APBN 2015: Pembangunan Infrastruktur Menjembatani Pembangunan Ekonomi
Pembangunan
Infrastruktur Menjembatani Pembangunan Ekonomi

Infrastruktur
adalah jantungnya perekonomian suatu negara. Keadaan geografis Indonesia yang
berkepualaun, memang menjadi tantangan tersendiri bagi pembangunan ekonomi. Kurang
memadainya infrastruktur sering menimbulkan masalah dalam hal menyuplai dan distribusi
barang dan jasa dari satu daerah ke daerah yang lain. Kondisi inilah yang
disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang berkontribusi pada kesenjangan
antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Apalagi saat ini pemerintah saat
ini menargetkan peretumbuhan ekonomi dapat mencapai 7%.
Persoalan
ekonomi selalu menjadi bagian dari masalah bangsa ini. Misalnya saja, mahalnya
harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat yang dialami oleh dearah-daerah
terpencil, seperti sebagain Papua, dan sebagian daerah di NTT adalah bagian
dari minimnya pemabngunan infrastuktur. Infrastruktur yang kurang memadai
inilah yang menjadi penghambat distribusi barang-barang kebutuhan masyarakat.
Oleh
sebab itu, pembangunan infrastruktur menjadi perhatian penting dalam
pemerintahan Jokowi-JK dalam periode 5 tahun mendatang. Pembangunan infrastruktur
dipercaya akan menjadi jembatan pemertaan bagi daerah-daerah di Indonesia. Demikian
dilansir Koran Sindo edisi Kamis, 18
Desember 2014. Pembangunan jalan baru 2.650 km, jalan tol 1.000 km,
pemeliharaan jalan 46.770 km, pembangunan 24 pelabuhan baru dan pelabuhan penyeberangan
akan dibangun di 60 Lokasi di seluruh nusantara, pengadaan kapal penyebarangan
perintis 50 unit, Pembangunan BRT di 29 kota, pembangunan angkutan massal di 6
kota metropolitan dan 17 di kota besar, pembangunan 15 bandara baru, pengadaan
20 pesawat perintis, pengembangan bandara untuk pesawat cargo di 16 lokasi. Selain
itu, akan dibangun rusunawa sebanyak 5.257 Twinblok untuk 515.711 rumah tangga,
bantuan stimulan perumahan swadaya 5,5 juta rumah tangga, penanganan kawasan kumuh
37.407 Ha, fasilitasi kredit perumahan untuk MBR 2,5 juta rumah tangga, pembangunan
SPAM di perkotaan 21,4 juta sambungan rumah (268.680 liter/detik),
Pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.
MW, pembangunan SPAM di pedesaan 11,1 juta
sambungan rumah (22.647 desa), pembangunan sistem air limbah komunal di
227 kab/kota, pembangunan IPLT untuk pengelolaan lumpur tinja perkotaan di 409
kab/kota, pembangunan TPA sanitary landfill dan fasilits 3R di 341 kab/kota dan
fasilitas 3R terpuas dan komunal di 294 kab/kota, pengurangan genangan seluas 22.500
Ha di kawasan pemukiman. Infrastruktur lainnya adalah pembangunan 2 kilang
minyak 2x300.000 barrel, perluasan kilang minyak di Cilacap dan Balongan (dikutip dari Koran Sindo edisi Kamis, 18
Desember 2014) Beberapa prioritas
pembangunan tersebut di atas adalah sebagian besar pembangunan infrastruktur yang
masuk dalam program pembangunan Jokowi-JK. Dengan demikian, diharapkan dapat
memecahkan masalah kesejangan di negeri ini.
Di bidang
pertanian, Jokowi ingin mewujudkan mimpi swasembada pangan pada tahun ketiga
pemerintahannya, terutama beras, jagung dan gula. Dana pengalihan subsidi BBM, dikonsentrasikan
untuk pangan, khususnya perbaikan-perbaikan irigasi. Pada 5 tahun mendatang pemerintahan
Jokowi akan membangun dan memperbaiki infrastruktur irigasi, termasuk
pembangunan dam dan bendungan. Ketika mengunjungi Provinsi Sulawesi Selatan,
Presiden Jokowi menyatakan bahwa akan dibangun 25-30 waduk dalam waktu 5 tahun,
11 waduk di antaranya siap dibangun tahun depan dengan biaya Rp 8,2 triliun
melalui Kementerian Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat (PU-Pera). Lima bendungan di
antaranya akan dibangun bendungan Krutol di Aceh, Bendungan Pengaraya di
Banten, Bendungan Loyo di Kudus, Bendungan Ratnamu di NTT, dan satu bendungan
di Kalimantan Timur. Sementara, anggaran untuk irigasi sawah, disiapkan Rp.15
triliun, melalui Kementerian Pertanian. Sekitar 52 persen saluran irigasi di
Indonesia mengalami kerusakan karena umut rata-rata 25 tahun ke atas. Bila
mampu berswasembada beras dan kebutuhan dalam negeri terpenuhi, maka Indonesia akan
mengurangi inpor beras.
Namun,
persoalan yang membayangi program-program pembangunan Jokowi-Jk adalah minimnya
anggaran. APBN untuk kementrian Pekerjaan Umum (PU) yang hanya 81,3 triliuan
agaknya sulit untuk membanguan infrastruktur seperti yang dicita-citakan
Jokowi. Tetapi angin segarnya setelah mengurangi subsidi BBM, diprediksi
terdapat raung fiskal yang cukup besar untuk APBN Perubahan 2015. Persoalan
lainnya adalah penyerapan anggaran-anggaran di daerah yang kurang maksimal. Setiap
tahun sebagain besar anggaran di daerah sangat minim untuk belanja pembangunan.
Ini akan menjadi tantangan selanjutnya bagi pembangunan Nasional. Maka yang
harus dilakukan pemerintah adalah harus mengurangi penyerapan anggaran pada
belanja-belanja yang tidak produktif. Salah satu kebijakan untuk itu misalnya, kebijakan
kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
yang melarang adakan rapat di hotel dan mengurangi penggunaan AC dan Listrik di
kantor-kantor di seluruh Nusantara.
Di sisi lain, kelemahan anggaran selama ini juga adalah subsidi energi
yang berlebihan. Itulah gunanya pemerintah mengurangi subsidi energi untuk
menciptakan ruang fiskal bagi pembangunan yang produktif.
Kelemahan
Sistem Anggaran Pemerintah Selama ini
Pengalokasian dan penyerapan APBN dan APBD selama ini masih
menyisihkan banyak kelemahan. Penyerapan APBD yang kurang maksimal dan walaupun
maksimal tetapi belanja pegawai lebih besar dari belanja modal dan kesejahteraan
rakyat. Sementara APBN masih tersandera dengan subsidi. Nilai subsidi tahun 2015 sebesar Rp. 414,7 triliun
atau 20% dari total APBN. Nilai ini terdiri dari subsidi nonenergi 69,997,7 dapat
dilihat dalam tabel berikut:
Semantara itu, Rp 68,69 triliun untuk subsidi listrik, sedang sisanya
adalah subsidi BBM. Subsidi BBM ini sudah menjadi persoalan lama bagi bangsa
ini. Pasalnya, subsidi BBM paling menyita ruang fiskal APBN tetapi tidak
produktif. Anggaran subsidi listrik tahun 2015 dialokasikan sebesar Rp 68,69
triliun. Alokasi subsidi ini lebih rendah daripada subsidi tahun 2014 yang
mencapai Rp 85,75 triliun.
Besaran transfer ke daerah dalam postur APBN 2015 berada
di urutan kedua, yakni Rp.638,0 triliun (31%). Tetapi kelemahannya adalah
seringkali penyerapan APBD tidak maksimal. Misalnya dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Dari
data di atas, dapat dilihat bahwa tren realisasi atau penyerapan APBD dari
tahun ke tahun semakin rendah atau menurun. Dari sisi persentase, realisasi
belanja daerah sampai dengan triwulan I (bulan Maret 2014) sebesar 11,7%. Lebih
rendah bila dibandingkan dengan
realisasinya pada periode
yang sama tahun 2013 (13,6%), tahun 2012 (13,3%), serta realisasi pada tahun
2011 (14,0%).
Selain
itu, penyerapan APBD masih minim untuk belanja modal atau belanja pembangunan.
APBD masih berkutat pada belanja pegawai yang notabene tidak produktif. Dikutip
dari Tempo edisi Jumat, 02 Januari 2015, berikut adalah 16 daerah dengan belanja pegawai tertinggi:
1. Kota
Tasikmalaya = 70 persen
2. Kabupaten
Klaten = 70 persen
3. Kota
Bitung = 70 persen
4. Kota
Padang Sidempuan = 70 persen
5. Kabupaten
Sragen = 70 persen
6. Kabupaten
Purworejo = 70 persen
7. Kabupaten
Pemalang = 70 persen
8. Kabupaten
Kulon Progo = 71 persen
9. Kabupaten
Bantul = 71 persen
10. Kabupaten
Kuningan = 71 persen
11. Kota Palu = 71 persen
12. Kabupaten
Simalungun = 72 persen
13. Kabupaten
Agam = 72 persen
14. Kota
Ambon = 73 persen
15. Kabupaten
Karanganyar = 75 persen
16. Kabupaten
Lumajang = 83 persen
Daerah-daerah yang menghabiskan
anggaran daerah hingga 70% untuk belanja pegawai tentu mengurangi kemampuan
APBD untuk melaksanakan program kesejahteraan rakyat. Karena itu, APBD seharusnya
lebih diprioritaskan untuk belanja modal dan pembangunan kesejahteraan rakyat
daripada membiayai operasional aparatur daerah yang kurang produktif.
Yang Harus
Dilakukan Pemerintah
1) Kebijakan pemerintahan Jokowi-JK sudah tepat
dengan mengurangi subsidi BBM. Sebab itu akan menciptakan ruang fiskal untuk
belanja pembangunan
2) Naikan
pajak mobil. Pajak mobil yang masih sangat rendah akan mendorong orang untuk
terus membeli mobil, sehingga banyak mengonsumsi BBM. Selain itu juga untuk menambal
pendapatan negara
3) Subsidi
silang dari orang berpendapatan tinggi kepada masyarakat yang kurang mampu. Selama
ini, kesejangan pendapatan di negeri ini sangat tinggi. Subsidi silang ini
artinya pemerintah mengenakan pajak yang tinggi kepada para pengusaha-pengusaha
kaya supaya membantu pendapatan negara untuk membantu masyarakat yang kurang
mampu.
4) Naikan
Tarif dasar listrik dan Kerata api
Isu kenaikan tarif dasar listrik dan tarif
kereta api di tahun baru ini adalah kebijakan yang tepat.
5) Mencegah
kebocoran APBN
APBN kita masih sering bocor, misalnya korupsi.
Korupsi perlu digencarkan lagi supaya mengendalikan penyelewengan uang negara.
Sebab, sia-sialah semua usaha pemerintah dalam menambahkan pendapatana negara
bila APBN masih bocor sini sana.
APBN 2015 Belum Sesuai dengan Prioritas Pembangunan Bidang
Ekonomi
Di tengah semangat pemerintah mengejar pertumbuhan
ekonomi hingga 5,6% tahun 2015,
ternyata APBN belum berpihak pada pembangunan
ekonomi. Bila menelaah stuktur APBN 2015, dimana tercatat Rp.2.039,5 triliun yang dibagi
dalam empat kategori besar, yaitu, 32% atau Rp.647,3 triliun untuk belanja kementrian
negara/lembaga, transfer ke daerah Rp.638,0 triliun atau 31%, subsidi Rp. 414,7
triliun atau 20% dari APBN, dan Rp.152,0 Triliun untuk pembayaran bunga utang
atau 8%, Dana desa Rp.9,1 triliun, serta 9% atau 178,4 triliun untuk belanja
lainnya. Dari postur APBN tersebut di atas, ternyata subsidi masih
menyedot porsi APBN 2015. Karena besar anggaran untuk subsidi, dengan
sendirinya menciptakan ruang fiskal yang sempit bagi belanja modal atau
pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu, struktur APBN 2015 belum sesuai dengan
prioritas pembangunan ekonomi.