Kebijakan Ekonomi, Institusi dan Pertumbuhan Ekonomi di Era Globalisasi
Institutionalism
Ide
pokok teori institusional adalah bahwa organisasi dibentuk oleh
lingkungan institusional yang mengitarinya. Pengamatan terhadap
organisasi harus dilihat sebagai totalitas simbol, bahasa, ataupun
ritual-ritual yang melingkupinya. Para teoritis institusional menganggap
bahwa perilaku dalam kontek sosial dapat dipahami melalui pemahaman atas
institusi. Sementara itu, kaum neoliberal institusionalisme berpendapat bahwa
salah satu cara untuk mencapai perdamaian dan kesejahteraan adalah dengan
memosisikan negara sebagai aktor independen, agar menciptakan sebuah komunitas
yang terintegrasi sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan juga mampu
merespon masalah-masalah regional yang timbul.
Baca Kumpulan Tugas Kuliah >>>> DISINI
Institusionalism Economic
Institusionalis economic memusatkan
kajiannya untuk memahami peranan institusi buatan manusia dalam mempengaruhi
perilaku ekonomi. Aliran ini sekarang berkembang menjadi new institutional
economic yang memusatkan perhatiannya mempelajari peranan institusi
untuk mengurangi transaction cost. John R Commons dalam artikelnya
Institutional Economic, menyatakan bahwa ekonomi adalah jejaring hubungan antar
manusia yang memiliki kepentingan , yang didalamnya ada monopoli, perusahan
besar, perselisihan buruh, dan fluktuasi siklus bisnis. Menurut Douglass
Institutional Economic berbeda dengaan teori ekonomi neo klasik dalam beberapa
hal. Misalnya : Institutional Economic mempertahankan asumsi dasar mengenai
kelangkaan (scarcity) dan kompetisi, Institutional Economic telah melepaskan
asumsi instrumental rationality. Karena menganut instrumental rationality, maka
teori ekonomi neo klasik menganggap bahwa institusi, ide, ideologi tidak
diperlukan (tidak berpengaruh) dan pasar yang efisien menjadi ciri pokok
kegiatan ekonomi. Dalam kenyataan manusia memiliki kemampuan terbatas dalam
memproses informasi. Seringkali informasi yang dimiliki tidak lengkap. Oleh
karena itu langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memodifikasi
asumsi instrumental rationality, North mengatakan bahwa pasar yang efisian
diasumsikan jika biaya transaksi adalah nol, jika tidak nol maka institusi
menjadi faktor penting, Institusi berguna untuk menurunkan biaya transaksi.
Pandangan institusionalis: ketika
seseorang menjadi miskin pintu (institusi) bank dan macam-macam lembaga modal
tertutup untuknya, karena lembaga tersebut menuntut jaminan dll. Solusinya
adalah: pemerintah memaksa bank agar orang miskin pinjam tanpa jaminan.
Bantuan modal dan kesehatan juga diberikan pada orang miskin.
Rational
Choice Institusionalism
Pandangan ini memfokuskan perhatian
pada bagaimana para aktor membentuk organisasi atau institusi untuk mencapai
kepentingan mereka. Artinya, institusi hanya sebagai alat untuk mencapai keinginan
rasional dari para aktor. Hal itu mereka lakukan dengan dengan cara
mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara untuk memenuhi kepentingan mereka. Aliran Institusionalisme Keputusan Rasional
berusaha menggabungkan metode berpikir dalam paham individualisme dengan
institusional. Fokus riset dalam aliran ini adalah bagaimana merancang
institusi sebagai instrumen untuk membatasi efek negatif perilaku
individu yang cenderung memaksimalkan kepuasan pribadinya.
Dalam Rational choice
institusionalism terdapat dua sudut pandang yang lazim dianut dalam melihat
institusi. Yang pertama, melihat institusi sebagai kendala yang bersifat
eksogen, yaitu institusi merupakan kumpulan aturan yang mengatur perilaku
individu didalam organisasi dan masing-masing individu tidak memiliki daya
untuk merubahnya. Kedua melihat aturan dalam institusi diciptakan sendiri
(bisa dirubah-rubah) oleh para pemain di dalamnya. Dalam sudut pandang ini
institusi merupakan cara ekuilibirium dalam melakukan sesuatu. Untuk memahami
institusi dengan baik kita harus memahami interaksi antar individu.
Historical
Institusionalism
Historical Institusionalism
berpandangan bahwa institusi adalah perosedur-prosedur, rutinitas, norma yang tertanam
dalam struktur organisasidari sebuah sistem politik. karenanya, kaum Historical
Institusionalism fokus perhatiannya pada seberapa pentingnya peranan struktur
masyarakat dan negara ketimbang organisasi.
Meskipun
demikian, aliran historical dan rasional pada dasarnya sama. Misalnya keduanya
sama-sama mengakui pentingnya institusi untuk politik karena institusi mengatur perilaku politik, tetapi
perbedaannya hanya pada apakah manusia itu rasional atau tidak. Perbedaan pokok
antara keduanya misalnya dalam ilmu politik adalah bahwa aliran historis lebih
tertarik mengamati dan menjelaskan dampak politik yang riil dan spesifik. Oleh
sebab itu, aliran historical institusionalism mengakui pentingnya sejarah
perkembangan institusi. Jalur yang dipilih pada tahap awal perkembangan
institusi memainkan peranan penting pada kehidupan di kemudian hari. Institusi
dianggap memiliki agenda inheren berdasarkan pola perkembangan yang baik yang
bersifat formal.
Ekonomi Politik, Institusi dan Pertumbuhan Ekonomi
Institusi menjadi
bagian yang sangat penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Kualitas dan
struktur
institusi suatu
negara akan menentukan kinerja pertumbuhan ekonomi dari negara yang bersangkutan. Setelah Perang Dunia II
berakhir, studi mengenai pertumbuhan dan pembangunan ekonomi berkembang menjadi
kajian yang sangat menarik, terutama di negara-negara yang mengalami penjajahan
bertahun-tahun. Karena itu, banyak negara-negara berkembang
yang mengeksplorasi kebijakan-kebijakannya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
dengan menekankan pada kebijakan pertumbuhan ekonomi. Selain kebijakan yang berhubungan langsung
dengan kebijakan ekonomi, ada juga kebijakan negara yang memperkuat institusi
negara untuk menggenjot pertumbuhan ekonominya demi mencapai kemajuan dan
pertumbuhan ekonomi berjangka panjang. Penataan institusi dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian, beberapa ahli ekonomi
menilai bahwa pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang
karena tidak melibatkan faktor-faktor nonekonomi, seperti: institusi, terutama
institusi ekonomi. Institusi atau lembaga tidak hanya terbatas pada istilah
organisasi, namun memiliki makna yang lebih luas yaitu sebagai aturan formal
dan informal, norma, dan hukum yang berinteraksi dalam masyarakat. Ini merujuk
pada arti penting dari institusi bahwa institusi itu merupakan aturan formal
dan informal beserta mekanisme penegakkannya yang membentuk perilaku individu
dan organisasi dalam masyarakat. Institusi
bisa jadi merupakan institusi formal seperti negara secara konstitusi, ataupun
informal, seperti budaya. Berbeda dengan definisi organisasi,
dimana organisasi adalah, sebuah kesatuan yang terdiri dari sekelompok orang
yang bertindak secara bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan bersama. Sebuah
struktur institusi berupa aturan-aturan formal (hukum, peraturan, kontrak,
hukum konstitusional) dan aturan informal (etika, kepercayaan, dan norma-norma
yang tidak tertulis lainnya) adalah wadah dari organisasi dan individu untuk
mencapai kepentingan mereka. Organisasi kemudian memiliki aturan internal
(yaitu institusi) untuk menangani permasalahan personalia, anggaran, pengadaan
dan prosedur pelaporan, yang membatasi perilaku anggota mereka. Dengan
demikian, institusi merupakan struktur
insentif (pendorong) bagi perilaku organisasi dan individu. Institusi
harus dipahami sebagai sebuah stuktur yang mempunyai norma dan peraturan untuk
mengatur interaksi individu dalam sebuah organisasi.
Negara-negara dengan institusi yang
baik lebih mampu mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien, sehingga
ekonomi bisa bekerja lebih baik. Institusi yang kuat juga akan menciptakan
kebijakan ekonomi yang tepat dan kredibel, sehingga berbagai bentuk kegagalan
pasar bisa teratasi. Sebaliknya, insitusi yang buruk adalah beban yang
menghalangi ekonomi untuk bisa bekerja dengan baik. Kebijakan yang dilahirkan
oleh sebuah institusi yang buruk juga berpotensi besar mengalami kegagalan
(policy failure) yang akan makin
memperburuk kerugian dari kegagalan pasar (Jaya, Wihana, 2006).
Konteks sosial dan sejarah merupakan kondisi dari
institusi yang efektif. Demokrasi yang sukses merupakan jalan yang independen:
“Dimana anda menentukan masa
depan anda lewat pemilihan pemimpin”. Putnam mengakui bahwa struktur pemerintah daerah telah mengembangkan
proses pemerintahan di Itali Selatan, namun kepercayaan yang luas dari analisa
ini menunjukkan bahwa kausalitas pada budaya berada diatas institusi negara.
Kecuali masyarakat diperhitungkan dengan norma-norma keterlibatan masyaraka,
demokrasi yang sukses tidak mungkin terjadi.
Putnam memotret sosial
kapital sebagai persyaratan umum untuk aksi bersama, karena persamaan
kepentingan dalam fungsi efisien pasar sama dengan sebagai fungsi efisien dari
pmerintah. Perpanjangan yang lebih tepat dari analisis
institusional untuk bidang ekonomi di presentasikan oleh “New Istitusional Ekonomi (NIE)”. Ajaran ini menerima inisial premis-premis dari
ekonomi neo-klasik yang menggunakan metodologi individualisme, melihat ekonomi
sebagai teori pilihan subjek untuk membatasi, menerima kelangkaan, dan
memeriksa pentingnya harga dalam menstabilkan keseimbangan pasar.
Perubahan Lembaga (institusi) adalah
salah satu solusi potensial untuk memecahkan dilema sosial dan pertimbangan
politis dan seharusnya merupakan pusat perhatian negara-negara berkembang,
namun sayangnya tidak menguasai
perubahan lembaga tersebut. Dalam suasana yang jelas dilemma masyarakat ini lebih bernuansa
ekonomi ketimbang. Politik Dipahami
dalam hal kelembagaan, pembuat kebijakan memiliki dua kemungkinan
untuk sukses: (1) merumuskan kebijakan yang berusaha untuk
mencapai tujuan mereka dengan sesuai dengan konteks kelembagaan; atau (2) merumuskan
kebijakan yang berusaha untuk mengubah
konteks kelembagaan sedemikian rupa untuk membuka opsi kebijakan baru menurut kepentingan mereka
sendiri.
Baca Kumpulan Tugas Kuliah >>>> DISINI
KEBIJAKAN SEBAGAI VARIABLE
KASUAL: INTERVENSI NEGARA DALAM KONTEKS INDONESIA
Bagaimana
lembaga mempengaruhi kinerja ekonomi? Caranya adalah melalui kebijakan yang
dirumuskan oleh pemerintah. Indonesia adalah salah satu negara yang peran
institusinya sangat penting dalam perekonomiannya. Karenanya lembaga-lembaga
negara dituntut untuk seefisien mungkin dalam mengatur sistem perekonomian. Desentralisasi
dan otonomi merupakan suatu momen perubahan institusional yang cukup besar bagi
kehidupan bagi bangsa Indonesia. Perubahan tata kelola pemerintahan dari yang
bersifat sentralistik menjadi desentralisasi. Namun hingga saat ini desentralisasi
dan otonomi daerah belum menunjukan keberhasilannya. Adanya masalah
institusional menyebabkan kegagalan ini, yang salah satunya adalah konflik
kepentingan antara pemerintah daerah, misalnya konflik dalam hal pendapatan
daerah. Selain itu permasalahan peraturan perundang-undangan yang sering
tumpang tindih sehingga tidak menimbulkan kejelasan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Masalah yang paling rumit dan masif adalah permasalahan korupsi
yang justru meningkat dan kurangnya penegakan hukum menyumbang kegagalan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Peran
negara sebagai institusi melalui berbagai kebijakan yang mengatur arus
perekonomian baik di negeri maupun yang berhubungan dengan ekspor impor,
mengindikasikan adanya intervensi negara dalam perekonomian Indonesia.
Subsidi BBM adalah
bentuk intervensi Pemerintah dalam mengendalikan pasar atau kinerja ekonomi
oleh lembaga/pemerintah di Indonesia. Selain itu, salah satu kebijakan fenomena
dalam hal intervensi pemerintah untuk perekonomian adalah pemberian dana
talangan oleh Bank Indonesia kepada Bank Century yang kemudian menuai masalah
di kemudian hari. Di samping itu juga, bentuk Intervensi pemerintah lainnya bentuk
campur tangan pemerintah lainnya adalah kebijakan perkreditan rakyat dari bank
swasta maupun bank BUMN dan koperasi simpan pinjam untuk memudahkan
perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM)
dalam mendapatkan modal demi perkembangan usahanya.
Kendati demikian, ketika
Indonesia menghadapi pasar global, seperti ASEAN Community banyak tantangan
yang dihadapi, salah satunya adalah pada saat institusi atau dalam hal ini para
pembuat kebijakan (Policy Maker) tidak mampu memformulasikan kebijakan ekonomi
yang tepat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi agar tetap baik. Faktor penyabab
hal ini adalah carut-marutnya perpolitikkan terutama organisasi partai politik
lemah dalam hal rekruitmen anggota sehingga banyak para utusan partai ini tidak
krerdibel untuk mengurus institusi atau lembaga negara, timbulnya KKN, dan lain
sebagainya. Banyak kebijakan pemerintah daerah yang tidak sejalan dengan pemerintah
pusat. Sebab pemerintah daerah mempunyai visi misa yang lain dari pemerintah
pusat. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia untuk membenahi
instansinya agar dapat mengahasilkan kebijakan ekonomi yang mampu menyelamatkan
negara dari keterpurukan.
- Baca Kumpulan Tugas Kuliah >>>> DISINI
________________________________________
KONTRIBUTOR/PENULIS: Sdr. Elkana Goro Leba, MPA. Artikel
ini disesuaikan dari berbagai sumber, Mohon maaf bila ada kesalahan
pengutipan atau informasi yang kurang tepat karena "TIADA GADING YANG
TIDAK RETAK". Terima kasih, karena sudah mampir. Salam!
JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR DI BAWAH.
________________________________________ JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR DI BAWAH.