Siaran Langsung Persalinan Ashanty “Miskin Mutu”
Entah apa yang terjadi dengan sebagian media massa di negeri ini,
semakin hari-semakin keablasan materi pemberintaan dan siarannya. Sejak Pileg
dan Pilpres yang lalu, sebagian media massa sudah kehilangan idealisme sebagai sumber informasi yang bebas
dan netral dalam pemberitaan. Baru saja kita menyaksikan siaran yang yang ”spektakuler” tetapi “miskin mutu” yakni Ashanty yang sedang berjuang mengeluarkan bayinya dari dalam
kandungan (melahirkan). Selain itu, tentu belum hilang dari memory kita siaran
langsung (live) pernikahan “RA-NS” salah satu dari sederet artis
lainnya yang kurang lebih sama mutunya dengan siaran persalinan Ashanty tetapi sok seperti pernikahan Adipati Camridge (Pangeran Kerajaan
Inggris), William Arthur Philip Louis (Pangeran
William) dengan Catherine Elizabeth Middleton (Kate Middleton). Persalinan dan pernikahan yang awalnya hal yang
sakral dan suci, kini menjadi serupa dengan acara reality show yang dikonsumsi publik dengan kemasan yang beraneka rupa
oleh media massa dan para sponsor demi rupiah.
Idealnya, Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) serta peran media massa dalam
masyarakat, baik media cetak maupun elektronik adalah sumber informasi
yang faktual dan aktual, media edukasi, dan sarana
hiburan bagi masyarakat (pamirsa/pembaca). Sebagai sumber informasi, media massa berperan sebagai pemberi atau
penyebar berita kepada masyarakat, seperti informasi lewat berita-berita aktual
dan faktual yang terjadi baik di sektor regional, nasional maupun internasional.
Sebagai sarana hiburan, media massa berperan
menyajikan materi-materi, berita atau siaran yang dapat menghibur para pembaca/pamirsanya.
Sementara berhubungan dengan fungsi edukasi,
media massa adalah agen atau sarana untuk menyajikan ilmu pengetahuan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan para penggunanya.
Berkaitan dengan ketiga fungsi di
atas, pertanyaannya, apakah pemberitaan / siaran langsung oleh media televisi tentang
pernikahan artis “RA-NS” yang
hampir 24 jam disajikan kepada masyarakat sebagai pemilik frekuensi dan siaran langsung
persalinan Ashanty dapat memenuhi unsur-unsur pemberitaan di atas? Bila ya, apa
unsur edukasi dan hiburannya, ataukah begitu pentingnya persalinan Ashanty untuk
diiformasikan ke publik, sampai-sampai diberitakan secara live? Bila hanya dengan alasan klasik Anang Hermansa karena istrinya
sering keguguran beberapa kali, sebab itu perlu disiarkan secara langsung
sebagai perjuangan istrinya, bukankah banyak para ibu di negeri ini yang mempunyai
kisah seperti itu? bahkan ada yang lebih memprihatinkan. Alasan Anang masih
diluar akal budi manusia yang berpikir cermat. Belum lagi Anang Hermansa
sebagai publik figur dan legislator yang seharusnya menjadi panutan bagi penggemar
dan konstituennya.
Mengingat media Televisi sebagai
salah satu media elektronik yang mempunyai jangkauan yang sangat luas dan
relatif mudah dan murah, karena itu dapat dinikmati oleh segala usia dari
anak-anak yang tidak tahu baca tulis hingga orangtua, seharusnya aspek kualitas
dan kesesuaian materi siaran menjadi pertimbangan utama. Bukan malah menyajikan
hal-hal yang miskin mutu. Siaran seperti itu pula adalah bentuk pelanggaran
terhadap hak publik untuk mendapatkan siaran yang bermutu. Publik adalah pemilik
frekuensi dari sebuah stasiun TV, karena itu sudah wajib hukumnya mereka
mendapatkan siaran yang berkualitas sebagai pamirsa. Namun, realitasnya menjadi
jauh terpanggagang api. Media televisi sepertinya sudah terjebak dalam lingkaran
setan rupiah dari para sponsor serta hanya bertujuan untuk mengejar rating. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
seharusnya bertindak untuk membela hak-hak publik. Bukan malah berpangku tangan
dan mengijinkan siaran-siaran yang kurang mendidik seperti itu.