PANCA PELAYANAN GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR (GMIT)
KATA PENGANTAR
Berbicara tentang pelayanan GMIT, berarti juga berbicara
tentang pelayanan gereja karena eksistensi GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor)
tidak terlepas dari tugas dan panggilan gereja ke dunia. Tidak lain tujuan
pelayanan itu adalah untuk menciptakan masyarakat yang bermoral dan beretika
baik, menciptakan keteraturan agar mencapai kehidupan yang tertib, tentram dan
damai melalui gereja. Tugas dan panggilan gereja ke dunia antara lain adalah
Diakonia, Koinonia Dan Merturia, Liturgia dan Oikonomia yang juga sebagai ruang
lingkup pelayanan GMIT untuk menjalankan misi Gerejawinya.
Oleh sebab itu, dalam makalah ini, kami akan menyajikan
dengan sederhana “PANCA PELAYANAN GMIT”. Besar harapan kami agar makalah ini
dapat memberi nilai tambah bagi pembaca.
Akhirnya puji syukur dan ucapan terima kasih yang tulus
kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini, baik moril maupun materil.
Baca Juga:
Baca Juga:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
GMIT adalah salah satu lembaga sosial gerejawi yang
menjalani misi pelayanannya melalui gereja, untuk menciptakan nilai-nilai
keagamaan untuk mencapai masyarakat yang memiliki moral dan etika agar
kehidupan sosial menjadi tertib, tentram dan damai, khususnya di Pulau Timor,
Alor, Rote, Flores dan Sabu dan umat manusia pada umumnya. Itulah sebabnya GMIT
memiliki misi pelayanan yang di kenal dengan “PANCA PELAYANAN GMIT”. Minimnya
pengetahuan tentang itu, dapat berakibat kepada menurunnya makna dari pelayanan
GMIT. Karena itu, dalam bab-bab yang akan datang akan di sajikan tentang Panca
Pelayanan GMIT. Dan itulah yang menjadi latar belakang penulisan makalah ini.
1.2. Permasalahan
Seperti yang telah singgung di atas bahwa masalah yang
kami angkat dalam penulisan makalah ini adalah Panca Pelayanan GMIT yang
meliputi:
1) Diakonia
2) Koinonia
3) Merturia
4) Liturgia
5) Oikonomia
Baca Juga:
1.3. Tujuan Teoritis
1) Mendeskripsikan tentang “Panca
Pelayanan GMIT” sebagai tugas dan panggilan gereja ke dunia.
2) Berusaha untuk memberikan
pemahaman yang benar dan tepat tentang eksitensi GMIT bersama misinya di pulau Timor dan sekitarnya.
3) Kesadaran bahwa perlu adanya pengetahuan akan
pelayanan GMIT oleh semua pihak terlebih umat kristiani.
4) Menyadari akan penting
pengetahuan tentang pelayanan GMIT.
BAB II
PEMBAHASAN
PANCA PELAYANAN GMIT
2.1. Diakonia (pelayanan)
Istilah
“diakonia” merupakan istilah Yunani
yang artinya pelayanan. Ada tiga(3)
kata yang memiliki hubungan yaitu “diakonos”
(pelayan), “diakoneo” (melayani) dan
“diakonia” (pelayanan). Dalam Kis.
19:22; Kol. 4:7; Ef. 6:21, disebutkan bahwa orang-orang lain melakukan diakonia
terhadap Paulus. Artinya orang-orang yang membantu Paulus. Diakonia merupakan
ciri dimana gereja berada, karena itu ia merupakan pertanda dari seluruh
gereja. Walaupun demikian diakonia adalah karunia khusus juga-sejajar dengan nubuat
dan penataan oleh gereja, tetapi berbeda dari pemberian dari kemurahan hati yang harus dilaksanakan oleh orang-orang yang menerimanya (Rom. 12:7; I Ptr. 4:11).
Dan karena itu setiap pengikut Kristus disebut sebagai “pelayan”.
GMIT
melalui gereja menetapkan diakonia sebagai salah satu pelayanannya di dunia,
bahkan sebagai identitasnya. Gereja adalah gereja yang melayani dunia.
Kristus sendiri menyatakan diriNya
sebagai yang melayani (Mat. 20:28). Bahkan
Ia rela menyerahkan nyawaNya bagi
banyak orang. Disini nilai melayani terletak pada pengorbanan GMIT melalui
gereja dalam mengembangkan tugas diakonia, maka otomatis harus mengorbankan
diri.
Secara praktis, pelayanan dalam gereja selalu dihubungakan
untuk menolong warga gereja agar mereka
mencapai kehidupan yang lebih layak. Ada
pemberian yang bersifat jangka panjang dalam wujud meningkatkan sumber daya
manusia. Bentuk seperti ini disebut dengan dikokonia
transformatif. Ada
pemberian dalam bentuk modal untuk usaha-usaha produktif. Bentuk ini disebut
dengan diakonia reformatif. Sementara
ada juga pemberian dalam bentuk materi dengan maksud membantu warga jemaat
secara insidentil. Ini bersifat sesaat (makan habis). Bentuk ini disebut dengan
diakonia karikatif. Dari ketiga
bentuk diakonia ini, bentuk yang paling lazim dilakukan oleh gereja adalah
diakonia karikatif.
Baca Juga:
Baca Juga:
Dari uraian di atas maka, diakonia adalah pelayanan
kasih yang memberikan kebaikan-kebaikan berdasarkan kemurahan Allah dalam
rangka mengubah dan meningkatkan kesejahtaraan jemaat dan masyarakat. Yang
tercakup dalam pelayanan ini adalah pelayanan para janda, duda, anak yatim
piatu, orang sakit, orang miskin, orang-ornag yang tertindas dan orang-orang
yang terbelakang. Dalam melaksanakan pelayanan ini GMIT mewujudkan diri sebagai
tanda kehadiran kerajaan Allah.
Pandangan Alkitab yang memberitakan tentang pelayanan diakonia
terutama dalam injil antara lain adalah:
Kisah Para Rasul
8:12 : “Tetapi sekarang mereka
percaya kepada Filipus yang memberitakan
Injil tetang kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus dan memberi diri
mereka untuk dibaptis baik laki-laki maupun perempuan”.
Kisah Para Rasul 6:1-7 : “Tujuh orang dipilih untuk
melayani orang miskin”.
Kisah Para Rasul 12:25a : ”Bernabas dan Saulus kembali dari Yerusalem, setelah mereka menyelesaikan tugas dan pelayanan
mereka”.
2.2. Koinonia
(Persekutuan).
Istilah
koinonia berasal dari bahasa Yunani,
yang artinya persekutuan. Terjemahan yang paling sering bagi kata-kata lain
yang berasal dari kata “koin” ialah “bagi”; misalnya membagi; mengambil bagian. Arti utama dari kata “koin” ialah mendapat bagian dalam
sesuatu dengan seseorang. Jarang sekali kata ini diartikan “memberi bagian dalam” sesuatu. Pemakaian umum kata “koin” atau istilah ini menunjuk pada
kemauan untuk memberi bagian. Jadi, mengandung arti “kemurahan hati”. Arti ini muncul pemakaian pertama, dengan arti “bersama-sama mendapat” atau “persekutuan”. (yang muncul dari
bersama-sama mendapat bagian atas sesuatu). (Ensiklopedi Alkitab Masa Kini).
Dengan kata lain istilah koinonia mengandung tiga arti sekaligus, yaitu:
a)
mendapat bagian;
b)
memberi bagain;
c)
bersama-sama mendapat bagian.
Kata
Koinonia dalam pengertian pertama, “mendapat
bagian” dapat di baca dalam I Kor. 9:23; (segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian
di dalamnya); Rom. 11:17. kata koinonia dalam pengertian kedua, “memberi bagian” II Kor. 9:13;(dan oleh sebab kamu telah tahan uji dalam pelayanan itu, mereka
memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengajuan akan Injil Kristus dan
karena kemurahan hatimu dalam membagikan segala sesuatu dengan mereka dan
dengan semua orang); Kis. 2:42, kemurahan hati dalam membagi segala sesuatu
dengan mereka dan dengan semua orang. Kata koinonia dalam pengertian ketiga “bersama-sama mendapat bagian”, dapat
dibaca dalam Kis. 2:42; Gal. 2:9 dan Yoh. 1:3.
Uraian
di atas menunjukkan bahwa, pelayanan GMIT yang pertama yakni pelayanan Koinonia
merupakan pelayanan membangun persekutuan yang mencerminkan hubungan antara
satu gereja dengan anggota gereja yang
lain. Dalam pelayanan tersebut masing-masing anggota gereja “mendapat bagian” sebagai hak untuk
melakukan sesuatu bagi Tuhan sebagai kepala gereja; masing-masing anggota
gereja juga “memberi sesuatu” dalam
perbuatan praktis bagi sesama; masing-masing anggota gereja secara bersama-sama
mendapat bagian dalam persekutuan. Pengertian yang ketiga merupakan dampak dari
pengertian yang pertama dan kedua. Pada tingkat praktis persekutuan jemaat
harus diawali dengan kehendak baik individu-individu untuk mengambil bagian
dalam persekutuan karena ini berkaitan berkaitan dengan hak, kemudian memberi
bagian yang berhubung dengan kewajiban
bermurah hati pada orang lain. Pada akhirnya akan menciptakan persekutuan
secara bersama sebagai jemaat.
Baca Juga:
Baca Juga:
Oleh
sebab itu, koinonia berhubungan dengan semua wujud pelayanan GMIT untuk
membangun hubungan persaudaraan dan kemitraan sebagai penampakan kehidupan baru
berdasarkan kasih Kristus
Kebeneran Alkitab
yang menjadi landasan dari pelayanan ini antara lain:
Kisah Para Rasul 2:42 : ”mereka bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk
memecahkan roti dan berdoa”.
Kisah Para Rasul 4:32: “ada pun kumpulan orang
yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang
berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri,tetapi segala
sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama”.
2.3. Merturia (kesaksian)
Istilah
“Marturia” berasal dari bahas Yunani “Martureo”, dan kata yang berakar
padanya, “martus, marturia dan marturion”.
Artinya “saksi”. Saksi ialah orang
yang memberi kesaksian tentang sesuatu yang ia sendiri telah melihatnya. Hanya dalam
Yesaya 8:16, 20, kesaksian berbeda dipisahkan dari saksi.
Para rasul adalah saksi-saksi
utama tentang hidup dan kebangkitan Kristus ( Yoh. 21; 24; Kis. 1:22; 2 dan
Ptr. 16). Dalam gereja purba, kata Yunani “Martus”
menjadi terbatas, terutama untuk menyebut mereka yang setia kepada imannya
kendati sampai mati sekalipun. Penggunaan kata itu dalam arti demikian dikenal
di Indonesia
sebagai martir.
Dalam
dunia Kristen modern, “kesaksian”
berarti cerita tentang apa yang dikerjakan Kristus atas hidup seseorang menjadi
pengalaman hidup orang itu. GMIT menetapkan, “kesaksian” sebagai salah satu misi atau pelayanan di dunia. Karena GMIT
melalui gereja telah mengalami pekerjaan Kristus di bumi, bahkan oleh karena
pekerjaan Kristus itulah gereja lahir yang juga ruang lingkup pelayanan GMIT.
Dalam pada itu adalah panggilan gereja adalah untuk menyaksikan pekerjaan
Kristus sekaligus ajaran-ajaranNya kepada dunia, walaupun berat resikonya.
Tetapi pilihan-pilihan itulah yang menjadi pilihan gereja. Tugas gereja sebagai
saksi adalah menyatakan apa yang benar menurut Kristus; kebenaran-kebenaran firman
Tuhan harus berani disaksikan oleh gereja karena untuk itulah gereja diutus ke
dunia.
Dengan demikian, maka merturia berhubungan dengan peran
GMIT melakui gereja sebagai persekutuan dari setiap warga GMIT pada khususnya
dan umat kristiani pada umumnya untuk menyatakan dengan jujur mengenai pengakuan imannya kepaga Allah di
dalam Yesus Kristus.
Yang paling penting dalam pelayanan ini adalah kehidupan
yang mencerminkan dan meneladani sikap dan kepribadian Kristus dalam hidupnya.
Tercakup dalam kesaksian ini aspek pemberitaan (karugma) dan pengajaran (didakhe)
yang menekankan tugas mengajar, yaitu tugas kemuridan agar warga terus
bertumbuh dalam pemahaman iman dan
memberlakukan imannya dalam kehidupan
seutuhnya. (Kolose 4: 5-6, dan Filipi 1:2).
Ayat-ayat Alkitab yang menjadi tolak ukur dari pelayanan
ini diantaranya:
Filipi 1:21 : “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan”.
Galatia 3:7 : “jadi kamu lihat, bahwa
mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham”.
I Petrus 3:17: “Sebab lebih baik
menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada
menderita karena berbuat jahat”.
2.4. Liturgia
Istilah
liturgi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu “leitos” yang berarti ‘umum’’ dan “ergos” yang berarti ‘pekerjaan’. Pengertian liturgi berasal
dari negeri Yunani kuno. Pada tahun-tahun permulaan masehi, liturgi atau
pekerjaan umum adalah saksi solidaritas orang-orang kaya dalam rangka membagi
bagikan kekakayaannya.ini adalah semacam ritual untuk menjual kebaikan illah- illah
atas hidup manusia. Sasaran liturgia adalah kaum fakir miskin dan para
pengembara yang tidak mempunyai makanan dan minuman. Kemudian mulai abad ke-16
kegiatan seperti itu berangsur-angsur mandapat tempat dan diberlakukan dalam
unsur-unsur ibadah. Antara lain seperti nyata dalam pelayanan perjamuan suci (eusjaristical
service) di dalam tradisi gereja, sebagaimana juga tampak dalam liturgi gereja
ortodoks timur. Dengan demikian pada akhirnya liturgi menjadi penting dalam
pelayanan gerejawi hingga kini. (Doeka, 2005:9-10). Dalam rangka persembahkan “ibadah” kepada Allah. Maka para hambaNya
harus meniarab –Ibrani hisytakawa, atau Yunani Proskuneo- dan dengan demikian
mengungkapkan rasa takut penuh hormat, kekaguman dan ketakjuban penuh puja.
Dari
uraian di atas, kita memperoleh bahwa:
a) liturgi
merupakan ibadah umat kepada Allah karena telah mendapat berkat- berkat Allah.
Liturgi menunjuk kepada sikap bathin penuh hormat kepada
Allah.
b)
liturgi menunjuk kepada persembahan manusia kepada Allah.
c)
liturgi memiliki hubungan dengan kehidupan nyata manusia.
Gereja
menetapkan liturgi sebagai salah satu tugas dengan maksud agar mendidik
warganya beribadah kepada Allah. Ibadah kepada Allah merupakan respons umat
atas berkat-berkat yang diterima dari Allah. Ibadah menuntut sikap bathin penuh
hormat kepada Allah. Dan ibadah harus diselenggarakan dalam keteraturan agar
mernjadi persembahan yang benar kapada Allah. Selanjutnya, “Liturgi memiliki
hubungan dengan kehidupan karena liturgi merupakan liniatur dari kehidupan
nyata manusia”. (Doeka: 1999:19). Liturgi merupakan demonstrasi dari kehidupan
manusia. Jadi, apa yang terjadi dalam liturgi, juga terjadi dalam kehidupan
nyata. “ketika umat beribadah sebelumnya ia sedang merayakan hasil pekerjaannya
sehari-hari bersama Allah. Oleh karena suasana liturgi adalah gembira dan penuh
ucapan syukur atas curahan berkat Allah
kepada manusia sehingga berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan sehari-hari.”
(Doeka: 1999:19).
Jadi
liturgi gereja adalah liturgi kehidupan (tata ibadah atau tata kehidupan). Kita
menjumpai Allah dalam pekerjaan kita sehari-hari dan mempersembahkan karya kita
kepada Allah dengan lambang perayaan ibadah.
2.5. Oikonomia
Istilah
“Oikonomia” berasal dari bahasa
Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu “oikos”
yang artinya, “rumah tangga”, dan “nomos”, yang artinya, “aturan”. Jadi, oikonomia berarti aturan
kerumahtanggaan. Atau gereja menyebutnya dengan penatalayanan. Bumi dipandang sebagai rumah tangga Allah. (Kel.
9:29). Karena itu, manusia bertanggung jawab “menatalayani” agar bumi layak didiami (Yes. 45:18) yang dapat
menjamin kelangsungan hidup manusia. Manusia diberi kuasa untuk mengatur dan mengusahakan
bumi (Kej. 1:26; Maz. 115:16).
Kata
“menatalayani” mengandung maksud
mengatur bumi sebagai rumah tangga Allah sekaligus melayaninya. Jadi, tugas ini
tidak sebatas menentukan rambu-rambu, batasan-batasan dan pedoman-pedoman
tetapi mengisinya dengan pelayanan yang
bersetuhan dengan kehidupan nyata umat dan lingkungan hidup. Tugas “menatalayani” atau “penatalayanan” meliputi tugas membangun, baik itu pembangunan
keorganisasian, pembangunan ekonomi, maupun pembangunan lingkungan hidup.
Makalah lainnya:
Makalah lainnya:
- Kontroversi Steven Indra Wibowo, "Mantan" Pastor Yang Kini Jadi "Ustad"
- Ringkasan Buku Pdt. Erastus Sabdono Tentang Lucifer Dan Tritunggal
- Pemudi Kristen Di Kupang Dan Fenomena “Celana Pendek Umpan (CPU)”
- ISU KRISIS NASIONALISME DAN PLURALISME AGAMA
- “PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN PROTESTAN”
- GEREJA DAN NABI PALSU “Iman Kristen Vs Ajaran Sesat”
- BERKAT-BERKAT DARI PENDERITAAN
- Tanggapan GBI Tentang Ajaran Pdt. Erastus Sabdono
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Eksistensi GMIT sebagai lembaga sosial masyarakat, semata-mata
untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi warga masyarakat melalui
gereja. Mewujudkan nilai-nilai sosial keagamaan dan keteraturan yang
berdasarkan kasih Tuhan sehingga kehidupan sosial dapat aman, damai, sejahtera,
tertib, teratur dan dapat bersaksi tentang kasih Tuhan serta menjunjung tinggi
norma dan nilai keagamaan dan norma sosial lainnya yang berlaku dalam
masyarakat, saling melayani dalam persekutuan dengan Allah di dalam pengajaran Yesus
Kristus Sang Juru Selamat dan kepala gereja tanpa membedakan status, golongan,
ras, agama, suku, bangsa dan lain sebagainya.
3.2. Kritik & Saran
Dalam penyajian materi dalam makalah ini kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan baik dari struktur penulisan maupun
penyajian materinya. Karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Dan untuk itu kami ucapkan
terima kasih kiranya Tuhan memberkati kita.
DAFTAR PUSTAKA
Riwu, Jhon dan
Kande, Frederik. 2007. Buku Pembelajaran Katekisasi. Kupang: Majelis Jemaat
Syalom Airnona, Kupang.
Materi
Pembelajaran Pendidikan Sekolah
Menengah Atas kelas III, tahun ajaran 2007/2008.