Korban Lakalantas Akibat Jalan Rusak Bisa Gugat Pemerintah
Korban Lakalantas Akibat Jalan Rusak Bisa Gugat
Pemerintah
(Pasal
273, UU RI 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan)
(Berhubungan
dengan Kerusakkan Jalan Utama di kota Kupang)
Oleh: Elkana Goro
Leba, S. Sos
Jalan
dan jembatan adalah jantung utama sebuah daerah untuk mendukung mobilitas
sehari-hari masyarakat. Oleh sebab itu, seringkali pembangunan dan perbaikan
jalan menyita perhatian pemerintah. Jalan dapat diklasifikasi berdasarkan
fungsi, administrasi pemerintahan dan kelasnya. Berdasarkan fungsi, jalan
terdiri atas, jalan arteri (melayani
angkutan utama jarak jauh), jalan kolektor
(melayani angkutan jarak sedang), jalan lokal
(melayani angkutan jarak pendek atau angkutan setempat) serta jalan lingkungan (melayani angkutan lingkungan
dengan ciri jarak dekat dalam lingkungan). Berdasarkan administrasi
pemerintahan, jalan terdiri dari jalan nasional (jalan arteri), jalan propinsi
(jalan kolektor), jalan kabupaten (jalan lokal), jalan kota (melayani angkutan
pemukiman dalam kota dan antar pusat pelayanan lainnya) serta jalan desa (jalan
lingkungan). Sementara berdasarkan kelas, terdiri dari jalan kelas I dan kelas
II dengan izin muatan terberat 10 ton, kelas IIIA, IIIB, dan IIIC izin muatan
terberat 8 ton. Karena itu, kualitas jalan Nasional (kelas I dan II) harus
lebih baik dari jalan kelas III A, B dan C. (sumber:
wikipedia)
Tambal Sulam Asal Bapa Senang (ABS)
Kualitas
jalan di NTT terutama jalan propinsi di kota Kupang kini menjadi sorotan
publik. Pasalnya, banyak jalan yang rusak bukan karena termakan usia tetapi
rusak karena kualitas buruk. Karena buruknya kualitas ini, menyebabkan jalan
berlubang. Ironisnya, sejumlah titik jalan yang rusak ini adalah jalan utama
yang sering diperbaiki. Berkali-kali diperbaiki dengan cara menambal sulam dan
lain sebagainya tetapi hanya selang 3-4 bulan saja kembali menjadi kubangan
lumpur pada titik atau bekas perbaikan itu ketika hujan mengguyuri. Pada
dasarnya, pemerintah punya niat baik untuk membangun dan memperbaiki jalan
tetapi kualitasnya yang hanya “asal bapa
senang” sehingga berkali-kali diperbaiki tetapi berkali-kali juga rusak
pada tempat yang sama. Jalan yang
rusak ini, tidak jarang membuat macet dan menimbulkan kecelakaan lalu lintas (Lakalantas).
Sehingga seringkali membuat pengguna jalan gregetan dan harus penuh waspada,. Hal
ini sering dikeluhkan oleh pengendara. Dimana para pengendara harus bergelut
untuk menghidari jalan yang berlubang.
Korban
Lakalantas bisa Gugat Pemerintah?
Masyarakat mengeluh tetapi mereka
tidak tahu dimana tempat mengadu dan apa yang harus perbuat. Namun kini
pengguna jalan bisa menggugat Penyelenggara
Sarana dan Prasarana (Pemerintah) bila terjadi Lakalantas akibat kerusakkan
jalan atau infrastruktur jalan raya yang buruk dan tak kunjung diperbaiki.
Sebab selama ini sepertinya pengguna jalan tidak pernah sadar dan bahkan
mungkin tidak pernah tahu tentang hal ini. Selama ini pengguna jalan hanya
menjalankan kewajibannya dan tidak tahu haknya sebagai pengguna jalan padahal
mereka juga berhak mendapatkan fasilitas yang layak dari pemerintah dan pemerintah daerah. Dan
pemerintah pun sepertinya jarang jalankan kewajibannnya, dalam hal ini
mengganti rugi para pengguna jalan yang
alami kecelakaan akibat jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki. Di
kebanyakan daerah, jalan yang rusak dibiarkan bertahun-tahun tidak diperbaiki. Diperbaiki
pun hanya bertahan beberapa bulan kemudian rusak lagi pada tempat yang sama seperti
halnya di Kota Kupang.
Namun,
kini ada harapan baru yang datang dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dalam ketentuan Pidana Pasal
273 tertera bahwa “Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut
memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka
ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah)”. Ketetuan selanjutnya Pasal 273 tersebut yang dapat kita
lihat adalah sanksi pidana untuk Penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera
dan patut memperbaiki Jalan yang rusak, yaitu: pertama, Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera
dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu
Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban
luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan
penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah). Kedua, Dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Ketiga, Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah). Keempat, Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu
pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda
paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Siapa Penyelenggara jalan?
Dalam
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sama sekali tidak
mendefinisikan Penyelenggara itu siapa. Tetapi Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004
Tentang Jalan, Pasal 15 dan 16 Penyelenggara
itu adalah: (1) Pemerintah (Kementerian Pekerjaan Umum) yaitu Jalan Nasional (2) Pemerintah
Provinsi (Dinas Pekerjaan Umum) yaitu Jalan Provinsi, (3) Pemerintah Kabupaten
(Dinas Pekerjaan Umum) yaitu Jalan Kabupaten dan Jalan Desa, (4) Pemerintah
Kota (Dinas Pekerjaan Umum) yaitu Jalan Kota.
Kewajiban
Penyelenggara Jalan
Kembali
ke Undang-udang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menerangkan
bahwa Kewajiban Penyelenggara Jalan
adalah sebagai berikut: Pasal
24: Memperbaiki Jalan yang rusak dan
memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak. Pasal 238 ayat (1): Menyediakan
dan/atau memperbaiki pengaturan, sarana, dan Prasarana Lalu Lintas. Lintas Pasal 238 ayat (2): Menyediakan alokasi
dana untuk pencegahan dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas. Pasal 239 ayat (1): Mengembangkan program asuransi Kecelakaan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Pasal 239 ayat (2): Membentuk perusahaan asuransi
Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Hak
Korban
Menurut
Pasal 240 dan Pasal 241 UU No. 22 Tahun 2009, Korban
Kecelakaan Lalu Lintas berhak mendapatkan: (1) Pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas
terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah; (2) Ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya
Kecelakaan Lalu Lintas; dan (3) Santunan
Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.
Penyelenggara Jalan belum jalankan Kewajibannya
Selama
ini, pemerintah seakan menutup mata dan menulikan telinga terhadap apa uang
terjadi di lapangan. Kerusakan material akibat kecelakaan disebabkan oleh jalan
rusak yang bertahun-tahun tidak diperbaiki korban menanggung sendiri. Kecelakaan
itu bukan persoalan kurang hati-hati pengendara dalam mengemudikan kendaraannya,
tetapi ini persoalan pelayanan publik terhadap masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik dari pemerintah dan mengapa terjadi kecelakaan di tempat
itu, karena tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Tidak mungkin ada
kecelakaan itu kalau tidak jalan tidak berlubang. Ini khusus kecelakaan karena
jalan yang berlubang.
Namun,
merujuk pada paparan di atas, dengan jelas korban, yakni masyarakat pengguna
jalan mempunyai hak untuk mendapatkan
bahkan menuntut fasilitas yang layak dari pemerintah dan pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk memperbaiki
fasilitas jalan yang rusak dan atau mengganti kerugian korban lakalantas yang
selama ini tidak pernah dijalankan.
Semoga
dengan tulisan saya ini, membuka mata dan hati kita semua, baik pemerintah maupun
masyarakat umum pengguna jalan agar mengetahui hak dan menjalankan Kewajiban
untuk mendapatkan fasilitas jalan yang layak dari pemerintah.