“Sikap Diam juga Dosa”
“Sikap Diam juga Dosa”
Saya terinspirasi oleh status Facebook teman saya, yang
berkata demikian, “kerusakkan terjadi
semata-mata bukan karena banyak orang jahat, tetapi banyak orang baik yang
hanya diam”. Dari kata-kata itu saya juga teringat dalam Alkitab, Yehezkiel 3:20b “Jikalau ...Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia,
ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya
tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas
nyawanya dari padamu”. Artinya, jika ada orang yang berbuat jahat dan
engkau tidak mengingatkannya, dan orang itu mati dan dibinasakan, maka engkau
bertanggung jawab atas itu semua. Karenanya, engkau juga patut dihukum. Bila dihukum
berarti engkau juga berdosa. Saya bisa simpulkan bahwa sikap diam seseorang terhadap kejahatan, ketidakberesan, ketimpangan, kesenjangan yang
terjadi di sekelilingnya adalah dosa.
Bila orang yang sebenarnya tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia
tidak melakukannya, ia berdosa. (Yakobus 4:17 “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia
tidak melakukannya, ia berdosa).
Dengan
demikian, maka sikap apatis kita terhadap masalah di daerah/bangsa ini adalah sebuah
kehajatan. Banyak orang yang selalu “Pasrah” atau “Nrimo Ing Pandum”. Psrah dengan pelayanan kesehatan dan rumah sakit yang buruk, pelayanan birokrasi
yang berbelit-belit, kita diam terhadap ketidakadilan, ketidakberesan, kesejangan,
ketimpangan. Terkadang orang agak sulit membedakan antara sikap pasrah dan sikap bersyukur. Pasrah artinya menyerahkan sepenuhnya, menerima apa
adanya. Sikap ini menandakan seseorang berada pada titik dimana dia tidak dapat
berbuat apa-apa selain menerima apa yang ada. Tetapi bersyukur adalah sikap
berterima kasih atas berkat, kebaikan dan karunia Allah. Karena itu, pasrah dan bersyukur sangat jauh berbeda. Dalam Alkitab, orang kristen diajarkan
untuk selalu bersyukur dalam segala kondisi dan keadaan. (I Tesalonika 5:18 “Mengucap syukurlah dalam segala hal”). Tetapi
tetapi bukan diajarkan untuk pasrah pada keadaan. Sikap kepasrahan hanya dilakukan
untuk menyerahkan diri kepada Allah, bukan pasrah terhadap ketidakbenaran dan ketidakadilan.
Bila sikap bersyukur sama dengan pasrah, apakah kita harus
bersyukur untuk korupsi yang terjadi di negeri ini? Kita harus bersyukur dengan
pelayanan rumah sakit dan birokrasi yang buruk? Apakah kita bersyukur atas
ketidakadilan? Bersyukurkah kita atas pemimpin kita yang hanya bekerja untuk
memperkaya diri sendiri? Jawabannya, tidak. Itu bukan bersyukur tetapi sikap kepasrahan
yang mencerminkan kita tidak dapat berbuat apa-apa, pada hal Tuhan berpesan kepada
kita, dalam I Tesaloknika 5:21 “Ujilah
segala sesuatu dan peganglah yang baik”. Dan kita harus paham bahwa kita ada
di tengah dunia yang jahat. Karena Matius 10:16 berkata “Lihat, Aku
mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu
cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”.
Oleh sebab
itu, jangan kita diam terhadap ketidakadilan dan kejahatan yang terjadi
disekeliling kita. Sebab itu juga adalah tanggung jawab kita. Kalau tidak, kita
berdosa dan patut dihukum.