Solusi Masalah Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan
Pemberdayaan Masyarakat dan Solusi Reformasi Birokrasi Indonesia
Apa itu kutukan sumber daya alam?
Kutukan sumber daya alam adalah
sebuah paradoks keberlimpahan (pernyataan
yang seolah-olah bertentangan atau berlawanan dengan pendapat umum atau
kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran). Hal ini
mengacu pada paradoks bahwa negara dan daerah yang kaya akan sumber daya alam,
terutama sumber daya non-terbarukan seperti mineral dan bahan bakar, cenderung
mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dan wujud pembangunan yang
lebih buruk ketimbang negara-negara yang sumber daya alamnya langka (id.wikipedia.org). Artinya, negara yang
kaya sumber daya alam tetapi miskin rakyatnya. Paradoks ini seringkali
ditujukan kepada negara-negara berkembang yang hingga saat ini belum mampu
keluar dari lingkaran setan kemiskinan tetapi sebenarnya mempunyai sumber daya
alam yang melimpah, seperti negara-negara si Sahara Afrika, Amerika Latin dan
Negara-negara di Asia, terlebih khusus Asia Tenggara. Indonesia pun termasuk
dalam lingkaran paradoks ini.
Indonesia adalah negara yang
sangat kaya sumber daya alam, tetapi rakyatnya belum semua sejahtera. Dikutip
dari laman GreenPeace Indonesia, kekayaan
alam Indonesia mencakup 8.157 spesies fauna (10% dari
keberagaman spesies di dunia, serta 15,5% dari total jumlah tumbuh-tumbuhan
yang ada di dunia). Potensi Sumber Daya Ikan (SDI) Indonesia mencapai 6,52 juta ton pertahun dengan luas terumbu karang mencapai 50.875
km2 (18% dari total luas terumbu karang dunia), mempunyai padang lamun hingga 30.000 km2. Selain itu, Indonesia
juga termasuk dalam 10 negara dengan potensi ketersediaan air
tertinggi di dunia mencapai 694 miliar m3/ tahun dan memiliki
ketersediaan air rata-rata per kapita/tahun yang lebih besar dari rata-rata di
dunia yakni mencapai 16.800 m3 per kapita/tahun, diantaranya
mengaliri lebih dari 5.590 sungai di seluruh Indonesia. Indonesia yang terletak
di khatulistiwa juga dapat memanen sinar matahari sepanjang tahun sehingga
menghasilkan 4,80 kWh/m2/hari, dan potensi energi
angin 3-6 m/det. Energi dari mikrohidro juga berpotensi menghasilkan 450 MW. Kekayaan
energi tersebut belum memasukan potensi energi panas bumi sebagai salah satu
yang terbesar di dunia dengan perkiraan 296 titik potensi panas bumi di seluruh
Indonesia dan dapat menghasilkan energi 29.038 Gw. Sementara dari sektor
kehutanan tercatat luas hutan Indonesia yang tadinya mencapai 132,54 juta
hektar, tersisa 94,34 juta hektar pada 2012, dan luas lahan gambut yang tadinya
21,53 juta hektar hanya tersisa 10,82 juta hektar sampai dengan 2011 (sumber: greenpeace.com). Seandainya sumber
daya alam itu dapat dikelola dengan baik, maka Indonesia makmur dan sejahtera. Tetapi
sayangnya justru yang terjadi, terbalik 180 derajat karena ada orang yang
sangat kaya tetapi ada pula yang sangat miskin. Data Badan Pusat Statistik
(BPS) Maret 2014, jumlah penduduk miskin Indonesia capai 28 Juta jiwa atau sekitar 11,25%.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2014 menunjukkan bahwa DKI Jakarta, Kalimantan Selatan dan Bali termasuk provinsi yang presentase kemiskinannya rendah, dan yang tinggi adalah Papua, Papua Barat, NTT dan Maluku. Yang membuat miris adalah ketika Papua masuk dalam presentase kemiskinan tertinggi, padahal Papua adalah provinsi yang paling kaya Sumber Daya alamnya di Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2014 menunjukkan bahwa DKI Jakarta, Kalimantan Selatan dan Bali termasuk provinsi yang presentase kemiskinannya rendah, dan yang tinggi adalah Papua, Papua Barat, NTT dan Maluku. Yang membuat miris adalah ketika Papua masuk dalam presentase kemiskinan tertinggi, padahal Papua adalah provinsi yang paling kaya Sumber Daya alamnya di Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga mempunyai utang luar negeri yang setiap tahun semakin meningkat. Berikut catatan utang pemerintah pusat dan rasionya terhadap PDB sejak tahun 2000:
- Tahun 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%)
- Tahun 2001: Rp 1.273,18 triliun (77%)
- Tahun 2002: Rp 1.225,15 triliun (67%)
- Tahun 2003: Rp 1.232,5 triliun (61%)
- Tahun 2004: Rp 1.299,5 triliun (57%)
- Tahun 2005: Rp 1.313,5 triliun (47%)
- Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)
- Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)
- Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)
- Tahun 2009: Rp 1.590,66 triliun (28%)
- Tahun 2010: Rp 1.676,15 triliun (26%)
- Tahun 2011: Rp 1.803,49 triliun (25%)
- Tahun 2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%)
- September 2013: Rp 2.273,76 triliun (27,5%)
Mencermati kedua tabel di atas, ironis rasanya,
mengingat negara ini sangat kaya sumber daya alam, tetapi rakyatnya hidup
dibawah garis kemiskinan dan utang luar negerinya setiap tahun semakin
bertambah. Inilah yang namanya “KUTUKAN SUMBER DAYA ALAM”. Negara
yang kaya akan sumber daya alam, terutama sumber daya non-terbarukan seperti mineral
dan bahan bakar, tetapi cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih
lambat dan wujud pembangunan yang lebih buruk ketimbang negara-negara yang
sumber daya alamnya langka.
Oleh sebab itu, pertnyaannya, “MASIH ADAKAH HARAPAN UNTUK BERKELIT DARI “KUTUKAN
SUMBER DAYA ALAM” itu? Jawabannya,
“MASIH”.
CARA UNTUK BERKELIT
DARI “KUTUKAN SUMBER DAYA ALAM”
UNTUK MERAIH HARAPAN
Dalam uraian ini, penulis hanya fokus pada satu aspek
saja sebagai faktor yang paling
1. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) YANG TERAMPIL, AHLI DAN PROFESIONAL DI BIDANGNYA
Upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM), dalam pembangunan sangat penting dalam
rangka mewujudkan struktur perkonomian yang kokoh, mandiri dan andal. Ciri
perekenomian yang diharapkan adalah semakin meningkatnya kesejahteraan rakyat
melalui tercapainya tingkat pertumbuhan yang tinggi dan tercapainya stabilitas
nasional tanpa kesejangan antar daerah.
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkemampuan dalam memanfaatkan,
mengembangkan dan menguasai iptek yang berwawasan lingkungan. Nunuk Dwi Retnandari (2014) mengatakan bahwa tanpa keahlian maka sebanyak
apapun bahan baku (sumber daya alam) tidak akan dapat diubah menjadi produk
yang bermanfaat. Sementara itu, B. J. Habibie (Kompas 28/7/2014)
mengatakan Indonesia jangan hanya mengandalkan kemampuan dari Sumber Daya Alam
(SDA) tetapi juga bergantung kepada Sumber Daya Manusia (SDM) yang berarti
peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perilaku berbudaya.
Hal ini akan berdampak pada pemerataan dan kesejahteraan rakyat.
Salah satu indikator untuk
melihat berkualitas tidaknya Sumber Daya
Manusia (SDM) suatu negara adalah melalui Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang ditetapkan oleh UNDP. Menggunakan standard
penilaian baru, Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) merilis laporan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) pada 2013 untuk 187 negara. Indonesia berada di
peringkat 108, atau tidak berubah dari posisi tahun 2012.
IPM Indonesia menurut data BPS RI tahun 2013
Berdasarkan kajian aspek status pembangunan manusia,
tinggi rendahnya status pembangunan manusia menurut UNDP dapat dibedakan menjadi
3 (tiga) golongan, yaitu:
- Tingkatan rendah, jika IPM < 50.
- Tingkatan menengah, jika 50 < IPM < 80.
- Tingkatan tinggi, jika IPM > 80.
Dengan
demikian, meskipun ada kenaikan (tetapi tidak signifikan) maka Indonesia berada
di tingkat menengah (masih di bawah Malaysia dan Singapura dan di atas Timor
Leste, Filipina, Myanmar dan Vietnam).
Satu-satunya cara untuk meningkatkan Kualitas
Pendidikan di negeri ini adalah dengan memperbaiki kualitas pendidikan. Mengingat
pendidikan merupakan eskalator sosial-ekonomi sebuah bangsa,
maka pendidikan merupakan sektor terpenting dalam menghadapi persaingan global,
apalagi akan menghadapi ekonomi kawasan ASEAN pada
tahun 2015, Secara kemampuan pengetahuan, masyarakat Indonesia masih dibawah Singapura,
Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Berdasarkan survei Program
for International Student Assesment (PISA), kualitas pendidikan Indonesia berada pada
peringkat ke-64 dunia. PISA mengkaji performa
kemampuan matematika, membaca, dan ilmu alam, pelajar Indonesia yang memperoleh
nilai rata-rata 384. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan Singapura
yang menempati peringkat kedua dunia dengan nilai rata-rata 555.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengambil kebijakan
strategi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar mampu
keluar dari Kutukan Sumber Daya Alam kita sendiri.
2. PEMBENAHAN KELEMBAGAAN
Setelah
menghasilkan manusia yang berdaya saing,
maka langkah berikutnya adalah membenahi lembaga atau institusi dengan bermodal
sumber daya manusia yang berkualitas tersebut. Ide pokok Teori Modernisasi dalam Konsep Paradgima Institusionalisme adalah institusi merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap pembangunan
suatu negara. Pembangunan suatu negara akan baik bila institusinya berfungsi
dengan baik, sebaliknya pembangunan suatu negara akan gagal bila institusinya
tidak berfungsi dengan baik. Institusi disini tidak terbatas pada organisasi
secara kelembagaan tetapi mencakup semua nilai, norma, budaya, peraturan yang
mengatur dan mengikat perilaku aktor yang berinteraksi dalam organisasi yang
bersangkutan.Faktor kelembagaan di sini tidak terbatas pada organisasi tetapi
juga meliputi aturan main (rules)
dalam organisasi yang bersangkutan. Aturan main ini berfungsi untuk mendorong
orang berinvestasi, berwirausaha dan semua yang berhubungan dengan kegiatan
ekonomi. Selain itu, aturan main itu juga berfungsi untuk mengontrol apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh aktor-aktor ekonomi.
Macartan Humphreys, et. al. (2007), mengemukakan bahwa Norwegia misalnya,
banyak disebut sebagai negara yang memiliki Lembaga Keuangan yang sangat
efektif. Lemabag ini disenut dengan “natural resources fund/NRF”. Lembaga ini berfungsi untuk mengelola
dana sumber daya alam yang kemudian ada proses anggaran yang terpadu dan
pelaporan kepada publik menyangkut pembayaran, perusahaan induk dan investasi.
Disamping itu, kelembagaan
birokrasi pula sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Persoalan
di Indonesia adalah institusi masih sangat jauh dari harapan. Birokrasi yang
belum profesional higga KKN yang merajalela di tanah air berdampak kepada
pelayanan publik. Pelayanan publik ini berkaitan juga dengan
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam ekonomi untuk mencapai kesejahteraan
rakyat. Ini adalah tantangan terberat pemerintah yang akan datang untuk
melakukan pembangunan. Di negara kaya sumber daya alam, mudah sekali
memanfaatkan kewenangan untuk mengalokasikan sumber daya alam kepada konstituen
favoritnya ketimbang kebijakan ekonomi yang berorientasikan pembangunan. Arus
uang yang begitu besar dari sumber daya alam membantu korupsi politik
berkembang. Pemerintah merasa tidak perlu membangun infrastruktur institusional
untuk mengatur dan membebankan pajak bagi ekonomi produktif di luar sektor SDA,
sehingga ekonomi nasional tidak maju-maju. Keberadaan surga pajak luar negeri
membuka lebar kesempatan bagi politikus korup untuk menyembunyikan kekayaan
mereka.
Solusi reformasi birokrasi Indonesia
Oleh karena itu, misi
refomasi birokrasi harus segera direalisasikan agar birokrasi mampu melakukan
pelayanan dengan baik. Dalam reformasi inilah perlu dimanifestasikan
prinsip-prisip good governance,
yaitu:
ü Partisipasi,
yaitu mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam
menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut
kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
ü Penegakkan Hukum
agar mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua
pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi ham dan memperhatikan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat.
ü Transparansi,
untuk menciptakan
kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan
memadai
ü Kesetaraan
yakni memberi
peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan-nya.
ü Daya Tanggap
yakni meningkatkan
kepekaan para penyelenggara pemerintah terhadap aspirasi masyarakat tanpa
terkecuali.
ü Wawasan Ke Depan
yaitu membangun
daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga
dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut
bertanggung jawab terhadap kemajuan daerahnya.
ü Akuntabilitas,
yakni meningkatkan
akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut
kepentingan masyarakat.
ü Pengawasan,
yaitu meningkatkan
daya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dengan
mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.
ü Efisiensi dan Efektifitas
agar menjamin
terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya
yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
ü Profesionalisme
untuk meningkatkan
kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan
yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau
3. MENGONTROL PENDAPATAN DAN PENGELUARAN NEGARA MELALUI REGULASI YANG KETAT DAN TEGAS
Bila kualitas Sumber
daya manusia berhasil ditingkatkan dan kelembagaan yang yang inovatif dan
responsif terbentuk, maka langkah satrategi selanjutnya dalah mengupayakan kontrol
terhadapap Pendapatan dan Pengeluaran Negara Melalui Regulasi yang Ketat dan
Tegas. Dalam upaya ini, beberapa hal
yang harus dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut.
1) Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan
cara mengubah penerimaan dan pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang
membuat perubahan dalam bidang perpajakan (T) dan pengeluaran pemerintah (G)
dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran/permintaan agregat dalam perekonomian.
Tujuannya adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, membuka kesempatan
kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meniadakan kesejangan pendapatan, meningkatkan
penerimaan devisa negara serta memberi pengaruh pada kebijakan makro lainnya.
Strateginya adalah dengan menaikan atau menurunkan pajak dan subsidi.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output, sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum.
Di sejumlah negara yang sumebr daya alamunya terbatas dan kerna itu pajaknya
tidak bergantung pada sumber daya alam, pemerintah membebankan pajak kepada
rakyatnya. Kerananya, sebagai imbalannya, rakyat menuntut pemerintahan yang
efisien dan responsif dan akuntabel dalam mengelola pajak. Di negara-negara
yang ekonominya didominasi Sumber Daya Alam, pemerintah tidak perlu membenbani
rakyatnya dengan pajak yang berlebihan karena mereka memiliki sumber pendapatan
yang terjamin dari sumber daya alam. Karena karena itu, rakyat kurang peka
terhadap penglolaan pajak karena mereka tidak merasa tidak bertanggung jawab sebab mereka tidak
terbebani dengan pajak. Mereka jadi tidak terlalu peduli dengan bagaimana
pemerintah membelanjakan anggarannya. Selain itu, pihak-pihak yang diuntungkan
oleh kekayaan sumber daya mineral berpotensi memandang pelayanan publik sebagai
sebuah rutinitas sehingga pelayanannya buruk. Akibatnya, rakyat diabaikan oleh.
Itulah sebabnya, Negara-negara yang ekonomnya didominasi industri pengolahan
sumber daya alam cenderung lebih represif, korup, dan dikelola dengan buruk.
Macartan Humphreys, et. al. (2007), dalam studi mereka di Sao Tome and Principe tentang regulasi perminyakan
di negara tersebut, dimana Sao Tome and Principe mempunyai regulasi yang sangat
baik dalam kebijakan fiskal mereka. Dibentuk sebuah lembaga keuangan yang diberikan
otoritas untuk mengelola pendapatan dari minyak dengan cara memberikan stimulus
yang kemudian disebut dengan “dana abadi” untuk mengantisipasi pengeluaran
masa depan ketika ada krisis. Tujuan dana abadi adalah untuk memfasilitasi akumulasi pendapatan yang sangat besar,
rentan, dan bersifat sementara di tahun-tahun baik; menstabilkan belanja
publik, menjadi sumber dana belanja publik ketika pendapatan dari sumberdaya
alam tidak lagi mengalir.
Masih dari temuan Macartan
Humphreys, et. al. (2007), undang-undang pendapatan minyak di Sao Tome and Principe juga berperan untuk pembayaran
utang luar negeri dan belanja pendidikan. Misalnya, bagi Dana Stabilisasi,
Investasi Sosial dan Sektor Produktif dan Penurunan Utang Negara (Fund for
Stabilization, Social and Productive Investment and Reduction of the Public
Debt/FEIREP) dalam tahun 2002-2005, di mana sumber-sumbernya harus
dibelanjakan bagi penurunan hutang (70%), pendapatan umum dan belanja darurat
(20%), serta kesehatan dan pendidikan (70%). Tetapi, jumlah agregat yang
dibelanjakan akan ditentukan oleh keputusan Presiden. Hal yang sama juga benar
bagi pelanjut FEIREP, meskipun jumlah pasti pengeluaran yang diijinkan telah diubah.
Dan Undang-undang Pendapatan Minyak Sao
Tome and Principe menyatakan hal berikut: “Alokasi Setoran Dana Tahunan akan
didesentralisasi sesuai dengan sektor-sektor dan teritorialnya, dan ditujukan
bagi penghapusan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup rakyat Sao Tome,
promosi tata kelola yang baik, pembangunan bidang sosial dan ekonomi.
Selanjutnya, alokasi tersebut akan dipergunakan, yakni, untuk memperkuat
efisiensi dan efektifitas Administrasi Negara, untuk memastikan adanya
pembangunan Negara yang selaras dan terpadu, pembagian yang adil menyangkut
kekayaan nasional, koordinasi antara kebijakan ekonomi dan sosial,
kebijakan-kebijakan pendidikan dan kebudayaan, pembangunan pedesaan,
pelestarian keseimbangan lingkungan, perlindungan lingkungan, perlindungan hak
azasi manusia, dan kesetaraan di antara warga negara di depan hukum.”
Dalam Macartan
Humphreys, et. al. (2007), Keynes berpandangan bahwa kebijakan
fiskal (Fiscal Policy) sangat penting
untuk mengatasi pengangguran dengan proses yang meliputi:
1) Pengurangan
pajak penghasilan. Hal ini akan menambah daya beli masyarakat dan akan
meningkatkan pengeluaran agregat.
2) Peningkatan
pengeluaran agregat dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah untuk
pembelian barang dan jasa maupun untuk menambah investasi.
3) Selanjutnya
dalam masa inflasi atau ketika kegiatan ekonomi telah full employment, langkah
sebaliknya harus dilakukan yaitu, pajak dinaikkan dan pengeluaran pemerintah
akan dikurangi.
4) Langkah
ini akan menurunkan pengeluaran/permintaan agregat dan mengurangi tekanan
Inflasi.
Salah satu kebijakan fiskal Indonesia saat ini yang masih menjadi
kontroversi adalah kebijakan “subsidi
BBM”. Kebijakan ini dinilai kebijakan yang salah sasaran karena yang
menikmati kebijakan ini adalah orang-orang yang kaya, tidak seperti tujuan
utama pemerintah yakni sasaran utamanya adalah rakyat yang kurang mampu. Oleh
sebab itu, Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan ini agar benar-benar bermanfaat
bagi kesejahteraan rakyat.
2) Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses
mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu. Seperti
menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter
pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi
ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta
neraca pembayaran internasional yang seimbang. (sumber: id.wikipedi.org). Selain itu, kebijakan moneter juga meruapakn upaya untuk mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap
mempertahankan kestabilan harga.
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang diambil oleh Bank
Sentral (di Indonesia, BI) untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar di masyarakat. Selama ini, masalah struktural seperti hambatan
pengembangan infrastruktur, defisit neraca pembayaran, inflasi yang tinggi dan
ketergantungan terhadap dollar diyakini menjadi hambatan bagi Bank Indonesia (BI) untuk mengeluarkan kebijakan moneter
yang tepat. Karena itu, seringkali kebijakan moneter Indonesia belum berhasil
secara signifikan. Misalnya ketika BI diperhadapkan dengan dilema antara penurunan suku bunga acuan dan pelemahan nilai
tukar rupiah. Sebab, ketika tika BI rate naik, ternyata rupiah tidak menguat
terhadap dollar. Oleh sebab itu, BI
sulit memprediksi laju inflasi setiap tahunnya, akibatnya dapat mengganggu laju
perekonomian.
4.
PEMBANGUNAN
YANG BERKAKTER LOKAL: EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI POTENSI UNGGULAN DAERAH
Pembangunan yang
berorientasi pada kearifan lokal adalah pilihan terbaik bagi Indonesia. Pembangunan
yang berkakter lokal dengan
mengeksplorasi dan eksploitasi potensi unggulan daerah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dalam bingkai paradigma
pemberdayaan masyarakat lokal dengan tidak mengesampingkan aspek keberlanjutan
lingkungan hidup adalah strategi baru yang harus segera diimplementasikan untuk
membebaskan diri dari kutukan sumber daya alam.
Soetomo (2004)
mengatakan bahwa, “potensi merupakan sumber (resources) yang mengandung
kemungkinan-kemungkinan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal. Kearifan
lokal ini akan bertumpu pada pemberdayaan masyarakat lokal dan semua potensi
yang selama ini belum tersentuh untuk alat dalam mencapai pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi rakyat. Teori Pemberdayaan Masyarakat (empowerment) mengemukakan bahwa selain sumber daya
alam lokal dan institusi dikembangkan, perlu pula sumber daya manusia yang
berkualitas untuk mengelola sumber daya alam itu dengan cara yang inovatif dan
dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Ide utama dari teori pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat
berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan
kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila
warganya ikut berpartisipasi aktif dalam pemnagunan. Suatu usaha hanya berhasil
dinilai sebagai pemberdayaan masyarakat apabila kelompok komunitas atau
masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek.
Ini artinya menjadikan manusia sebagai unsur utama atau subjek dalam
pembangunan. Strateginya adalah dengan memberikan daya atau kemampuan kepada
manusia agar mampu berdiri-sendiri berpartisipasi aktif dalam pembangunan.
Memberikan daya atau kemampuan ini adalah lewat pendidikan dan pelatihan baik
formal maupun informal.
Model-model Kemitraan dalam Pemberdayaan Masyarakat (Ambar Teguh Sulistiyani, 2004:117)
1. Pendekatan “CIPOO” (Context-Input-Process- dan output-outcome)
Ambar Teguh dalam bukunya yang berjudul “Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan
Masyarakat” menemukan kerangka kerja konseptual yang kemudian dikenal
dengan pendekatan “CIPOO” (Context-Input-Process- dan output-outcome).
1)
Context
Yaitu konteks pemberdayaan agen pembaharu menjelaskan program
atau kegiatan yang sesuai untuk dikembangkan dalam rangka pemberdayaan agen
pembaharu.
2)
Input
Yaitu menggambarkan sumber daya, fasilitas yang diperlukan
dalam memperdayakan agen pembaharu.
3)
Process
Yaitu menggambarkan serangkaian langkah ataua tindakan yang
ditempuh untuk memperdayakan agen pembaharu.
4)
Output
Yaitu hasil akhir setelah serangkaian proses pemberdayaan
dilakukan akan mencapai kompetensi sebagai agen pembaharu yang berdaya dan
mampu implementasi pendampingan kepada masyarakat untuk melakukan program aksi
dari perencanaan, pelaksanaa, monitoring dan evaluasi program pemberdayaan
masyarakat miskin.
5)
Outcome
Yaitu nilai manfaat yang ditimbulkan setelah agen pembaharu
memiliki tingkat keberdayaan tertentu, sehingga agen pembaharu mampu bertindak
sebagai agen pembaharu dengan melakukan peran dalam proses pemberdayaan
masyarakat miskin, yaitu dengan tingkat peran linaer atau berbanding lurus
dengan tingkat keberdayaan yang sudah dimiliki tersebut.
2. Pendekatan “KAP” (Knowledge, Attitude, Practice)
Pengetahuan (Knowledge), Sikap (Attitude),
dan Praktek (Practice). Faktor
perilaku ini tidak bisa diubah dalam waktu singkat, tetapi perlu pendekatan
konsep KAP (Knowledge, Attitude, Practice). Artinya masyarakat perlu diberi
pengetahuan (Knowledge) untuk mengubah sikap (Attitude), dan dengan berubahnya
sikap, akan mengubah perilaku (Practice) masyarakat ke arah yg lebih baik.
Faktor perilaku mempunyai pengaruh yang besar terhadap individu
maupun masyarakat. Perilaku aktif dapatlah dilihat (overt) sedangkan perilaku
pasif tidaklah tampak, seperti misalnya pengetahuan, persepsi, atau motivasi.
Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku. Misalnya:
bentuk-bentuk perilaku menurut Bloom membedakan antara:
1. Perilaku
kognitif (yang menyangkut kesadaran atau pengetahuan);
2. Afektif
(emosi) dan
3. Psikomotor
(tindakan/gerakan).
bentuk-bentuk perilaku menurut Ki Hajar Dewantoro sebagai :
1. Cipta
(peri akal),
2. Rasa
(peri rasa) dan
3. Karsa
(peri tindak).
Secara
umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara
positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu.
Ambar Teguh dalam bukunya “Kemitraan
dan Model-model Pemberdayaan Masyarakat” (2004:84) mengemukakan tahapan
pemberdayaan (Knowledge), Sikap (Attitude), dan Praktek (Practice) dengan pendekatan Aspek Afektif, Kognitif, Psikomotorik dan Konatif yang dapat disimak dalam tabel berikut:
Tahapan Pemberdayaan Masyarakat Knowledge, Attitude, Practice (KAP) dengan pendekatan Aspek Afektif, Kognitif, Psikomotorik dan Konatif
Sumber:
Ambar Teguh (Kemitraan dan Model-model
Pemberdayaan Masyarakat, 2004:84)
Dengan
pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat lokal akan mampu mengolah
sumber daya yang ada di daerah sebagai wujud dari pada pembangunan yang
karakter lokal sehingga mencapai kesejahteraan rakyat secara nasional.
KESIMPULAN
Negara
indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dari Sabang sampai
Merauke, namun rakyatnya belum sejahtera. Ketidaksejahteraan rakyat yang
dialami oleh rakyat Indonesia adalah bagian dari kutukan sumber daya alam. Karena tidak mampu mengelola SDA itu
dengan baik untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Untuk keluar dari kutukan itu kita membutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas, kelembagaan yang mampu mengelola dan
merancang kebijakan ekonomi yang tepat, lembaga yang mampu mengelola keuangan
negara dari pusat hingga daerah. Dengan demikian maka, pembangunan yang
berorientasi pada karakteristik lokal akan tercapai untuk kesejahteraan segenap
warga negara tanpa meninggalkan kesenjangan.
Dengan
demikian, maka akan meraih harapan dan bebas dari kutukan sumber daya alam yang
selama ini dialami oleh bangsa ini.
DAFTAR PUSTAKAN
1.
Humphreys, Macartan; Sachs, Jeffrey D. and Stiglitz,
Joseph E., 2007. Escaping the Resource Curse. New York: Columbia University
Press.
2. Sen,
Amartya. 2001. On the Ethics and
Economics.
3. Campbell, Noel dan Snyder, D. Thomas J. 2012. Economic
Growth, Economic Freedom, and the Resource Curse. The Journal of
Private Enterprise 28(1), 23–46. University
of Central Arkansas.
4.
Hayman, Gavin; Carini, Giulio. 2011.
Escaping the resource
curse. London: Euromoney Trading Limited
5. Soetomo. 2011 . Strategi-Srategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
6. Cox, Gary W. and McCubbins, Mathew D. February, 1997. Political Structure and Economic Policy: The Institutional Determinants of Policy Outcomes. San Diego: University of California, Department of Political Science.
7. Wihana Kirana Jaya. 2006. Peran Institusi Dalam Pertumbuhan Ekonomi.
8. Caporaso,
James A. dan David P.Levine. 1992.Teori –
Teori Ekonomi Politik. Diterjemahkan oleh Suraji tahun 2008. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
9. Teguh
Sulistiyani, Ambar, 2004, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, Yogyakarta:
Gava Media
10. Budiman,
Arief, 2000, Teori Pembangunan Dunia
Ketiga, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
11. Godbole,
Madhav, March 13 2004, Good Governance: A Distant
Dream Economic And Political Weekly.
12. Mkandawire,
Thandike, Agustus 2007, 'Good
Governance': The Itinerary of an Idea Development In Practice, Volume 17, Number 4-5.