Ilmu dan Kesusksesan Tidak Hanya di Bangku Kuliah
Tulisan ini terinspirasi karena akhir-akhir
ini email saya penuh dengan spam. Ketika saya membaca spam-spam itu ternyata
berasal dari salah satu artikel di blog saya dipenuhi dengan komentar yang berisi
pengeluhan dari sahabat-sahabat saya yang belum beruntung masuk kuliah. Mereka mengeluh
karena mereka tidak bisa kuliah dengan alasan karena orangtua tidak bisa
membiayai, ada pula yang orangtuanya mampu tetapi menyesal karena putus kuliah
di tengah jalan, entah karena terlena dengan pergaulan yang kurang baik dan
lain-lain sebagainya.
Komentar itu membuatku terharu
dan merasa betapa beruntungnya saya bila dibandingkan dengan sahabat-sahabat
saya ini. Bisa sekolah, kuliah dan kuliah lagi hingga ke UGM yang notabene
kampus idaman sebagian orang di negeri ini. Wah, saya sangat bersyukur atas itu
semua. Tuhan merancang itu dengan sangat indah. Tetapi bersamaan dengan itu, terlintas
di pikiran saya pertanyaan ini “apakah benar seperti yang mereka katakan
ilmu dan kesuksesan itu hanya ada di ruang kelas dan bangku kuliah?”. Pertanyaan
ini seakan menjadi lebih dalam ketika saya terus membaca dan memahami komentar-komentar
dari sahabat-sahabat saya itu yang mengatakan bahwa mereka hidup susah karena
tidak kuliah, mereka seperti tidak ada harapan dan merasa rendah ketika bertemu
dengan teman-teman lama yang sudah sarjana, master bahkan doktor. Seakan tidak
ada jalan lain menuju pintu sukses itu. kemudian saya bertanya lagi:
Apa Artinya Kuliah?
Untuk apa jadi sarjana?
Jadi sarjana berarti jadi orang pandai. Saya mencoba melihat kembali ke
belakang, dan mengingat kelakuan-kelakuan sebagian mahasiswa yang memaksa saya
bertanya lagi. Apa artinya kuliah ketika ada orang-orang yang pergi kuliah dengan
secarik kertas dalam saku, tidak punya pena, tidak punya buku, tas-tas penuh
dengan make up dan tissue, bahkan
dalam tas itu tidak terdapat buku dan pena. Buku tulis saja tidak ada, apa lagi
buku cetak/bacaan. Apa artinya kuliah kalau bagi orang-orang yang bangun dari
tempat tidur, mandi dan tidak tahu hari ini mata kuliah apa dan dosen siapa yang
mengajar. Apa artinya kuliah kalau kampus hanya jadi tempat mabuk-mabukan,
pergi kuliah dengan aroma alkohol, jadi ajang unjuk kekuatan fisik bukan kekuatan
pikiran (ilmu)? Apa artinya kuliah kalau selama bertahun-tahun di kampus tidak
pernah mencatat nama di buku tamu atau pengunjung perpustakaan, buru-buru mau
jadi pengunjung, kartu member
perpustakaan saja tidak ada. Apa artinya kuliah kalau kampus hanya dijadikan
tempat untuk unjuk gaya, pacaran bulan ini pacar lain-bulan depan pacar lain, kampus
jadi seperti sebuah wadah yang menunjukkan bahwa mereka laku dan mampu
menaklukkan cewek/cowok walaupun hanya modal kendaraan keren hasil jerih payah
orang tua. Unjuk gaya dengan dress dan
sepatu mahal setiap bulan, kampus seperti panggung reality show yang hanya gosip dan unjuk kemewahan. Apakah kuliah
itu hanya ajang unjuk kemampuan fisik ketika ospek mahasiswa baru? Apa
artinya kuliah kalau mahasiswanya mengheningkan cipta ketika dosen kasih
kesempatan untuk bertanya? Apakah itu
yang namanya kuliah?
Untuk apa jadi sarjana kalau selama jadi mahasiswa harap gampang.
Semua ilmu dan materi harap dosen dan belajar di kelas. Tidak punya niat untuk
belajar di luar kelas, untuk mencari tahu tentang silabus perkuliahan yang
dipelajari besok dan seterusnya. Apa gunanya jadi sarjana yang tidak mempunyai
kreativitas, hanya update status di medsos yang tidak berkualitas, tidak ada
kontribusi apa-apa di lingkungan baik organisasi rohani maupun organisasi
kemasyarakatan lainnya. Apakah masih dapat disebut orang pandai (defenisi Sarjana menurut KBBI) kalau masih
mandi keringat ketika diminta bicara di depan umum? Apa bedanya dengan orang
yang tidak sekolah kalau hanya duduk-duduk di pinggir jalan, mabuk-mabukkan bisanya
ganggu cewek-cewek yang lewat. Untuk apa jadi sarjana kalau dalam keluarga saja
tidak produktif, bangun pagi jam 9/10, bermalas-malasan, tidak punya aktivitas
lain selain maen game di gadget dan
kompter, jalan-jalan dan tidak tahu berbuat sesuatu yang minimal berguna dan
positif bagi diri sendiri. Apakah itu
yang namanya Sarjana?
Kemudian sambil merenungkan itu,
saya ingat pada sebuah artikel yang berjudul “Orang-orang “gila” yang menjadi miliader dunia”. Awalnya saya
kaget baca judul artikel ini. Setelah baca dan pahami, ternyata ada tiga sosok yang
saya paling kagumi diangkat dalam artikel itu, yakni Ibu Susi Pudjiastuti, Andrie Wongso dan Eka Tjipta Widjaya. Ibu Susi
tidak tamat SMA tetapi bisa membangun usaha penerbangan Susi Air yang kurang
lebih mempunyai 50 pesawat dengan memperkerjakan sekitar 180 pilot dalam dan
luar negeri dan sekarang menjadi Menteri dan ide-idenya yang orang anggap anti-mainsteam tetapi inovatif untuk
membangun bangsa ini, Andrie Wongso, SD pun tidak ditamatkannya tetapi menjadi
motivator handal dengan gaya bicara yang sederhana tetapi full power, Eka Tjipta Widjaya orang dari keluarga miskin yang hanya
pendidikan SD dan kini menjadi konglomerat yang menghidupi 70ribuan karyawan dalam
sekitar 200 perusahaan termasuk mereka yang sarjana juga jadi karyawannya. Atau
miliader dunia lainnya yang putus kuliah seperti Bill Gates (owner dari
Microsoft), Mark Zukerberg (owner facebook), Larry Ellison pengusaha yang tidak
menyelesaikan kuliah tetapi mempunyai harta 28 US dollar, dan ribuan bahkan jutaan
orang lain yang tidak pernah kuliah tetapi menjadi konglomerat dunia.
Dari catatan-catatan
itu, pertanyaan saya di atas terjawablah sudah, Ilmu dan Kesusksesan Tidak Hanya
di Bangku Kuliah. Tergantung dari niat kita dalam mengembangkan diri. Di
era yang canggih ini, dunia hanya ada di ujung jari. Apa pun yang sahabat-sahabat
cari, semua ada di perpustakaan dunia (google dan sejenisnya). Sekolah bukan
tidak penting, sekolah itu sangat penting, tetapi bila tidak bisa kuliah atau
sekolah, apakah kita harus terus-menerus menyesali itu? Tidak. Mungkin pintu lain tertutup tetapi terkadang
kita terlalu lama terpaku di pintu yang tertutup itu dan tidak bisa melihat
ribuan pintu sukses lain yang terbuka. Terlalu sibuk melihat kesuksesan dan
kelemahan orang lain, lupa melihat diri kita bahwa kita juga lemah dan
sebenarnya bisa jadi sukses.
Terkadang juga ada orang dengan begitu
bangganya bila masuk ke perguruan tinggi negeri terbaik. Seakan-akan itulah kunci
sukses dalam studinya. Yah, memang benar, itu menjadi salah satu yang perlu
dibanggakan, tetapi apakah artinya perguruan tinggi terbaik bila kita tidak
belajar? Perguruan tinggi yang pas-pasan
pun bisa menghasilkan output (lulusan)
terbaik bila mahasiswanya niat mengembangkan diri, tidak harap dari dosen di
kelas saja. Apa bedanya orang yang kuliah dengan gelar sarjana yang tidak
mempunyai kontibusai apa pun bagi diri, keluarga dan lingkungannya dengan orang
yang tidak sekolah tetapi mempunyai niat untuk mengembangkan diri? Jadi, bila tidak
bisa kuliah karena alasan orangtua tidak mampu, mungkin ada jalan lain, seperti
beasiswa dan atau sahabat-sahabat mempunyai kegemaran (passion) di bidang
lain, ada baiknya dikembangkan untuk jadi sukses. Jadi sekali lagi, Ilmu dan
Kesusksesan Tidak Hanya di Bangku Kuliah.
*sekali lagi, tulisan ini tidak bermasud mengatakan sekolah/kuliah itu
tidak penting*