UNDANG-UNDANG KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (UU KPPU) REPUBLIK INDONESIA_DAFTAR PERIKSA KEBIJAKAN PERSAINGAN
DAFTAR PERIKSA KEBIJAKAN PERSAINGAN
Pengarah :
Ir. Muhammad Nawir Messi, M.Sc.
Pengarah : Drs. Munrokhim Misanam, MA., EC., PhD.
Pengarah : Edi Putra Irawady
Pengarah :
Amalia Adininggar Widyasanti, PhD.
Penanggung Jawab : Taufik Ahmad, ST., MM.
Ketua :
Noor Aisyah Amini, SP., ME.
Wakil Ketua :
Liasari, Spi.
Anggota :
1. Ayu Sitoresmi, SH., MH.
2.
Istiqomah, Spd.
3.
Firdaussy Yustiningsih, STP.
4.
Muhammad Agus Rachmadi, SE.
5.
Wahyu Retno Dwi Sari, SAB., MA.
6.
Herminingrum, SH.
KOMISI
PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
REPUBLIK
INDONESIA
DAFTAR ISI
Pendahuluan .......................................................................................... 1
Pemeriksaan
Peraturan Menggunakan Daftar Periksa Kebijakan
Persaingan .............................................................................................. 4
Daftar Periksa
I : Untuk Seluruh Peraturan Sektor Ekonomi Yang tidak dikecualikan dalam UU No
5 Tahun 1999............................................... 10
Daftar Periksa
II
: Untuk Peraturan Pelaksana Peraturan Perundangan 15
Daftar Periksa
III
: Untuk Peraturan Yang Memberikan Hak Monopoli ................................................................................................................ 17
Daftar Periksa IV : Untuk Peraturan Yang Memberikan
Perlindungan bagi Pelaku Usaha Tertentu di Sektor Tertentu
Penutup .................................................................................................. 23
Lampiran
PENDAHULUAN
Dalam Tata
Pemerintahan Republik Indonesia dewasa ini, Pemerintah Daerah memiliki nilai
yang sangat strategis. Selepas era reformasi dan berlakunya Undang-undang No 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Peran Pemerintah Daerah baik Pemerintahan Provinsi
maupun Pemerintahan Kota/Kabupaten menjadi sangat signifikan dalam proses
pengelolaan negeri ini.
Dalam proses
pengelolaan daerah yang menjadi kewenangannya, Pemerintah Daerah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki kewenangan untuk melahirkan peraturan
perundangan yang yang ditujukan untuk pengelolaan daerah.
Apabila kita
merujuk ke UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
pasal 8 maka peraturan/kebijakan yang menjadi
kewenangan daerah antara lain meliputi Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota, peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Dalam proses
penyusunan peraturan perundangan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
agar peraturan perundang-undangan/kebijakan yang menjadi kewenangan daerah
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam
kaitan dengan ini, UU No 32/2004 Bab VI Pasal 145 ayat (2) telah mengatur bahwa
Perda yang diajukan kepada Pemerintah yang bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh
Pemerintah.
Hal yang juga
mengatur bagaimana proses hukum dari sebuah peraturan perundang-undangan di daerah
yang dianggap bertentangan degan peraturan perundangan di atasnya diatur dalam
UU No 12 Tahun 2011,
tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Undang-undang No 12/2011
pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa Dalam
hal suatu Peraturan
Perundang-undangan di bawah Undang-Undang
diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Memperhatikan
hal tersebut, maka menjadi sangat penting bagi Pemerintah Daerah untuk menjaga
agar proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang menjadi kewenangannya tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
Di sisi lain,
berkaitan dengan persaingan usaha Undang-undang No 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, melalui pasal 35
huruf e mengamanatkan
kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk melaksanakan tugas memberikan saran
dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah, apabila KPPU memandang
kebijakan Pemerintah tersebut menjadi sumber terjadinya perilaku persaingan
usaha tidak sehat.
Untuk itu, maka
menjadi tugas KPPU mengawasi seluruh kebijakan Pemerintah Pusat maupun daerah
dalam perspektif persaingan. Dan apabila ditemukan kebijakan yang bertentangan
dengan prinsip persaingan usaha yang sehat, maka KPPU akan memberikan saran
pertimbangan dengan substansi perbaikan atau bahkan pencabutan kebijakan.
Memperhatikan
bahwa hal-hal yang bersifat kuratif atau penindakan dipandang sangat tidak
efisien karena peraturan/kebijakan yang
bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dan telah di-implementasikan
telah menimbulkan sejumlah kerugian masyarakat, maka dikembangkan cara agar
kebijakan yang bertentangan dengan UU No 5/1999 dapat dicegah sedini mungkin.
Cara ini adalah
dengan mengembangkan sebuah tools/alat
periksa peraturan/kebijakan
Pemerintah Daerah yang akan
mengidentifikasi sedini mungkin kesesuaian substansi pengaturan kebijakan
dengan UU No 5/1999. Alat tersebut adalah Competition
Checklist atau Daftar Periksa Kebijakan Persaingan.
Alat ini
diharapkan dapat digunakan siapapun, khususnya Pemerintah Daerah untuk
mengidentifikasi kesesuaian sebuah rancangan peraturan/kebijakan atau peraturan/kebijakan yang
eksisting dengan UU No 5/1999, sehingga tidak ada lagi peraturan/kebijakan yang
bertentangan dengan UU No 5/1999.
Atas dasar
nilai strategis seperti itulah, maka buku petunjuk penggunaan daftar periksa
kebijakan persaingan ini disusun.
PEMERIKSAAN PERATURAN
DENGAN DAFTAR PERIKSA KEBIJAKAN PERSAINGAN
Daftar Periksa
Kebijakan Persaingan ini, merupakan daftar periksa yang telah disusun KPPU
berdasarkan best practice di dunia
serta dengan memperhatikan UU No 5 Tahun 1999 terkait national interest sebagaimana termuat dalam pasal 50 dan 51 UU No
5/1999.
Daftar Periksa
Kebijakan Persaingan ini terdiri dari 3 (tiga) modul utama, yakni :
1)
Daftar Periksa I : Untuk memeriksa seluruh peraturan sektor
ekonomi yang tidak dikecualikan dalam UU No 5 Tahun 1999 atau bukan peraturan
yang memberikan hak monopoli atau pembatasan pelaku usaha.
2)
Daftar Periksa II : Untuk memeriksa apakah peraturan merupakan
bagian dari peraturan perundangan yang dikecualikan dalam pasal 50 huruf a?
3)
Daftar Periksa III
: Untuk memeriksa peraturan yang memberikan hak monopoli atau pembatasan
pelaku usaha.
Daftar Periksa
di atas, dapat digunakan untuk memeriksa baik rancangan peraturan ataupun
peraturan perundangan eksisting.
Proses Pemeriksaan Peraturan Perundangan
Peraturan Perundangan,
adalah sebuah peraturan perundangan yang berlaku saat ini dalam pengaturan
sebuah sektor.
Sama halnya
dengan rancangan peraturan perundangan, peraturan yang eksisting apabila
dilihat dari perspektif persaingan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok
besar yakni :
1. Peraturan
perundangan dengan konsep persaingan di dalamnya
2. Peraturan
perundangan dengan intervensi Pemerintah terhadap pasar di dalamnya.
Berbeda dengan
pemeriksaan rancangan peraturan perundangan, pemeriksaan peraturan eksisting
dilakukan secara berurutan. Nomor urut mencerminkan prioritas pemeriksaan.
Adapun
langkah-langkah pemeriksaan, selengkapnya adalah sebagai berikut :
Memeriksa
seluruh subtansi pengaturan dalam peraturan perundangan eksisting dengan
menggunakan daftar periksa I
Apabila seluruh
jawabannya TIDAK, maka proses
pemeriksaan dihentikan. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa peraturan
perundangan eksisting yang diperiksa selaras dengan UU No 5/1999.
Apabila dalam
jawabannya terdapat jawaban
YA yang berarti ada bagian yang tidak selaras dengan prinsip persaingan
usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999, maka proses
Pemeriksaan dilanjutkan dengan menganalisis penyebab munculnya kata YA tersebut.
Penyebab munculnya kata YA tersebut,
ditindaklanjuti dengan daftar periksa yang sesuai.
Selengkapnya
tindak lanjut kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Apabila
penyebabnya adalah pengaturan kegiatan atau perjanjian yang dikecualikan oleh
peraturan perundangan, sebagaimana diatur dalam pasal 50 huruf a UU No 5/1999,
maka pemeriksaan dihentikan. Peraturan perundangan yang diperiksa tetap berlaku
sebagaimana mestinya.
b. Apabila
penyebabnya adalah adanya penunjukan monopoli oleh pelaku usaha tertentu
sebagaimana diatur dalam pasal 51 UU No 5/1999, maka pemeriksaan dilanjutkan
dengan menggunakan daftar periksa III.
c. Apabila
penyebabnya adalah karena rumusan pengaturannya salah sehingga bertentangan
dengan UU No 5/1999 maka dilakukan harmonisasi dengan tujuan merevisi atau
mencabut klausul pengaturan yang bertentangan dengan UU No 5/1999.
d. Apabila
penyebabnya adalah rumusan pengaturan untuk tujuan perlindungan pelaku usaha
tertentu, maka Pemerintah Pusat/Daerah harus melakukan Kajian Analisa Dampak untuk
mengetahui dampak dari peraturan tersebut.
Apabila KPPU
sudah memiliki Kajian
Analisa Dampak terkait pengaturan tersebut, maka dapat langsung
diperiksa bagaimana Analisa
Dampak yang dimiliki KPPU tersebut. Apabila Hasil Kajian Analisa Dampak memperlihatkan
pentingnya perlindungan, maka perlindungan dapat dilakukan. Akan tetapi apabila
hasilnya menyatakan perlindungan membawa dampak persaingan tidak sehat yang
secara ekonomi nilainya jauh lebih besar dari tujuan perlindungan pelaku usaha
tertentu, maka substansi pengaturan dicabut.
Contoh untuk
industri ritel. KPPU telah memiliki Kajian Analisa Dampak berkaitan
dengan industri ritel, yang memperlihatkan bahwa pengaturan zonasi dan
pembatasan lain dari ritel modern adalah intervensi yang dapat digunakan
Pemerintah untuk menjaga agar persaingan tidak sebanding antara pelaku usaha
ritel modern dan kecil/trandisional tidak merugikan ekonomi nasional. Oleh
karena itu, pengaturan tentang hal tersebut dapat dibenarkan.
DAFTAR PERIKSA
I : UNTUK SELURUH PERATURAN SEKTOR EKONOMI DENGAN PERSAINGAN PENUH DI DALAMNYA
Daftar periksa
I, adalah daftar periksa yang digunakan untuk melakukan proses pemeriksaan
apakah rancangan peraturan perundangan atau peraturan perundangan yang berlaku
memiliki substansi pengaturan yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha
yang sehat atau tidak.
Desain pertanyaan
dalam daftar periksa I, dibuat untuk memastikan bahwa persaingan sehat
benar-benar diimplementasikan secara utuh, tidak ada satupun klausul pengaturan
yang dianggap akan menghambat implementasi persaingan usaha yang sehat.
Setiap klausul
pengaturan yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat baik
karena intervensi Pemerintah untuk tujuan perlindungan dan kepentingan nasional
(national interest) lainnya pasti
dianggap tidak selaras oleh daftar periksa ini. Dalam hal inilah, maka setelah
pengecekan dilakukan, harus dipahami apa yang menjadi penyebab tidak
selarasnya. Apakah karena intervensi Pemerintah atau bukan.
Daftar periksa
I, ini secara keseluruhan terdiri dari 4 (empat) kelompok besar yang bisa dilihat
dari paparan di bawah ini.
1. Daftar Periksa
Pengaturan Pembatasan Jumlah dan Jangkauan Pemasok
Daftar
pertanyaan dalam bagian ini, ditujukan untuk mengidentifikasi ketentuan peraturan yang memberikan privilege
bagi satu atau beberapa pelaku usaha. Pemberian privilege dapat menyebabkan
terciptanya kekuatan pasar. Kekuatan pasar pada satu atau beberapa pelaku usaha
rawan untuk disalahgunakan. Bagian ini bermaksud menelusuri ketentuan-ketentuan
dalam peraturan/ rancangan peraturan yang diduga memberikan manfaat bagi satu
atau beberapa pelaku usaha secara tidak wajar. Berikut beberapa pertanyaan
dalam bagian ini.
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
1. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang memberikan hak eksklusif kepada satu atau beberapa
pelaku usaha dalam
hal pengadaan, penyediaan, dan/atau penjualan pada satu pasar?
|
||
2. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
persyaratan tertentu seperti persyaratan kualitas tinggi, modal,
pengalaman, dan persyaratan lainnya yang hanya dapat dipenuhi oleh
satu atau beberapa pelaku usaha?
|
||
3. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang membatasi kemampuan pemasok tertentu untuk menyediakan barang
atau jasa?
|
||
4. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang menaikkan biaya masuk atau keluar dari pasar secara tidak wajar seperti syarat biaya
tender, biaya modal, biaya perijinan, dan biaya lainnya?
|
||
5. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang membatasi wilayah pemasaran atau alokasi pasar
terhadap barang/bahan baku/jasa/modal/tenaga kerja?
|
2. Daftar Periksa
Pengaturan Pembatasan Kemampuan Pemasok
Daftar Periksa di Bagian ini
dimaksudkan untuk menelusuri ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang
menimbulkan pembatasan kemampuan bersaing dari pemasok dalam satu pasar. Pembatasan
kemampuan bersaing dapat dilakukan dengan pembatasan pemasaran atau peningkatan
biaya produksi secara tidak wajar bagi pemasok tertentu. Pembatasan kemampuan
bersaing ini dapat menyebabkan variasi harga dan keragaman produk dalam pasar
menjadi terbatasi. Berikut pertanyaan-pertanyaan pada bagian ini:
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
1. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang membatasi kemampuan penjual untuk menetapkan harga
barang/jasa?
|
||
2. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang membatasi kebebasan pelaku usaha untuk mempromosikan dan memasarkan
barang atau jasa?
|
||
3. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan tentang standar kualitas produk yang menguntungkan pelaku usaha tertentu?
|
||
4. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang menaikkan biaya produksi secara tidak
wajar bagi pemasok
tertentu? (khususnya perlakuan yang menguntungkan pelaku usaha lama
dibandingkan pendatang baru)
|
3. Daftar Periksa
Pengaturan Pengurangan Insentif Untuk Bersaing
Bagian ini memuat daftar-daftar periksa
yang ditujukan untuk mengidentifikasi ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang
menciptakan disinsentif bagi persaingan usaha. Ketentuan-ketentuan yang
dimaksud mengatur pengurangan insentif untuk bersaing adalah ketentuan yang
mem-fasilitasi perilaku kartel yang melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Pengurangan Insentif bersaing dapat menyebabkan inovasi yang seharusnya lahir
dari persaingan yang sehat terhambat. Dan pada akhirnya mengurangi
kesejahteraan konsumen. Berikut pertanyaan-pertanyaan pada bagian ini:
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
1. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang menciptakan pengaturan sendiri atau bersama?
|
||
2. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang mengharuskan pemasok menginformasikan tentang produk, harga,
penjualan atau biaya?
|
||
3. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang mengecualikan kegiatan industri atau kelompok pemasok tertentu
dari Undang-Undang persaingan usaha?
|
4. Daftar Periksa
Pengaturan Pembatasan Pilihan Barang atau Jasa Bagi Konsumen
Daftar periksa yang masuk dalam bagian
ini memuat pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk menelusuri
ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang membatasi pilihan barang dan jasa yang
dapat dipilih oleh konsumen. Berikut pertanyaan-pertanyaan pada bagian ini:
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
1. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan membatasi konsumen untuk memilih pemasok?
|
||
2. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan mengenai pembatasan mobilitas konsumen untuk berpindah ke pemasok
lain melalui peningkatan biaya perpindahan pemasok?
|
DAFTAR PERIKSA II : UNTUK PERATURAN PELAKSANA
PERATURAN PERUNDANGAN
Daftar Periksa
II, digunakan
untuk melakukan Pemeriksaaan apakah peraturan perundangan yang sedang disusun
atau sudah berlaku merupakan sebuah pengaturan sebagai pelaksanaan dari pasal
50 huruf a yakni mengatur pengecualian kegiatan atau perjanjian yang merupakan
pelaksanaan peraturan perundangan.
Ketentuan pasal
50 huruf a, pada hakekatnya merupakan bagian dari national interest karena hal-hal yang diatur dalam peraturan
perundangan tersebut dipastikan adalah kepentingan Negara yang dituangkan dalam
Undang-undang yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau peraturan
pelaksananya.
Substansi
pengaturan, sekalipun menghasilkan perilaku dan perjanjian yang bertentangan
dengan UU No 5 Tahun 1999, tidak dapat diperiksa oleh KPPU.
Daftar Periksa
II hanya terdiri dari
satu pertanyaan, sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah
Peraturan yang dimaksud merupakan
pelaksanaan
dari Undang-Undang?
|
Apabila
jawabannya adalah YA, maka rancangan peraturan/peraturan yang dimaksud
merupakan bagian dari pelaksanaan peraturan perundangan, sehingga dikecualikan
dari UU No 5/1999. Oleh karena itu, maka proses pemeriksaan terhadap rancangan
peraturan/peraturan yang berlaku dihentikan. Pembuatan rancangan peraturan
dapat terus dilanjutkan tanpa ada kekhawatiran terhadap ketidakselarasan dengan
UU No 5/1999. Sementara kalau peraturan yang berlaku, dapat tetap
diimplementasikan tanpa perlu ada perbaikan.
Apabila
jawabannya adalah TIDAK, maka proses pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan
menggunakan daftar periksa yang lainnya.
DAFTAR PERIKSA III : UNTUK PERATURAN YANG MEMBERIKAN HAK MONOPOLI
Daftar periksa
III, adalah daftar
periksa yang digunakan untuk melakukan proses pemeriksaan apakah rancangan
peraturan perundangan atau peraturan perundangan yang berlaku memiliki
substansi pengaturan tentang pemberian hak monopoli kepada pelaku usaha
tertentu sebagaimana disebutkan dalam pasal 51 UU No 5/1999.
Dalam
implementasinya, pemberian hak monopoli harus diikuti sejumlah pengaturan
lainnya yang ditujukan untuk mendorong agar proses pelaksanaan monopoli satu
sektor, tidak melahirkan perilaku penyalahgunaan kekuatan monopoli dalam sektor
tersebut.
Salah satu
penekanan yang dilakukan adalah mengatur agar pemilik hak monopoli yang juga
memiliki usaha lain, yang terintegrasi dengan bisnis yang dimonopoli tidak
menyalahgunakan integrasi usahanya tersebut.
Mengingat
tujuannya adalah untuk mencegah praktek monopoli, maka daftar periksa ini
justru memeriksa sejumlah pengaturan yang harus ada dalam sebuah rancangan
peraturan perundangan/peraturan perundangan yang berlaku.
Terdapat 3
(tiga) kelompok pertanyaan dalam daftar periksa ini, dengan tujuan yang berbeda
satu sama lainnya.
1.
Daftar Periksa
Netralitas Persaingan Usaha
Daftar periksa
netralitas persaingan usaha, ditujukan terhadap pelaku usaha yang diberi hak
monopoli pada satu pasar produk tertentu, dan juga memiliki produk lainnya yang
pasarnya bersaing. Kedua produk tersebut memiliki keterkaitan antar produk.
Produk yang dimonopoli bisa menjadi bahan (input) dalam proses produksi produk
yang lainnya, atau sebaliknya.
Daftar periksa
ini ditujukan untuk memeriksa apakah peraturan telah mengakomodasi pengaturan
yang menjaga agar hak monopoli pada produk tertentu tidak disalahgunakan,
terhadap persaingan di pasar produk lainnya yang tidak dimonopoli.
Adapun daftar
periksa netralitas persaingan usaha ini, terdiri dari beberapa pertanyaan
sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
a. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang
memisahkan unit usaha yang di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli dalam
Pasar yang Terintegrasi secara Vertikal?
|
||
b. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang
memisahan laporan keuangan antara unit usaha yang di-monopoli dengan yang
tidak di-monopoli dalam Pasar yang Terintegrasi secara Vertikal?
|
2.
Daftar Periksa Netralitas Perlakuan Khusus
Daftar periksa netralitas
perlakuan khusus, ditujukan terhadap peraturan yang menunjuk pelaku usaha
tertentu untuk memonopoli satu pasar produk yang diikuti dengan perlakuan
khusus di dalamnya. Perlakuan khusus dipandang perlu oleh Pemerintah, dengan
tujuan kesejahteraan masyarakat di dalamnya. Umumnya perlakuan khusus dapat
berupa perlakuan yang bermuara pada efisiensi atau kemudahan usaha.
Daftar periksa
netralitas perlakuan khusus, ditujukan terhadap pelaku usaha yang diberi hak
monopoli pada satu pasar produk tertentu, dan juga memiliki produk lainnya yang
pasarnya bersaing. Kedua produk tersebut memiliki keterkaitan antar produk.
Produk yang dimonopoli bisa menjadi bahan (input) dalam proses produksi produk
yang lainnya, atau sebaliknya.
Pengaturan
dilakukan untuk menghindarkan agar pemegang posisi monopoli dalam salah satu
pasar produknya, tidak menyalahgunakan perlakuan khusus di pasar produk yang
dimonopoli, untuk mendistorsi persaingan di pasar produk yang bersaing.
Adapun rincian
daftar pertanyaanya terlihat dalam tabel di bawah ini.
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
a. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang
memisahkan pengaturan perpajakan antara unit usaha yang di-monopoli dengan
yang tidak di-monopoli?
|
||
b. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang
memisahkan pengaturan akses sumber pembiayaan antara unit usaha yang
di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli?
|
||
c. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang
memisahkan pengaturan pengadaan barang/jasa antara unit usaha yang
di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli?
|
||
d. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan tentang
Subsidi yang hanya digunakan untuk kepentingan yang sesuai dengan amanat
Undang-Undang?
|
3.
Daftar Periksa Transparansi
Tata Kelola
Daftar periksa
transparansi tata kelola ditujukan, untuk memeriksa pengaturan transparansi
dalam pelaksanaan hak monopoli sehingga tujuan pemberian hak monopoli tercapai.
Pelaku usaha pemegang hak monopoli harus memiliki transparansi tinggi, untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan hak monopoli.
Daftar periksa
transparansi tata kelola dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
1. Apakah peraturan yang dimaksud memuat ketentuan tentang pemisahan peran operator dan regulator?
|
||
2.
Apakah peraturan tidak memberikan peluang bagi intervensi
pemerintah dalam operasional pelaku usaha monopoli?
|
||
3. Apakah peraturan yang dimaksud
memuat ketentuan mengenai Tugas, Tanggung Jawab dan Kewenangan pelaku usaha
monopoli secara terbuka dan transparan?
|
||
4. Jika
terdapat peraturan mengenai subsidi, apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang mengatur transparansi laporan keuangan terkait penggunaan
subsidi untuk kepentingan publik tersebut?
|
4.
Daftar Periksa Pengendalian
Praktek Monopoli
Daftar periksa
pengendalian praktek monopoli, ditujukan untuk mengendalikan sejak dini agar
pelaku usaha yang mendapatkan hak monopoli tidak menyalahgunakan hak monopoli
yang dimilikinya.
Hal ini
dipandang sangat perlu, karena seringkali peraturan hanya memberikan hak
monopoli tanpa memahami ada konsekuensi besar terhadap perkembangan ekonomi
melalui hak monopoli yang diberikan tersebut.
Daftar periksa
pengendalian praktek monopoli dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
|
||
|
||
|
||
|
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
Menggunakan Daftar Periksa III
Setelah semua
pemeriksaan dilakukan, maka kemudian dilakukan tindak lanjut dari hasil
pemeriksaan dengan menggunakan daftar periksa III.
Apabila seluruh
jawabannya YA, maka peraturan perundangan dianggap telah selaras denegan UU No
5 Tahun 1999.
Apabila
terdapat jawaban TIDAK dalam jawaban terhadap pertanyaan dalam daftar periksa,
maka Pemerintah pusat/daerah harus memperbaiki peraturan tersebut dengan
menambahkan klausul pengaturan yang harus ada dalam UU agar selaras dengan UU
No 5 Tahun 1999.
Keselarasan
peraturan perundangan tersebut dengan UU No 5 Tahun 1999 memiliki makna bahwa
peraturan perundangan tersebut menjamin tidak terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat, karena peraturan perundangan telah
komprehensif mengatur upaya pencegahan tersebut.
DAFTAR PERIKSA IV : UNTUK PERATURAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN
BAGI PELAKU USAHA TERTENTU DI SEKTOR TERTENTU
Daftar Periksa
IV, digunakan
untuk melakukan Pemeriksaaan apakah peraturan perundangan yang sedang disusun
atau sudah berlaku merupakan sebuah pengaturan yang memberikan perlindungan bagi pelaku usaha tertentu di
sektor tertentu.
Perlindungan tersebut dapat berupa perlindungan bagi pelaku usaha kecil dari
persaingan tidak sebanding dengan pelaku usaha besar maupun berupa perlindungan
bagi pelaku usaha besar nasional dalam bentuk penetapan standar nasional
Indonesia (SNI).
Ketentuan yang memberikan perlindungan bagi
pelaku usaha tertentu di sektor tertentu dapat dikategorikan national interest karena hal-hal yang diatur dalam peraturan perundangan tersebut dilakukan untuk kepentingan ekonomi nasional.
Daftar Periksa
IV terdiri dari dua pertanyaan,
sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah
Peraturan yang dimaksud merupakan
Peraturan
yang memberikan perlindungan bagi pelaku usaha tertentu di sektor tertentu?
|
||
Apakah
Pemerintah Pusat/Daerah telah mempunyai Kajian Analisa Dampak terkait
Kebijakan Perlindungan tersebut?
|
Apabila
jawabannya adalah YA, maka rancangan peraturan/peraturan yang dimaksud dapat mengacu pada hasil kajian analisa
dampak KPPU pada sektor tersebut atau kajian analisa dampak yang dilakukan
Pemerintah Pusat/Daerah jika hasilnya memperlihatkan pentingnya perlindungan
dan dampak anti persaingannya secara ekonomi lebih kecil dibanding manfaat
perlindungannya.
Apabila
jawabannya adalah TIDAK, maka proses pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan
menggunakan daftar periksa yang lainnya.
PENUTUP
Demikian Daftar Periksa Kebijakan Persaingan ini
dipaparkan.
Daftar Periksa Kebijakan Persaingan ini diharapkan dapat membantu seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) penyusun kebijakan di
pusat
maupun
daerah
untuk
mem-filter ketentuan-ketentuan yang berpotensi buruk terhadap persaingan usaha yang
sehat.
Evaluasi kebijakan lebih lanjut dapat dilakukan untuk
peraturan yang terindikasi berpotensi melanggar prinsip persaingan usaha namun
memiliki manfaat besar bagi kepentingan nasional. Dalam kondisi
demikian, analisa biaya manfaat dapat digunakan untuk mempertimbangkan manfaat
dan kerugian dari mempertahankan kebijakan tersebut.
LAMPIRAN
Lampiran
1. Contoh Kasus
DAFTAR PERIKSA
I. UNTUK SELURUH
PERATURAN SEKTOR EKONOMI DENGAN PERSAINGAN PENUH DI DALAMNYA
Daftar periksa
I, adalah daftar periksa yang digunakan untuk melakukan proses pemeriksaan
apakah rancangan peraturan perundangan atau peraturan perundangan yang berlaku
memiliki substansi pengaturan yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha
yang sehat atau tidak.
Desain
pertanyaan dalam daftar periksa I, dibuat untuk memastikan bahwa persaingan
sehat benar-benar diimplementasikan secara utuh, tidak ada satupun klausul
pengaturan yang dianggap akan menghambat implementasi persaingan usaha yang
sehat.
Daftar periksa
I, ini secara keseluruhan terdiri dari 4 (empat) kelompok besar yang bisa
dilihat dari paparan di bawah ini.
I.
Daftar Periksa
Pengaturan Pembatasan Jumlah dan Jangkauan Pemasok
Daftar
pertanyaan dalam bagian ini, ditujukan untuk mengidentifikasi ketentuan peraturan yang memberikan
privilege bagi satu atau beberapa pelaku usaha. Pemberian privilege dapat
menyebabkan terciptanya kekuatan pasar. Kekuatan pasar pada satu atau beberapa
pelaku usaha rawan untuk disalahgunakan. Bagian ini bermaksud menelusuri ketentuan-ketentuan
dalam peraturan/ rancangan peraturan yang diduga memberikan manfaat bagi satu
atau beberapa pelaku usaha secara tidak wajar. Berikut pertanyaan, penjelasan
dan contoh kasus dalam bagian ini.
- Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang memberikan hak eksklusif kepada satu atau beberapa pelaku usaha dalam hal pengadaan, penyediaan, dan/atau penjualan pada satu pasar?
Pertanyaan
ini bertujuan mengidentifikasi ketentuan pemberian hak eksklusif kepada satu
atau beberapa pelaku usaha. Pemberian hak eksklusif menciptakan posisi monopoli
dan/atau dominan yang menyebabkan satu atau beberapa pelaku usaha menjadi
penguasa pasar. Tanpa persaingan yang berarti, pelaku usaha akan minim inovasi
dan bersikap acuh terhadap persaingan. Hasil terburuk dari kondisi ini adalah
pelaku usaha monopoli menetapkan harga atau tarif yang tinggi (jauh di atas
harga normal persaingan) dengan pelayanan seadanya.
Penunjukan Koperasi pegawai
Depnakertrans untuk melakukan proses pengadaan dan pengelolaan kendaraan pemulangan
TKI dari Luar Negeri,
adalah contoh yang sesuai dengan kondisi ini. Peraturan ini memberikan hak
eksklusif kepada Koperasi tersebut
sebagai
pelaku usaha tunggal (monopolis) yang melaksanakan pengadaan dan pengelolaan
kendaraan pemulangan TKI.
Koperasi tersebut telah
melakukan praktek monopoli dengan
menetapkan
jenis angkutan mobil dengan merk
tertentu, penunjukan empat perusahaan karoseri sebagai penyedia
kendaraan serta penetapan harga yang harus dibayar oleh pelaku usaha penyedia
jasa angkutan TKI.
Peraturan ini menjadi entry barrier bagi pelaku usaha penyedia jasa
angkutanTKI sekaligus mengurangi persaingan di tingkat produsen kendaraan. KPPU mengeluarkan Surat Saran
Pertimbangan kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mencabut Keputusan
Menteri tersebut. Harmonisasi ketentuan yang mengatur hal tersebut perlu
dilakukan misalnya dengan mekanisme kompetisi seperti tender terbuka dengan
pengaturan spesifikasi yang logis dan dapat diikuti oleh pelaku usaha
potensial.
- Apakah Peraturan yang dimaksud memuat persyaratan tertentu seperti persyaratan kualitas tinggi, modal, pengalaman, dan persyaratan lainnya yang hanya dapat dipenuhi oleh satu atau beberapa pelaku usaha?
Persyaratan
yang diterapkan untuk memasuki suatu industri seharusnya bertujuan untuk
memastikan bahwa hanya supplier yang memenuhi standar yang dapat memasuki
pasar. Persyaratan-persyaratan tersebut bertujuan untuk memenuhi tujuan
perlindungan konsumen. Misalnya, persyaratan modal minimum disetor untuk
pendirian Bank Umum, dimaksudkan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.
Namun
demikian di sisi lain, persyaratan-persyaratan tersebut dapat menimbulkan
hambatan masuk yang lebih besar dibandingkan yang diperlukan untuk memenuhi
tujuan perlindungan konsumen. Persyaratan tersebut dapat berakibat pada
perlindungan produsen yang dicari oleh produsen incumben untuk menjaga
stabilitas pasar. Persyaratan yang terlalu ketat juga dapat memaksa pelaku
usaha lama untuk meninggalkan pasar, yang berdampak pada tekanan persaingan
yang semakin sengit karena telah adanya hambatan yang tinggi bagi new entrant.
Contoh
persyaratan yang dapat menjadi hambatan masuk adalah dalam industri jasa
inspeksi keselamatan kerja di kapal dan pelabuhan. Dalam industri ini terdapat
peraturan yang mensyaratkan kepemilikan
kantor cabang di beberapa ibukota
propinsi terutama di ibukota propinsi yang memiliki pelabuhan kelas I. Dengan
ketentuan ini, hanya ada dua pelaku usaha yang dapat memenuhi persyaratan
tersebut. Dampaknya pelayanan jasa inspeksi menjadi tertunda, terutama di
wilayah timur Indonesia. Alternatif dari kebijakan ini dapat berupa ketentuan
mengenai pengalaman melakukan inspeksi jasa keselamatan kapal dan pelabuhan.
- Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang membatasi kemampuan pemasok tertentu untuk menyediakan barang atau jasa?
Suatu
kebijakan dapat saja memberikan pembatasan jumlah pelaku usaha dalam suatu
sektor tertentu jika bertujuan untuk pencapaian skala ekonomis atau berhubungan
dengan fasilitas publik yang penting. Namun pembatasan pelaku usaha yang
berlebihan pada sektor yang dapat dipersaingkan, jelas akan berdampak buruk
bagi persaingan usaha dan pencapaian kesejahteraan konsumen. Pada kasus
tertentu kebijakan tersebut dapat sama sekali mengecualikan pemasok yang tidak
memiliki karakteristik yang dipersyaratkan dari seluruh pengadaan barang dan
jasa.
Contoh dari
ketentuan pembatasan pelaku usaha adalah peraturan mengenai Asuransi Tenaga
Kerja Indonesia (TKI). Peraturan ini membatasi perusahaan asuransi yang dapat
melayani Asuransi TKI hanya pada perusahaan yang tergabung dalam Konsorsium
yang ditunjuk oleh Kementerian Tenaga Kerja. Ketentuan ini membawa dampak pada
pembatasan pelaku usaha, yang pada akhirnya memberikan peluang bagi koordinasi
bahkan kartel. Pembukaan kesempatan yang seluas-luasnya bagi perusahaan
asuransi yang kredibel dan/atau berpengalaman untuk ikut melayani asuransi TKI
dapat diajukan sebagai alternatif kebijakan.
- Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang menaikkan biaya masuk atau keluar dari pasar secara tidak wajar seperti syarat biaya tender, biaya modal, biaya perijinan, dan biaya lainnya?
Upaya
membatasi jumlah pelaku usaha dalam suatu pasar dapat dilakukan dengan
menaikkan biaya masuk atau keluar pasar. Contoh kebijakan yang dapat menaikkan
biaya masuk adalah kebijakan pemenuhan test produk atau kebijakan modal
minimal. Adapun kebijakan yang dapat meningkatkan biaya keluar misalnya
kebijakan pembersihan lingkungan bekas pabrik apabila pabrik tutup.
Kebijakan-kebijakan tersebut dapat bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi
konsumen maupun lingkungan.
Namun di
sisi lain kebijakan ini memiliki kecenderungan untuk membatasi pelaku usaha di
dalam pasar, karena diperlukan keuntungan yang lebih besar untuk menutup biaya
masuk serta resiko yang lebih besar sebagai akibat dari biaya keluar. Pada
akhirnya, tingkat persaingan yang lebih rendah akan terjadi pada pasar
tersebut.
Untuk
mengatasi dampak negatif dari kebijakan ini maka perlu dipastikan bahwa
persyaratan yang diterapkan adalah kebutuhan minimum yang cukup untuk memenuhi
perlindungan konsumen maupun lingkungan.
Contoh
kebijakan yang meningkatkan hambatan masuk atau keluar pasar adalah pada
industri bahan baku shuttlecock,
yaitu bulu bebek di salah satu provinsi di Indonesia. Atas dasar pengamanan
dari ancaman virus flu burung, pemerintah daerah setempat mensyaratkan importir untuk memiliki pabrik shuttlecock dan pabrik yang akan
melakukan impor tersebut wajib mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah
setempat. Selain itu, regulasi ini menimbulkan biaya tinggi karena rekomendasi
dari pemerintah daerah mengharuskan melakukan survey ke negara asal bulu bebek.
Kebijakan ini menyebabkan pelaku usaha yang tidak memiliki pabrik tidak
mendapat rekomendasi. Alternatif kebijakan yang dapat dipilih sebagai pengganti
kebijakan anti persaingan ini antara lain dapat dilakukan dengan memanfaatkan
Badan Karantina untuk mencegah masuknya virus flu burung.
5. Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang membatasi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang/bahan
baku/jasa/modal/tenaga kerja?
Pembatasan
wilayah yang dimaksud dalam pertanyaan ini bukan berarti menafikan peraturan otonomi
daerah di Indonesia. Namun pembatasan wilayah pemasaran dimaksud berarti
peraturan memfasilitasi pembagian wilayah di antara pelaku usaha.
Kebijakan
ini seringkali merupakan kebijakan nasional/regional yang bertujuan untuk
perlindungan industri nasional atau perlindungan infant industry yang direncanakan bersifat sementara untuk menjamin
pertumbuhan industri pada daerah yang belum berkembang.
Namun
kebijakan ini memiliki dampak negatif, seperti meningkatkan konsentrasi pasar
sehingga kemampuan pemasok untuk menyalahgunakan kekuatan pasarnya meningkat,
menciptakan pasar yang lebih kecil dan terisolasi yang berdampak pada inovasi
serta diferensiasi produk yang lebih rendah dll.
Untuk
menghindari dampak negatif ini kebijakan yang akan diterapkan hendaknya
dianalisa dari berbagai faktor seperti apakah terdapat hubungan yang jelas
antara hambatan dengan pencapaian tujuan kebijakan, apakah hambatan yang
diterapkan tidak lebih dari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, apakah
analisa yang rasional mendukung penerapan hambatan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan dan apakah hambatan yang diterapkan dibatasi dengan jangka aktu yang
jelas dan terbatas.
Contoh dari
pertanyaan ini ada di industri tally, yaitu pelayanan dokumen lalu lintas
perdagangan melalui kapal laut. Pada industri ini terdapat peraturan yang
memfasilitasi pembagian wilayah. Ketentuan dimaksud adalah persyaratan
rekomendasi dari Administrasi Pelabuhan/Kepala Kantor Pelabuhan dan Asosiasi
Tally di pelabuhan setempat sesuai dengan pagu yang tersedia. Ketentuan ini
menimbulkan pembatasan wilayah pelayanan Tally di satu pelabuhan. Dan
menyebabkan perusahaan Tally tidak dapat melayani konsumen di luar pelabuhan
yang direkomendasikan Asosiasi dan Administrasi Pelabuhan. Harmonisasi
kebijakan persaingan dapat terwujud dengan mencabut persyaratan yang
berhubungan dengan rekomendasi asosiasi
II.
Daftar Periksa
Pengaturan Pembatasan Kemampuan Pemasok
Suatu peraturan dikatakan mengurangi
dan/atau menghambat persaingan jika memuat ketentuan yang dapat menyebabkan
pasar tidak bekerja sebagaimana mestinya. Ketentuan tersebut dapat berupa
intervensi dalam penetapan harga, pembatasan pemasaran atau penetapan standar
mutu produk yang diskriminatif dan lain-lain. Dampak dari ketentuan yang
mengurangi dan/atau menghambat persaingan berpotensi menciptakan rezim
penguasaan pasar yang bukan tidak mungkin disalahgunakan. Berikut
pertanyaan-pertanyaan dari daftar periksa ini.
1.
Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang membatasi kemampuan penjual untuk menetapkan harga barang/jasa?
Kebijakan
batas atas harga biasanya diterapkan untuk perlindungan bagi konsumen. Adapun
kebijakan batas bawah harga digunakan untuk alat perlindungan bagi UKM, pemasok
lokal atau pemasok yang menghadapi persaingan yang tidak adil.
Namun
demikian, kebijakan ini juga memiliki dampak negatif. Kontrol terhadap harga
akan berpengaruh terhadap dinamika normal dari pasar. Saat batas bawah diterapkan,
pemasok yang efisien dan mampu memberikan harga murah bagi konsumen tidak dapat
memenangkan pasar. Adapun di saat batas atas diterapkan, dorongan untuk
melakukan inovasi bagi terciptanya produk yang lebih baik akan hilang.
Penetapan
harga barang/jasa dalam peraturan juga dapat memfasilitasi kartel penetapan
harga. Bagi konsumen, intervensi peraturan dalam penetapan harga menyebabkan
konsumen kehilangan peluang mendapatkan barang dengan harga lebih murah atau
barang dengan kualitas lebih baik dengan harga yang lebih mahal.
2.
Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang membatasi
kebebasan pelaku usaha untuk mempromosikan
dan memasarkan barang atau jasa?
Kebijakan pembatasan pemasaran
seringkali ditujukan untuk melindungi konsumen dari iklan yang menyesatkan. Pembatasan
pemasaran biasanya dikaitkan dengan produk-produk yang tidak dikonsumsi secara
umum dan menyangkut perlindungan bagi sejumlah warga negara. Pembatasan iklan
rokok misalnya, merupakan kebijakan yang bertujuan untuk melindungi anak-anak
dari potensi menjadi perokok di masa depan.
Pembatasan
pemasaran dalam iklan rokok memiliki tujuan sosial dan bukan menjadi bagian
pengertian dari pertanyaan pembatasan pemasaran pelaku usaha ini.
Namun di
sisi lain, kebijakan tersebut dapat membatasi kemampuan pelaku usaha baru untuk
menginformasikan kehadirannya serta kualitas produknya di pasar kepada
konsumen.
Ketentuan
pembatasan pemasaran yang diskriminatif akan menyebabkan pelaku usaha yang
sudah ada menjadi dominan. Posisi dominan dan ditambah hak khusus (privilige) pemasaran, berpotensi
disalahgunakan menjadi perilaku monopoli dan anti persaingan. Pembatasan
pemasaran barang dan/atau jasa sebaiknya ditetapkan secara umum dan tidak
diskriminatif.
Pembatasan
pemasaran yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat misalnya
peraturan yang memuat ketentuan melindungi pelaku usaha yang sudah ada (incumbents) secara diskriminatif melalui
pengaturan pembatasan pemasaran, misalnya dengan ketentuan membatasi pemasangan
iklan produk baru guna melindungi pelaku usaha lokal, berbentuk BUMD atau
Koperasi.
Regulasi
perlindungan konsumen berisi berbagai larangan mengenai iklan yang menyesatkan.
Kebijakan ini akan lebih efektif untuk melindungi konsumen dan lebih pro
terhadap persaingan usaha dibandingkan kebijakan pembatasan pemasaran.
3.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan tentang standar kualitas produk yang
menguntungkan pelaku usaha tertentu?
Penetapan
standar produk dalam suatu industri biasanya dikaitkan dengan perlindungan
konsumen dan/atau perlindungan terhadap perekonomian dalam negeri. Di
Indonesia, terdapat ketentuan mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
standar kandungan muatan dalam negeri (Local
Content). Standar ini pada dasarnya tidak bertentangan dengan persaingan
usaha yang sehat selama ditetapkan berdasarkan pertimbangan yang tidak
diskriminatif.
Penetapan
standar produk dikatakan diskriminatif jika pemenuhan standar tersebut hanya
dapat disanggupi oleh satu atau beberapa pelaku usaha saja. Implikasinya pasar
menjadi terkonsentrasi dan mengurangi persaingan dalam pasar. Dalam penyusunan
peraturan disarankan untuk tidak menetapkan standar yang berlebihan yang dapat
mengurangi persaingan.
4.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang menaikkan biaya produksi secara
tidak wajar bagi pemasok tertentu? (khususnya perlakuan yang menguntungkan bagi
eplaku usaha lama dibandingkan pendatang baru)
Peraturan
yang memuat ketentuan yang menaikan biaya produksi biasanya disusun untuk
menjaga investasi di daerah tertentu atau untuk meningkatkan penerimaan negara
atau daerah. Peningkatan biaya produksi dapat berupa persyaratan pemberian upah
minimum yang meningkat secara signifikan atau persyaratan perpanjangan izin
usaha yang mengharuskan pendirian pabrik atau komitmen permodalan jangka
panjang. Jika ketentuan ini ditunjukan kepada seluruh pelaku usaha dalam suatu
industri maka ketentuan kenaikan biaya produksi ini tidak bertentangan dengan
prinsip persaingan usaha yang sehat.
Namun
potensi ketentuan kenaikan biaya produksi secara diskriminatif dapat pula
terjadi. Dalam contoh yang ekstrem, adalah penetapan Grandfather Clause. Ketentuan Grandfather
Clause, mendiskriminasi persyaratan yang menaikan biaya produksi bagi
pelaku usaha potensial. Pertimbangan ketentuan Grandfather Clause misalnya pengalaman pelaku usaha yang sudah ada
dinilai setara dengan persyaratan keberadaan mesin tertentu. Penyalahgunaan grandfather clause dalam kebijakan
industri dimungkinkan untuk mengurangi persaingan yang diprediksi akan
menyulitkan pelaku usaha yang sudah ada.
III.
Apakah
peraturan yang
dimaksud memuat ketentuan yang dapat mengurangi insentif bagi pemasok untuk bersaing?
Dalam kondisi pasar yang baik,
persaingan diantara pelaku usaha akan terjadi dengan perlombaan inovasi produk
dan efisiensi biaya produksi. Pada akhirnya konsumen akan menerima
pilihan-pilihan barang dan/atau jasa yang beragam dari sisi kualitas maupun
harga. Namun ada kalanya, pasar terganggu oleh kebijakan atau peraturan yang
mengurangi minat pelaku usaha untuk bersaing, misalnya dengan ketentuan yang
mem-fasilitas kartel.
Penilaian ini menyaring ketentuan
yang mem-fasilitasi kartel dalam satu pasar. Kartel, sesungguhnya sangat sulit
dibentuk secara mapan, namun peraturan yang mengikat di antara pelaku kartel
dapat melanggengkan keberadaan kartel. Kecurigaan diantara pelaku kartel dapat
diminimalisasi dengan pengawasan kartel yang di-fasilitasi kebijakan
pemerintah, contohnya dalam bentuk ketentuan peraturan yang memuat kewajiban
pelaporan harga dan penjualan kepada Asosiasi yang disertai sanksi bagi
pelanggarnya.
Berikut pertanyaan-pertanyaan untuk
penilaian peraturan yang mengurangi insentif pelaku usaha untuk bersaing.
1.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang menciptakan pengaturan sendiri
atau bersama?
Rezim
pengaturan sendiri adalah asosiasi pelaku usaha dalam satu pasar diberikan hak
berdasarkan kebijakan pemerintah untuk mengatur dirinya sendiri dalam hal-hal
yang berkaitan dengan persaingan. Misalnya penetapan harga, rekomendasi izin
usaha baru, kuota penjualan dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud rezim
pengaturan bersama adalah peraturan mensyaratkan penetapan kebijakan yang
berhubungan dengan industri disepakati bersama antara Asosiasi dengan
Pemerintah.
Baik
pengaturan sendiri (self-regulatory)
maupun pengaturan bersama (co-regulatory)
dapat memfasilitasi kartel melalui asosiasi. Dengan kewenangan asosiasi pelaku
usaha untuk menetapkan harga, rekomendasi izin usaha baru atau kuota penjualan,
maka kesepakatan kartel dapat terwujud. Biasanya ketentuan ini disertai dengan
ketentuan pengawasan oleh asosiasi atau instansi pemerintah terkait.
Rezim
pengaturan sendiri dan pengaturan bersama yang menciptakan kartel ini akan
mengurangi insentif persaingan diantara pelaku usaha. Pelaku usaha sudah merasa
aman dengan kesepakatan kartel yang dilindungi oleh peraturan. Pada akhirnya
persaingan dalam inovasi dan harga menjadi tidak terwujud.
KPPU pernah mengeluarkan surat saran terkait
peraturan yang memberikan hak pengaturan sendiri kepada Asosiasi. Dalam kasus
ini, Asosiasi penerbangan diberi hak dengan Peraturan Menteri Perhubungan untuk
menetapkan tarif penerbangan. Implikasinya, konsumen dihadapkan pada tarif penerbangan
yang tinggi dan terbatasnya pilihan maskapai.
KPPU
berhasil meyakinkan Menteri Perhubungan untuk mencabut peraturan tersebut. Saat
ini, Kementerian Perhubungan mengatur tarif batas atas dalam suatu formula yang
bersifat sebagai tarif referensi bagi penerbangan kelas ekonomi. Dan pilihan
maskapai penerbangan dalam beberapa rute juga mulai beragam.
2.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang mengharuskan pemasok
menginformasikan tentang produk, harga, penjualan atau biaya?
Kebijakan
yang mewajibkan publikasi informasi seperti harga dan tingkat output biasanya
diadopsi sebagai cara untuk mengurangi biaya konsumen untuk memperoleh
informasi. Oleh karena itu maka informasi disedikan oleh pemasok.
Namun
demikian di sisi lain, kebijakan ini dapat menyebabkan dampak buruk. Kebijakan
ini dapat mendorong terbentuknya kartel, karena kunci yang diperlukan untuk
kartel adalah bahwa peserta kartel dapat memonitor secara efektif perilaku
pasar pesaingnya.
Salah satu
penyebab kartel sulit mencapai kemapanan adalah keterbatasan informasi dalam
pengawasan kartel. Perpecahan dalam kartel justru terjadi akibat pelanggaran
terhadap kesepakatan kartel itu sendiri. Kewajiban pengumpulan atau publikasi
informasi harga, produksi, penjualan dan biaya dapat memfasilitasi kemapanan
suatu kartel. Pada kondisi seperti ini, peraturan dapat menciptakan fasilitas
kartel dengan ketentuan yang mewajibkan penyampaian informasi tersebut.
Ketentuan
peraturan yang mewajibkan penyampaian informasi perusahaan biasanya digunakan
untuk kepentingan statistik industri. Untuk mencapai tujuan tersebut,
disarankan untuk menggunakan instrumen sampling statistik atau penggunaan data
rata-rata tertimbang dan menghindari kewajiban penyampaian data secara rinci.
Ketentuan yang mewajibkan penyampaian informasi data melalui Asosiasi merupakan
kebijakan yang salah dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.
3.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang mengecualikan kegiatan industri
atau kelompol pemasok tertentu dari UU Persaingan Usaha?
Pengecualian
industri atau kelompok pelaku usaha dari hukum persaingan dalam pertanyaan ini
tidak berkorelasi dengan Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 50 huruf
a UU Nomor 5 Tahun 1999, dimaksudkan untuk peraturan di level hierarkhi UUD
1945, Undang-Undang dan Peraturan di bawah Undang-Undang yang melaksanakan
amanat Undang-Undang. Sedangkan pertanyaan ini dimaksudkan untuk peraturan yang
tidak memiliki landasan hukum dengan hierarkhi lebih tinggi tapi mengatur
pengecualian terhadap ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1999.
Potensi
penyusunan ketentuan peraturan yang mengecualikan kegiatan industri atau
kelompok pelaku usaha tertentu dari UU Nomor 5 Tahun 1999 dapat terjadi untuk
melindungi kepentingan tertentu. Dengan demikian, peraturan di bawah
Undang-Undang yang tidak mendapat amanat melaksanakan perjanjian atau kegiatan
yang dilarang hukum persaingan usaha dari Undang-Undang sama sekali tidak dapat
memuat ketentuan pengecualian dari UU Nomor 5 Tahun 1999. Harmonisasi kebijakan
untuk kondisi peraturan yang sudah berjalan adalah pencabutan peraturan
tersebut atau merevisi ketentuan dalam peraturan tersebut.
IV.
Daftar Periksa
Pengaturan Pembatasan Pilihan Barang atau Jasa Bagi Konsumen
Daftar periksa yang masuk dalam bagian
ini memuat pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk menelusuri
ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang membatasi pilihan barang dan jasa yang
dapat dipilih oleh konsumen. Berikut pertanyaan-pertanyaan pada bagian ini:
1.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan membatasi konsumen untuk memilih
pemasok?
2.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan mengenai pembatasan mobilitas konsumen
untuk berpindah ke pemasok lain melalui peningkatan biaya perpindahan pemasok?
DAFTAR PERIKSA II. PENGECUALIAN
Keberadaan checklist ini merupakan
amanat dari Pasal 50 huruf a UU No. 5 Tahun 1999 yang berbunyi :
Pasal
50
Yang
dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
1.
perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
...
KPPU telah menyusun Pedoman Pasal 50
huruf a yang diterbitkan dalam Peraturan KPPU Nomor 5 Tahun 2009. Dalam pedoman
pasal tersebut dijelaskan bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
ketentuan Pasal 50 huruf a harus diartikan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan atau Undang-Undang sektoral yang terkait atau
ketentuan yang diatur dalam Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang
tetapi mendapat delegasi secara tegas dari Undang-Undang yang bersangkutan.
“Peraturan Perundang-undangan yang berlaku” tidak boleh ditafsirkan secara luas
dengan mengacu untuk melaksanakan seluruh jenis peraturan perundang-undangan.[1]
Pertanyaan untuk penilaian peraturan
ini adalah sebagai berikut:
“Apakah
Peraturan merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang?”
Peraturan yang mengatur ketentuan yang
memuat perbuatan dan atau perjanjian yang bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun
1999 dikatakan dikecualikan jika peraturan tersebut berbentuk Undang-Undang
atau peraturan di bawah Undang-Undang yang diamanatkan untukmengatur lebih
lanjut suatu ketentuan.
Contoh undang-undang yang dikecualikan
ialah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dimana dalam
undang-undang tersebut disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) bahwa Badan usaha
milik negara (BUMN) sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) diberi
prioritas pertama melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum. BUMN dimaksud adalah PT. Perusahaan Listrik Negara atau PT. PLN (Persero).
Meskipun PT. PLN (Persero) mendapat hak khusus (privilege) Monopoli dalam penyediaan tenaga listrik di Indonesia,
Monopoli tersebut tidak dapat dikatakan bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999
karena tindakan Monopoli tersebut diatur dalam Undang-Undang.
Contoh peraturan di bawah Undang-Undang
yang dikecualikan dari UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah Peraturan Presiden RI Nomor
83 Tahun 2011 tentang Penugasan kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) untuk
menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta
dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Perpres No. 83 Tahun
2011). Dalam Perpres ini, PT KAI (Persero) mendapat penugasan penyelenggaraan
sarana dan prasarana kereta api bandara Soekarno Hatta. Penugasan ini
menjadikan PT. KAI (Persero) menjadi Monopolis dalam pasar penyelenggaraan
sarana dan prasarana kereta Bandara Soekarno-Hatta.
Namun ketentuan penugasan penyelenggara
sarana dan prasarana kereta api bandara Soekarno-Hatta, merupakan amanat dari
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (UU No. 23 Tahun
2007). Dalam Pasal 23 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2007 disebutkan:
(2) Dalam
hal tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum,
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian.
Penjelasan Pasal 23 ayat (2) UU No. 23
Tahun 2007 disebutkan Yang dimaksud dengan “Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dapat menyelenggarakan prasarana perkeretaapian” adalah Pemerintah atau
Pemerintah Daerah diberi amanat untuk penyelenggaraan prasarana perkeretaapian
yang pelaksanaannya ditugaskan kepada badan usaha yang dibentuk untuk keperluan
tersebut. Dalam hal penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dilaksanakan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang secara ekonomi sudah bersifat komersial,
penyelenggaraan prasarananya dialihkan kepada badan usaha prasarana
perkeretaapian. Dengan demikian Perpres No. 83 Tahun 2011 merupakan peraturan
yang masuk kategori kriteria pengecualian.
Apabila Peraturan masuk kategori
kriteria pengecualian, penilai memberikan jawaban “Ya” pada pertanyaan. Jawaban
“Ya” berarti peraturan dihormati sebagai peraturan yang dikecualikan oleh UU
No. 5 Tahun 1999 dan tidak memerlukan harmonisasi terhadap ketentuan UU No. 5
Tahun 1999.
Apabila Peraturan tidak masuk kategori
kriteria pengecualian, penilai memberikan jawaban “Tidak” pada pertanyaan.
Jawaban “Tidak” berarti peraturan harus dinilai melalui daftar periksa lanjutan
Persaingan Usaha (Competition Checklist).
Harmonisasi peraturan dilakukan pada ketentuan yang bertentangan dengan UU No.
5 Tahun 1999.
DAFTAR PERIKSA III. UNTUK PENGATURAN YANG MEMBERIKAN HAK
MONOPOLI
Daftar Periksa III ini ditujukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaturan
monopoli dan atau pemusatan kegiatan oleh suatu badan/lembaga/ BUMN/BUMD yang
dibentuk dan ditunjuk oleh Pemerintah. Hal ini bertujuan untuk menerapkan
ketentuan Pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999
berbunyi:
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkenaan dengan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup
orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur
dengan Undang-Undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik negara dan atau
badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
Contoh Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
yang dibentuk oleh Pemerintah dan ditunjuk untuk melakukan pemusatan kegiatan
usaha yang berhubungan dengan Sumber Daya Alam yang dikuasai oleh negara adalah
PT. PLN (Persero). PT. PLN (Persero) menguasai pasar penyediaan listrik di
Indonesia dimana Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 memayungi tugas dan
kewenangan PT. PLN (Persero) tersebut. Peraturan tersebut masuk kategori
pengaturan khusus karena listrik merupakan sumber daya yang dikuasai oleh
negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Cabang
produksi penting tidak selalu berhubungan dengan Sumber Daya Alam yang dikuasai
negara. Ada kalanya, cabang produksi tidak menyangkut sama sekali dengan sumber
daya alam, contohnya ialah industri penjaminan kesehatan. Penjaminan kesehatan
merupakan jasa penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dan tidak
bersangkutan dengan sumber daya alam. Oleh karena itu, pertanyaan kedua
mengakomodasi hal ini.
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan contoh cabang jasa yang penting
dan tidak berkaitan langsung dengan sumber daya alam. BPJS dibentuk oleh
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011. Jika
penilai menemui kondisi peraturan seperti UU BPJS maka proses penilaian masuk
ke daftar periksa Netralitas, Transparansi Tata Kelola dan Pengendalian Praktek
Monopoli.
Berikut
penjelasan dari masing-masing daftar periksa dan pertanyaannya:
1.
Checklist Netralitas Persaingan
Checklist
ini diisi untuk Peraturan yang mengatur keberadaan Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang
mendapat amanat Monopoli atau penguasaan pasar dari peraturan
perundang-undangan tetapi memiliki usaha komersil di pasar terintegrasi.
Misalnya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang memiliki unit usaha atau
bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
PDAM
memiliki amanat pendistribusian air baku melalui Pipa. Distribusi Air Baku
melalui Pipa merupakan Pasar yang di-monopoli PDAM. Sedangkan Pasar AMDK adalah
pasar terintegrasi dengan pasar Distribusi Air Baku melalui Pipa. Checklist
netralitas dilakukan untuk menguji apakah telah terdapat pengaturan yang
menjamin PDAM tidak menyalahgunakan posisi dominan di Pasar Distribusi Air Baku
melalui Pipa dalam bisnis AMDK-nya.
Checklist
ini terdiri dari dua pertanyaan, yaitu Netralitas Persaingan Usaha dan
Netralitas Perlakuan Khusus. Berikut diuraikan satu per satu:
(1) Daftar
Periksa Netralitas Persaingan Usaha
Checklist ini terdiri dari dua
pertanyaan. Pertanyaan dari penilaian netralitas persaingan usaha ditujukan
agar peraturan memuat ketentuan mengenai pemisahan kegiatan
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang diberi hak monopoli antara yang diamanatkan
peraturan perundangan dengan unit usaha komersialnya. Berikut pertanyaan dari
Checklist Netralitas Persaingan Usaha:
a.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang memisahkan unit usaha yang
di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli dalam Pasar yang Terintegrasi
secara Vertikal?
Ketentuan pemisahan struktur bisnis
dalam peraturan dimaksudkan agar ekspansi usaha dari Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
yang mendapat Hak Monopoli tidak melibatkan instrumen-instrumen mandatoris dari
peraturan perundangan dalam usaha komersialnya. Hal ini dapat diartikan bahwa
jika Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD ingin melakukan kegiatan usaha komersial di pasar
terintegrasi lain haruslah dengan membentuk badan hukum baru.
Contoh pemisahan struktur bisnis dalam
peraturan adalah peraturan industri Minyak dan Gas Bumi. Dalam industri Gas
Bumi, PT. PGN (Persero), Tbk. yang bergerak dalam usaha pengangkutan
(Transporter) wajib mendirikan badan usaha baru untuk melakukan kegiatan usaha
tata niaga (Trader). Demikian halnya dalam industri ketenagalistrikan, PT. PLN
(Persero) mendirikan PT. Indonesia Power untuk mengakomodasi peraturan
pemisahan kegiatan usaha pembangkitan dengan kegiatan usaha distribusi dan
transmisi yang merupakan tugas PT. PLN (Persero) sesuai amanat peraturan
perundang-undangan.
Dengan pemisahan struktur bisnis
tersebut, pelaku usaha potensial di pasar terintegrasi dapat diperlakukan
secara adil. Peraturan dapat dinilai netral terhadap persaingan usaha di pasar
terintegrasi dengan pasar yang di-monopoli. Apabila pasar terintegrasi ada di
hulu, maka manfaat akan dirasakan oleh Badan/Lembaga/ BUMN/BUMD yang mendapat
Hak Monopoli sedangkan jika pasar terintegrasi ada di hilir, konsumen yang akan
mendapatkan manfaat persaingan.
b. Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang memisahan laporan keuangan antara
unit usaha yang di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli dalam Pasar yang
Terintegrasi secara Vertikal?
Pemisahan
laporan keuangan yang dimaksud dari pertanyaan ini bertujuan untuk memberikan
kejelasan (transparansi) pemakaian hak monopoli hanya ditujukan untuk kegiatan
yang diamanatkan peraturan perundangan saja. Meskipun secara struktur bisnis,
usaha komersial Badan/Lembaga/BUMN/BUMD berada pada badan hukum lain, namun
potensi pencampuran pengelolaan keuangan dapat di-minimalisasi dengan ketentuan
pemisahan laporan keuangan ini.
Laporan
keuangan yang disajikan secara terpisah antara unit usaha yang di-monopoli atas
amanat peraturan perundangan dengan unit bisnis yang tidak di-monopoli dapat
menjadi pengawasan bagi penyalahgunaan pengelolaan keuangan oleh
Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD untuk kegiatan usaha komersialnya. Dengan demikian
distorsi pasar terintegrasi akibat pencampuran pengelolaan keuangan oleh
Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD dapat terhindarkan dan Peraturan dapat dikatakan
Netral dengan keberadaan ketentuan pemisahan laporan keuangan ini.
(2) Daftar
Periksa Netralitas Perlakuan Khusus
Pengaturan Perlakuan khusus didasarkan
pada beberapa peraturan yang memberikan ketentuan khusus kepada pelaku usaha
yang mendapat mandat peraturan. Ketentuan khusus tersebut biasanya dalam hal
perpajakan, sumber pembiayaan, tingkat suku bunga khusus, subsidi, dan
pengaturan pengadaan barang/jasa Badan/Lembaga/ BUMN/BUMD yang mendapat mandat
peraturan. Jika Badan/Lembaga/BUMN/BUMD mendapat salah satu dari hak khusus tersebut
di atas, peraturan harus menjamin bahwa Badan/Lembaga/BUMN/BUMD dimaksud tidak
menyalahgunakan hak khusus tersebut untuk
unit bisnis lain yang tidak di-monopoli.
Checklist ini terdiri dari empat
pertanyaan penilaian sebagai berikut:
a.
Apakah
Peraturan memisahkan pengaturan perpajakan antara unit usaha yang di-monopoli
dengan yang tidak di-monopoli?
Salah satu
perlakuan khusus yang dapat diberikan kepada Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang
mendapat mandat kegiatan dari peraturan perundangan adalah keringanan
perpajakan. Keberadaan ketentuan ini akan menjaga persaingan usaha di pasar
terintegrasi dengan Badan/Lembaga/BUMN/BUMD, tetap kondusif. Dalam kondisi ini
ada potensi penggunaan hak khusus perpajakan terhadap unit usaha komersial yang
tidak diamanatkan peraturan perundangan.
Jika
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD menyalahgunakan hak khusus perpajakan untuk usaha
komersialnya maka akan mengganggu persaingan di pasar terintegrasi. Pelaku
usaha di pasar terintegrasi akan merasakan dampak dari keistimewaan pajak unit
usaha komersial Badan/Lembaga/BUMN/BUMD tersebut. Bentuk persaingan yang tidak
sehat dapat berupa, predatory pricing karena
dengan keistimewaan perpajakan, komponen harga akan terdistorsi dan cenderung
dimenangkan oleh unit usaha komersial Badan/Lembaga/BUMN/BUMD.
b.
Apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang memisahkan
pengaturan akses sumber pembiayaan antara unit usaha yang di-monopoli dengan
yang tidak di-monopoli?
Akses sumber pembiayaan
Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD dari peraturan perundangan dapat berupa alokasi
Penyertaan Modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau
Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah (APBD). Akses sumber pembiayaan dapat pula
berasal dari Bank-bank BUMN dengan tingkat bunga yang berbeda dengan pasar.
Keistimewaan ini semata-mata dimaksudkan untuk mendukung kegiatan yang
dimandatkan oleh peraturan perundangan yang memayunginya.
Ketentuan pemisahan pengaturan akses
sumber pembiayaan Badan/ Lembaga/ BUMN/ BUMD dimaksudkan agar pasar
terintegrasi tidak terdistorsi oleh keistimewaan perlakuan akses pembiayaan
ini. Ketentuan yang tegas dapat berupa pelarangan unit usaha komersial dari
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD untuk mendapatkan akses sumber pembiayaan dan perlakuan
perbankan yang sama dengan kegiatan yang di-monopoli.
c.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang memisahkan pengaturan pengadaan
barang/jasa antara unit bisnis yang di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli?
Monopoli
kegiatan usaha tertentu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup orang
banyak. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi amanat peraturan perundangan,
kadang Badan/ Lembaga/BUMN/BUMD mendapat keistimewaan dalam kebijakan pengadaan
barang dan/atau jasa-nya. Peraturan yang netral akan memberi penegasan
pemisahan kebijakan pengadaan barang dan/atau jasa antara yang unit bisnis
di-monopoli dengan unit bisnis yang tidak di-monopoli.
d.
Apakah
Peraturan memuat ketentuan tentang Subsidi yang hanya digunakan untuk
kepentingan yang sesuai dengan amanat Undang-Undang?
Perlakuan khusus terhadap
Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD salah satunya adalah pemberian subsidi atas kegiatan Public Service Obligation (PSO). Dalam
industri perkeretaapian, PT. KAI (Persero) yang mendapat subsidi atas pelayanan
transportasi kelas ekonomi, hanya dapat memanfaatkan subsidi tersebut untuk
unit kegiatan pelayanan kelas ekonomi sebagaimana diamanatkan peraturan
perundangannya. Jika digunakan untuk unit pelayanan kelas bisnis, misalnya, akan
sulit membayangkan adanya pelaku usaha baru yang akan bersaing dengan PT. KAI
(Persero). Penegasan pemanfaatan subsidi
dalam peraturan mencerminkan sifat netral peraturan terhadap persaingan
di unit bisnis komersial terintegrasi.
3.
Daftar
Periksa Transparansi Tata Kelola
Prinsip Transparansi
Tata Kelola (Coorporate Governance)
dalam checklist ini merupakan prinsip yang berdasarkan pengalaman KPPU
bersinggungan dengan persaingan usaha. Transparansi dan Akuntabilitas yang
diatur oleh peraturan bagi Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang mendapat Hak Monopoli
diharapkan meminimalisasi penyalahgunaan posisi dominan. Checklist ini terdiri
4 (empat) pertanyaan sebagai berikut:
1.
Apakah peraturan memuat ketentuan tentang pemisahan peran operator dan regulator?
Berdasarkan
pengalaman evaluasi kebijakan KPPU, terdapat Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang
mendapatkan Hak Monopoli oleh Undang-Undang namun tidak diberi pengawasan yang
diuraikan dengan jelas dalam peraturan perundangan. Implikasinya
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD tersebut pada akhirnya secara alamiah menjadi regulator
dalam industri tersebut. Sebagai operator sekaligus regulator, Badan/ Lembaga/
BUMN/ BUMD berpotensi menyalahgunakan perannya tersebut dalam pasar
terintegrasi dengan peraturan yang hanya menguntungkan Badan/Lembaga/BUMN/BUMD.
Ketentuan tegas yang memuat peran
Badan/Lembaga/ BUMN/BUMD hanya sebagai operator akan menutup kemungkinan
penyalahgunaan “peran tak sengaja” sebagai regulator tadi. Lebih baik lagi
jika, peraturan memuat ketentuan pengawasan dan pihak yang ditugasi mengawasi
kegiatan Badan/Lembaga/BUMN/BUMD.
2.
Apakah peraturan
tidak memberikan peluang bagi intervensi pemerintah dalam operasional pelaku
usaha monopoli?
Intervensi pemerintah dalam hal ini
adalah intervensi yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan yang diamanatkan
oleh Undang-Undang. Contohnya adalah himbauan pemerintah daerah kepada BUMD
untuk menjadi sponsor bagi Klub
Sepakbola di daerahnya. Intervensi seperti ini jelas akan merugikan BUMD
dimaksud.
Dari sisi persaingan, intervensi
pemerintah dalam kegiatan operasional Badan /Lembaga /BUMN /BUMD harus
dihilangkan. Intervensi politik, misalnya dalam industri perbankan dengan hanya
melibatkan beberapa Bank BUMN dalam kredit program pemerintah dapat menyebabkan
pasar perbankan menjadi terdistorsi. Untuk itu pengaturan mengenai pembatasan
peluang intervensi pemerintah dalam kegiatan operasional
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD menjadi penting.
3.
Apakah peraturan mengatur mengenai Tugas, Tanggung Jawab dan Kewenangan pelaku usaha
monopoli secara terbuka dan transparan?
Keterbukaan
dan transparansi merupakan isu sentral dalam penegakan Good Coorporate Governance. Dalam kaitannya dengan persaingan,
keterbukaan dan transparansi tugas, tanggung jawab dan kewenangan
Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD berkaitan dengan persaingan usaha yang sehat.
Transparansi dan Keterbukaan dalam peraturan akan mempersempit kemungkinan
penyalahgunaan oleh Badan/Lembaga/BUMN/BUMD.
4.
Jika terdapat peraturan mengenai subsidi, apakah Peraturan yang dimaksud
memuat ketentuan yang mengatur transparansi laporan keuangan terkait penggunaan
subsidi untuk kepentingan publik tersebut?
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang mendapat subsidi atas pelayanan
publik, memerlukan pengawasan terhadap pemanfaatan subsidinya. Pengawasan
tersebut dapat berupa pengumuman secara terbuka dalam laporan keuangan
khususnya mengenai penggunaan subsidi dimaksud. Ketentuan yang mewajibkan
transparansi pengelolaan subsidi akan mengurangi penyalahgunaan subsidi untuk
usaha komersial Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang dapat mendistorsi pasar
terintegrasi.
4.
Daftar
Periksa Pengendalian Praktek Monopoli
Daftar
periksa ini berangkat dari pengalaman evaluasi kebijakan KPPU. Pada umumnya,
peraturan yang mengamanatkan Badan/ Lembaga/BUMN/BUMD untuk menguasai pasar
tertentu tanpa adanya pengawasan akan menciptakan pelaku usaha yang berperan
ganda sebagai operator sekaligus regulator. Dengan pengaturan mengenai
pengawasan terhadap penyalahgunaan posisi Monopoli, terdistorsinya pasar akibat
penyalahgunaan posisi monopoli bisa dihilangkan dengan peran pengawasan tersebut.
Berikut pertanyaan-pertanyaan terkait:
1.
Apakah
terdapat pengaturan mengenai Standar Minimum untuk pelaku usaha monopoli dalam
penyediaan barang/jasa publik?
Monopoli atau pemusatan kegiatan yang diserahkan
kepada Badan/Lembaga/BUMN/BUMD rawan disalahgunakan dalam bentuk pemberian
barang berkualitas atau jasa pelayanan yang seadanya. Posisi tanpa
pesaing yang berarti menyebabkan disinsentif dalam pemberian pelayanan yang
terbaik.
Untuk itu standar pelayanan minimum bagi Badan/Lembaga/BUMN/BUMD penting
untuk dicantumkan dalam peraturan perundangan.
Dalam sektor penerbangan, pemusatan pasar terjadi
karena sektor ini merupakan sektor yang padat modal. Untuk mencegah
penyalahgunaan posisi dominan oleh
maskapai dalam satu rute penerbangan, maka kementerian perhubungan
mengatur beberapa standar pelayanan minimum di sektor penerbangan. Standar
tersebut meliputi antara
lain standar keselamatan penerbangan sampai dengan standar
pemberian kompensasi bagi penundaan penerbangan di atas satu jam. Dengan
pengaturan standar seperti ini, konsumen dilindungi dari potensi penyalahgunaan
posisi dominan maskapai penerbangan.
2.
Apakah peraturan
dimaksud memuat ketentuan mengenai Tarif/Harga dari barang/jasa yang
dimonopoli?
Pengaturan ini dimaksudkan untuk menghindari
eksploitasi posisi dominan Badan/Lembaga/BUMN/BUMD terhadap konsumennya. Dalam posisi
dominan, Badan/Lembaga/ BUMN/BUMD dapat saja menetapkan Tarif/Harga di atas
Tarif/Harga keekonomian. Tanpa adanya pesaing yang berarti, Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
yang bebas menetapkan Tarif/Harga sendiri, akan cenderung menetapkan Tarif/Harga secara eksesif
guna mengejar keuntungan. Pada saat ini, tuntutan politik agar
Badan/
Lembaga/BUMN/BUMD memberikan laba untuk penerimaan Negara/Daerah dapat menyebabkan penetapan tarif/harga
yang tinggi. Untuk itu
pengaturan tarif/harga Badan/Lembaga/BUMN/BUMD dalam peraturan perundangan
sebaiknya diatur untuk mencegah dampak buruknya terhadap persaingan usaha.
3.
Apakah
peraturan dimaksud memuat ketentuan mengenai jumlah pasokan minimal barang/jasa
yang tersedia di pasar?
Pengaturan jumlah pasokan minimal barang/jasa yang
tersedia di pasar dimaksudkan untuk mencegah kelangkaan. Kelangkaan Barang/Jasa
yang ditawarkan akan menyebabkan kenaikan harga. Strategi penimbunan
barang/jasa untuk menaikkan harga merupakan bentuk pelanggaran yang biasa
terjadi dalam pasar yang terkonsentrasi. Termasuk pasar
yang didominasi oleh Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang diamanatkan peraturan
perundangan.
Untuk itu disarankan untuk memasukkan ketentuan mengenai jumlah pasokan minimal barang/jasa yang tersedia di pasar dan melarang penimbunan. Ketentuan ini
tentu saja juga harus disertai dengan pengawasan yang ketat. Ketentuan
sanksi juga dapat dimasukkan untuk mencegah penyalahgunaan posisi dominan
Badan/Lembaga/BUMN/
BUMD dalam bentuk penimbunan untuk menaikkan harga.
4.
Apakah peraturan
yang dimaksdu memuat ketentuan mengenai jangka waktu pemberian Hak Monopoli?
Jangka waktu monopoli yang dimaksud dalam pertanyaan
ini untuk menjamin pengembalian investasi dari Badan/ Lembaga/BUMN/BUMD
diberikan secara wajar dan tidak berlebihan. Pada beberapa
kasus, pemberian Hak Monopoli dilakukan karena alasan efisiensi penggunaan
anggaran Negara/Daerah. Untuk itu Badan/Lembaga/BUMN/BUMD akan melakukan
investasi dan pengembalian akan dihitung selama beberapa tahun ke depannya.
Pengaturan jangka waktu pemberian Hak Monopoli
dimaksudkan untuk mencegah eksploitasi konsumen oleh Badan/Lembaga/BUMN/BUMD. Contohnya dalam
proyek jalan tol, pemenang proyek akan diberikan Hak Monopoli pengoperasian
jalan tol yang dibangunnya,
misalnya selama 25 tahun. Pemberian jangka waktu tersebut telah
mempertimbangkan pengembalian investasi sekaligus margin profit dari Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
yang menjadi pemenang proyeknya. Tanpa pengaturan batasan jangka waktu hak
monopoli, jalan tol yang dapat saja dioperasikan oleh operator lain dengan
tarif yang bersaing, menjadi terus di-monopoli oleh Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
pemenang proyek.
DAFTAR PERIKSA IV : UNTUK PERATURAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN
BAGI PELAKU USAHA TERTENTU DI SEKTOR TERTENTU
Daftar Periksa IV, digunakan
untuk melakukan Pemeriksaaan apakah peraturan perundangan yang sedang disusun
atau sudah berlaku merupakan sebuah pengaturan yang memberikan perlindungan bagi pelaku usaha tertentu di
sektor tertentu.
Perlindungan tersebut dapat berupa perlindungan bagi pelaku usaha kecil dari
persaingan tidak sebanding dengan pelaku usaha besar maupun berupa perlindungan
bagi pelaku usaha besar nasional dalam bentuk penetapan standar nasional
Indonesia (SNI).
Ketentuan yang memberikan perlindungan bagi
pelaku usaha tertentu di sektor tertentu dapat dikategorikan national interest karena hal-hal yang diatur dalam peraturan perundangan tersebut dilakukan untuk kepentingan ekonomi nasional.
Daftar Periksa
IV terdiri dari dua pertanyaan,
sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
1. Apakah
Peraturan yang dimaksud merupakan
Peraturan yang memberikan perlindungan bagi pelaku
usaha tertentu di sektor tertentu?
|
||
2. Apakah
Pemerintah Pusat/Daerah telah mempunyai Kajian Analisa Dampak terkait
Kebijakan Perlindungan tersebut?
|
Apabila
jawabannya adalah YA, maka rancangan peraturan/peraturan yang dimaksud dapat mengacu pada hasil kajian analisa
dampak KPPU pada sektor tersebut atau kajian analisa dampak yang dilakukan
Pemerintah Pusat/Daerah jika hasilnya memperlihatkan pentingnya perlindungan
dan dampak anti persaingannya secara ekonomi lebih kecil dibanding manfaat
perlindungannya.
Apabila
jawabannya adalah TIDAK, maka proses pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan
menggunakan daftar periksa yang lainnya.
PENILAIAN KEBIJAKAN PERSAINGAN
KOMISI
PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
I.
DAFTAR
PERIKSA I
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
Daftar Periksa Pengaturan Pembatasan Jumlah dan Jangkauan Pemasok
|
||
1.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang memberikan hak
eksklusif kepada satu atau beberapa pelaku usaha dalam hal pengadaan, penyediaan,
dan/atau penjualan pada satu pasar?
|
||
2. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
persyaratan tertentu seperti persyaratan kualitas tinggi, modal,
pengalaman, dan persyaratan lainnya yang hanya dapat dipenuhi oleh
satu atau beberapa pelaku usaha?
|
||
3. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang membatasi kemampuan pemasok tertentu untuk menyediakan barang
atau jasa?
|
||
4. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang menaikkan biaya masuk atau keluar dari pasar secara tidak wajar seperti syarat biaya
tender, biaya modal, biaya perijinan, dan biaya lainnya?
|
||
5. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang membatasi wilayah pemasaran atau alokasi pasar
terhadap barang/bahan baku/jasa/modal/tenaga kerja?
|
||
Daftar
Periksa Pengaturan Pembatasan Kemampuan Pemasok
|
||
1.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang membatasi kemampuan penjual
untuk menetapkan harga barang/jasa?
|
||
2.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang membatasi
kebebasan pelaku usaha untuk mempromosikan
dan memasarkan barang atau jasa?
|
||
3.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan tentang standar kualitas produk yang menguntungkan pelaku usaha tertentu?
|
||
4.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang menaikkan biaya
produksi secara tidak wajar bagi pemasok tertentu? (khususnya
perlakuan yang menguntungkan pelaku usaha lama dibandingkan pendatang baru)
|
||
Daftar
Periksa Pengaturan Pengurangan Insentif Untuk Bersaing
|
||
1.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang menciptakan pengaturan sendiri
atau bersama?
|
||
2.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang mengharuskan pemasok
menginformasikan tentang produk, harga, penjualan atau biaya?
|
||
3.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang mengecualikan kegiatan industri
atau kelompok pemasok tertentu dari Undang-Undang persaingan usaha?
|
||
Daftar Periksa Pengaturan Pembatasan Pilihan Barang
atau Jasa Bagi Konsumen
|
||
1.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan membatasi konsumen untuk memilih
pemasok?
|
||
2.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan mengenai pembatasan mobilitas
konsumen untuk berpindah ke pemasok lain melalui peningkatan biaya
perpindahan pemasok?
|
II.
DAFTAR PERIKSA II
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah
Peraturan yang dimaksud merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang?
|
III.
DAFTAR PERIKSA III
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
Daftar Periksa Netralitas Persaingan Usaha
|
||
a. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang memisahkan unit usaha yang di-monopoli dengan yang tidak
di-monopoli dalam Pasar yang Terintegrasi secara Vertikal?
|
||
b.
Apakah
Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang memisahan laporan keuangan
antara unit usaha yang di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli dalam Pasar
yang Terintegrasi secara Vertikal?
|
||
Daftar Periksa Netralitas Perlakuan Khusus
|
||
a. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang memisahkan pengaturan perpajakan antara unit usaha yang
di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli?
|
||
b. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang memisahkan pengaturan akses sumber pembiayaan antara unit
usaha yang di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli?
|
||
c. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan yang memisahkan pengaturan pengadaan barang/jasa antara unit usaha
yang di-monopoli dengan yang tidak di-monopoli?
|
||
d. Apakah Peraturan yang dimaksud memuat
ketentuan tentang Subsidi yang hanya digunakan untuk kepentingan yang sesuai
dengan amanat Undang-Undang?
|
||
Daftar Periksa Transparansi
Tata Kelola
|
||
a. Apakah peraturan yang dimaksud memuat ketentuan tentang pemisahan peran operator dan regulator?
|
||
b.
Apakah peraturan tidak memberikan peluang
bagi intervensi pemerintah dalam operasional pelaku usaha monopoli?
|
||
c. Apakah peraturan yang dimaksud memuat ketentuan mengenai Tugas,
Tanggung Jawab dan Kewenangan pelaku usaha monopoli secara terbuka dan transparan?
|
||
d. Jika terdapat peraturan
mengenai subsidi, apakah Peraturan yang dimaksud memuat ketentuan yang
mengatur transparansi laporan keuangan terkait penggunaan subsidi untuk
kepentingan publik tersebut?
|
IV.
Daftar Periksa IV
Pertanyaan
|
Ya
|
Tidak
|
Apakah Peraturan yang dimaksud merupakan Peraturan
yang memberikan perlindungan bagi pelaku usaha tertentu di sektor tertentu?
|
||
Apakah Pemerintah Pusat/Daerah telah mempunyai
Kajian Analisa Dampak terkait Kebijakan Perlindungan tersebut?
|
[1]lebih
lanjut baca Lampiran Peraturan KPPU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. hal. 21.