Dilematis Hukuman Mati, bagaimana Seharusnya?
Kita boleh
menolak atau mendukung "hukuman mati". Menolak karena kita tahu bahwa
itu seharusnya kedaulatan Tuhan. Mendukung ketika kita sadar bahwa bahaya
narkoba telah merusak generasi bangsa ini. Setiap hari ada 50 orang meniggal
dunia akibat narkoba. Perlu diketahui, Pengguna norkoba adalah "orang
sakit yang perlu diobati", sehingga tidak hanya hukuman yang mereka butuh
tetapi juga rehabilitasi. Tetapi para penjual narkoba manfaatkan keadaan itu
untuk menawarkan narkoba sebagai "obat". Silahkan direnungkan, siapa
yang tidak manusiawi. Negara yang "membunuh" penajual narkoba atas
nama hukum atau penjual narkoba yang "membunuh" anak-anak dengan
narkoba.
Di sisi
lain, banyak yang menawarkan pemerintah untuk hukum para pelaku "hingga
mati di lapas" (BUKAN HUKUMAN SEUMUR HIDUP), tetapi negara menjawab,
"siapa yang kasih makan? uang negara tidak ada untuk kasih makan
mereka". Kalau hitung secara matematis, benar juga kata "negara".
Mari kita menghitung secara sederhana. Misalnya, ada 100 orang yang dihukum
"hingga mati di lapas". Dia masih akan hidup 20 tahun lagi. Anggap
saja biaya hidup per orang Rp.50.000 perhari (biaya makan-minum saja). Sebulan
ada 30 hari. 50.000x30=1,5juta (1 bulan). 1,5 (juta) x 12 (bulan) = 18juta.
Jadi biaya makan per orang Rp. 18juta pertahun. Misalnya ada 100 orang,
maka 18 (juta) x 100 (orang) = 1 miliyar 800juta. Artinya negara harus
mengeluarkan uang 1.800.000.000 untuk 100 orang pertahun. Kalau mereka hidup 20
tahun lagi. Maka Silahkan hitung 1miliar 800juta x 20 (tahun) = 36 miliar. Itu
baru uang makan. Belum keperluan lainnya.
Jadi, kalau
negara takut rugi dan juga kita mengingat bahwa kematian adalah kedaulatan
Tuhan, mungkin pilihan terbaik adalah, mereka dihukum hingga mati di lapas
tetapi keluarga yang tanggug biaya hidup.