Ijasah Bodong Rektor dan Masa Depan Mereka Yang Jadi Korban
Zaman sekarang, mobilitas manusia
semakin tinggi. Karena itu, kecepatan dan ketepatan adalah sebuah keniscayaan. Disamping
itu, manusia seakan tidak sempat memikirkan hal-hal yang di luar kepentingan
dirinya. Uang, harta kekayaan dan jabatan ibarat perburuan yang tidak
melelahkan. Dengan begitu orang menjadi tamak dan serakah serta bernafsu
menguasai segala sesuatu di dunia fana ini. Kejahatan menjadi tontonan yang
ditunggu-tunggu di layar kaca. Mereka tidak peduli siapa dan berapa banyak
orang yang menjadi korban, yang utama, kepetingan mereka terpenuhi. Hal itu
terjadi di semua lini kehidupan manusia dimana-mana, bahkan di bidang ekademik.
Dunia pendidikan yang awalnya diekspektasikan sebagai tempat untuk menciptakan
manusia yang jujur, mencerahkan dan berbudi baik, kini harapan itu hampir
sirna. Dunia pendidikan seakan penuh dengan kepalsuan. Ini tampak jelas dengan
maraknya ijasah dan gelar palsu atau bodong.
Rektor berijasah bodong di salah
satu universitas di Kupang-NTT sudah lama menjadi sorotan media lokal dan
nasional (baca: Beritasatu.com edisi
Minggu 17 Mei 2015). Tidak tanggung-tanggung sang rektor berijasah bodong
itu mengaku lulusan Universitas Amerika Serikat, yaitu Berkeley University di
Jakarrta yang adalah Cabang dari Universitas ternama di Amerika Serikat yakni University
of California, USA. Ini adalah hanya salah satu dari ribuan bahkan jutaan kasus
serupa di negeri ini. Mulai dari lembaga pendidikan yang tidak berijin, kampus
yang tidak berakreditasi, plagiasi karya orang lain, gelar Sarjana, hingga
gelar doktor bodong. Fakta ini hendak berkata bahwa dunia pendidikan kita penuh
dengan kepalsuan.
Mahasiswa Menjadi Korban
Hal ini akan semakin gawat ketika yang
bersangkutan menjabat sebagai orang nomor satu di universitas, sebab akan berdampak
terhadap masa depan ribuan bahkan jutaan mahasiswa pada kampus yang
dipimpinnya. Gelar sarjana yang ditandatangi oleh rektor yang berijasah bodong
bisa saja dibatalkan. Mahasiswa adalah korban.