa
mengenal anak-anaknya melalui indra perabaan. Sang ayah mengenal Jua dengan
cara meraba dada dan tangannya. Kalau berbulu, itu adalah Jua Miha (anak
sulugnya), dan kalau tidak berbulu itu adalah Jawa Miha (anak bungsunya).
Suatu hari, sang ayah memanggil anak sulungnya (Jua
Miha) dan berbicara kepada Jua. Banyak
hal yang dikatakan ayahnya kepada Jua Miha. Antara lain, ayah mereka sudah tua,
oleh sebab itu, akan membagikan harta warisan kepada Jua Miha dan Jawa Miha.
Sebagai anak sulung, maka Jua Miha akan mendapatkan harta yang lebih banyak
dari adiknya, Jawa Miha. Namun, salah satu yang penting dari perkataan itu
adalah, Jua disuruh ayahnya pergi ke hutan untuk berburu karena ayahnya ingin
makan daging yang paling enak dan lezat (tidak disebutkan daging apa). Dengan
senang hati, pergilah Jua untuk berburu dengan harapan, ketika pulang akan
membawa hasil buruannya untuk disantapkan kepada ayahnya yang sudah lanjut
umurnya. Ayahnya juga berjanji kepada Jua, bila dia mendapatkan daging yang
ayahnya sukai, maka Jua akan diberkati oleh ayahnya sekaligus diberikan warisan.
Hal itu yang membuat Jua semangat menggebu-gebu. Jua pergi berburu dihutan dengan
membawa busur dan panah.
Ketika Jua Miha dan ayahnya berbicara diruang tamu, ternyata
perkataan itu, didengar oleh ibu mereka, bahwa Jua Miha akan mendapatkan harta
warisan dari ayahnya, yang tentunya lebih banyak dari pada sang adiknya, Jawa
Miha. Maka dari itu, sang ibu memberitahu kepada Jawa Miha, bahwa Jua akan
mendapatkan jatah warisan dari ayahnya yang lebih baik. Di lain pihak, sang ibu
tidak ingin Jua Miha yang dapat harta yang lebih baik daripada Jawa Miha. Pada saat
itu juga, sang ibu menyuruh Jawa Miha pergi berburu di hutan agar mendapatkan hasil
buruan yang enak untuk diberikan kepada ayahnya. Maka pergilah Jawa Miha dengan
busur dan panah untuk berburu atas perintah sang ibu, semantara ayahnya tidak
tahu, sedangkan Jua Miha pergi berburu atas perintah sang ayah.
Setelah sekian lama berburu, maka Jawa Miha pulang
terlebih dahulu dari pada Jua dengan membawa hasil buruan. Sesampai di rumah,
hasil perburuan Jawa dimasak oleh ibunya seperti yang disukai oleh ayahnya kemudian
dihidangkan kepada sang ayah dan mengatakan itu adalah hasil buruan Jua Miha.
Makanan itu sangat enak dan lezat, dan sangat disukai oleh ayahnya. Dia sangat
senang Jua bisa membawakannya makanan yang enak itu. Padahal itu adalah hasil
buruan Jawa Miha.
Namun, ayahnya tidak tahu bahwa itu adalah hasil perburuan
Jawa Miha sang anak bungsu. Sang ayah mengira bahwa itu adalah hasil buruan dari
Jua Miha anak sulungnya, sama seperti yang dia perintahkan sebelumnya bahwa Jua
Miha harus mendapatkan daging yang enak dan lezat untuk dihidangkan kepada
ayahnya agar sang ayah mewariskan harta kepada Jua Miha. Karena makanannya enak
dan lezat, seperti yang diidamkan sang ayah sebelumnya, maka patutlah ayahnya
memberkati Jua (Padahal ini adalah Jawa Miha, anak bungsunya, bukan Jua Miha
seperti yang dia kira). Seperti yang disebutkan sebelumnya, Jawa Miha tidak
mempunyai Bulu di tangan dan dada, sedangkan Jua Miha memiliki bulu pada tangan
dan dadanya. Seperti biasanya, pada saat hendak diberkati, maka sang ayah harus
meraba tangan dan dada Jawa Miha agar bisa dipastikan ini Jawa atau Jua. Karena
Jawa takut ayahnya tahu bahwa dia sedang menipu ayahnya. Maka dia menyamar jadi
kakaknya (Jua). Dengan persekongkolan Jawa dengan ibunya, maka dibungkuslah
tangan dan dada Jawa dengan kulit binatang yang tadi dia buru dari hutan. Ini
dilakukan agar Jawa mempunyai bulu tangan dan dada supaya ayahnya yakin bahwa itu
adalah Jua Miha. Pada saat ayahnya memanggil, dan bertanya apakah ini benar
adalah Jua Miha, Jawa Miha pun menjawab bahwa dia adalah Jua Miha. Untuk memastikannya,
sang ayah harus meraba tangan dan dadanya. Karena sudah dibungkus dengan kulit
binatang tadi, maka tangan dan dada Jawa sudah berbulu sama seperti Jua Miha. Karena
itu, diberkatilah Jawa oleh ayahnya, dan dia (sang ayah) anggap itu adalah Jua
Miha, anaknya yang sulung, padahal Jua Miha belum pulang dari hutan, tempatnya
berburu. Ini adalah persengkokolan Jawa Miha dengan Sang ibu.
Setelah Jawa Miha diberkati ayahnya, maka Jua Miha
pulang dengan hasil buruannya. Ketika Jua Miha tiba di rumah, sang ayah sudah memberikan
atau memberkati Jawa dengan warisan yang sebenarnya itu adalah milik Jua Miha. Saat
Jua Miha tahu bahwa ayahnya sudah memberikan warisan kepada Jawa (yang seharusnya
milik Jua), maka Jua bertanya, mengapa ayahnya memberikan warisan yang
seharusnya hak Jua, tetapi diberikan kepada Jawa. Ayahnya baru kaget bahwa dia
sudah memberkati orang yang salah, dan sadar bahwa dia sudah ditipu oleh anak
bungsunya Jawa Miha. Apa mau dikata, Jawa Miha sudah pergi dengan senang hati
dan membawa harta miliknya dari hasil tipu muslihatnya.
Harta warisan yang diberikan ayahnya kepada Jawa
Miha adalah buku, Pena dan pencil (bahasa
Raijua “Pena, Buku, poto Lo”), sedangkan yang tersisa adalah Pacul (pacul tanah = para ma) dan Tofa (alat tofa ladang = pengo’o ko’o rai)
serta pisau iris tuak (pisau yang
digunakan untuk mengambil air nira = tudi ata due) dan apapun yang terjadi, Jua Miha harus pasrah menerima itu
semua karena hanya itu yang tersisa. Dan ayahnya berkata kepada Jua Miha, bahwa
Jua harus terima itu dan tinggal bersama ayahnya di Pulau Raijua sedangkan Jawa
sudah pergi dengan membawa buku dan pena. Akhirnya, Jawa Miha pergi ke Pulau yang
dia namakan “Rai Jawa”. (Rai Jawa
artinya, “tanah milik Jawa”), yang
kita kenal sekang dengan “Pulau Jawa”, sedangkan
Jua Miha tinggal bersama ayahnya di “Rai
Jua” atau “tanah milik Jua” yang
sekarang kita kenal dengan “Pulau Raijua”.
Dari warisan yang diberikan kepada Jawa Miha dan Jua
Miha itu, berimplikasi pada mata pencaharian dan kehidupan sosial orang
Jawa dan orang Raijua. Karena Jawa Miha mendapat warisan berupa buku dan
pena serta pensil, maka mereka bisa sekolah dan menjadi pegawai. Sedangkan warisan
yang diterima Jua Miha berupa Pacul (pacul
tanah = para ma) dan Tofa (alat tofa
ladang = pengo’o ko’o rai) serta pisau
iris tuak (pisau yang digunakan untuk mengambil air nira = tudi ata due) atau
dalam kalimat bahasa Raijua, “para ma, pengo’o
ko’o rai, tudi ata due), maka menyebabkan pencaharian orang Raijua adalah
petani. Ada juga kemudian membuat pengndaian bahwa, seandainya Jawa Miha tidak
menipu ayahnya, dan Jua Miha mendapat Buku, Pena dan Pensil maka orang Raijua
bisa sekolah tinggi dan menjadi pegawai, sementara orang Jawa akan menjadi
petani.
Setelah saya cerna, entah secara kebetulan atau
bagaimana, cerita ini mirip dengan cerita Esau dan Yakub dalam Alkitab perjanjian
lama, yaitu “Kejadian pasal 27”).
***
Sekian cerita Rakyat dari Pulau Raijua. Pulau Raijua adalah pulau terpencil di
Kabupaten Sabu Raijua (Sabu Raijua terdiri dari dua pulau, satu pulau sabu dan
satu lagi pulau Raijua), Propinsi Nusa Tenggara Timur ***