HUBUNGAN ANTARA KEPALA DAERAH (KADA) DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) Elkana Goro Leba
HUBUNGAN
ANTARA KEPALA DAERAH (KADA) DENGAN
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)
Elkana Goro Leba
Negara
Republik Indonesia (RI) merupakan negara kepulauan yang sejajar dari Sabang
sampai Merauke. Itulah sebabnya maka sering disebut sebagai Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Hal itu kemudian di tegaskan lagi dalam UUD 1945.
Yang mana setiap pulau itu berada dalam wilayah atau daerah yang berbeda-beda.
Daerah-daerah yang dimaksud dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang
kemudian disebut sebagai Pemerintah Daerah (Pemda) dengan dibantu oleh Wakil
Kepala Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kepala daerah untuk
provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut
walikota.
Oleh
sebab itu, maka untuk mengatur jalannya roda pemerintahan di daerah diciptakan
peraturan dan atau perundang-undangan yang antara lain kronologisnya sebagai
berikut:
1. Undang-
Undang No. 1 Tahun 1945
2. Undang-
Undang No. 22 Tahun 1948
3. Undang-
Undang No. 1 Tahun 1957
4. Panpres
No. 6 Tahun 1959
5. Undang-
Undang No. 18 Tahun 1965
6. Undang-
Undang No. 5 Tahun 1974
7. Undang-
Undang No. 22 Tahun 1999
8. Undang-
Undang No., 32 Tahun 2004 (berlaku sekarang)
Dalam
Undang- Undang No. 32 Tahun 2004, Kepala. daerah mempunyai
tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD:
1) mengajukan rancangan Perda;
2) menetapkan Perda yang telah
mendapat persetujuan bersama DPRD;
3) menyusun dan mengajukan rancangan
Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
4) mengupayakan terlaksananya
kewajiban daerah;
5) mewakili daerahnya di dalam
dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai
dengan peraturan perundangundangan;
6) melaksanakan tugas dan
wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hubungan Antara Kepala Daerah (Kada)
Dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Telah dimaklumi sebelumnya bahwa
kepala daerah untuk Daerah Provinsi adalah Gubernur
dan Kabupaten adalah Bupati serta
kota adalah Wali Kota. Kepala daerah
ini mempunyai mitra yang sejajar dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan
pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi,
penganggaran, dan pengawasan.
Alat
kelengkapan DPRD terdiri atas: (a). pimpinan; (b). komisi; (c). panitia
musyawarah; (d). panitia
anggaran; (e). Badan Kehormatan; dan (f). alat kelengkapan lain yang
diperlukan. Anggota DPRD mempunyai
hak dan kewajiban. Anggota DPRD mempunyai larangan dan dapat diganti antar waktu. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak
diatur dalam Undang-Undang mengenai
pemerintahan daerah berlaku ketentuan Undang-Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) mempunyai hak, yakni:
1) Hak interpelasi, yaitu
hak DPRD untuk
meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah
yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat,
daerah dan negara. (penjelasan UU No. 32
th 2004, Pasal 43 Ayat (1) Huruf a)
2)
Hak angket, yaitu
hak DPRD
untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu dari kepala
daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. (penjelasan UU No. 32
th 2004, Pasal 43 Ayat (1) Huruf b)
3) Hak menyatakan pendapat,
yaitu hak
DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai
kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi
penyelesaiannya. (penjelasan UU No. 32 th
2004, Pasal 43 Ayat (1) Huruf c)
Hubungan antar fungsi pemerintahan tidak saling membawahi
dan terikat pada hubungan koordinatif administratif. Dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, DPRD adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah di
samping Kepala Dearah. Jadi fungsi, dan peran Kepala Dearah dengan DPRD dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah hubungannya bersifat kemitraan. Hal ini
merupakan konsekuensi dari adanya Pemilihan Kepala Dearah sacara langsung.
Berikut ini hubungan antara DPRD dengan kepala Daerah dalam aspek legislasi,
penganggaran dan pengawasan.
a.
Hubungan
Legislasi
Hubungan
antara kedua lembaga negara tersebut di sini adalah pada saat membuat peraturan
daerah (perda). Kedua lembaga sama-sama berhak untuk membuat perda (UU 32 th
2004, Pasal 140 ayat 1). Tetapi pada saat pembahasan tentang perda yang
substansinya sama, maka yang harus didahulukan adalah perda yang dibuat oleh
legislatif, sedangkan perda yang dibuat oleh eksekutif sebagai bahan
perbandingan (Pasal 140 ayat 2).
Sebisa
mungkin, sebuah perda memiliki kandungan filosofis, sosiologis, yuridis; atau
dalam bahasa hukum seperti yang tertera dalam Pasal 137 – syarat perda dan
Pasal 138 – asas perda). Sementara satu-satunya perda yang dibuat oleh pemda
yang juga dibahas bersama DPRD adalah perda tentang Anggaran dan Pendapatan
Belanja Daerah (APBD-Pasal 181).
b.
Hubungan
Penganggaran
Hubungan
dalam konteks anggaran. Semua urusan
pemerintahan di daerah didanai oleh APBD. APBD tersebut harus mendapat
persetujuan dari DPRD karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah
(Pasal 179) dalam melakukan pelayanan publik dalam masa satu tahun anggaran. Eksekutif
kendati memiliki hak untuk membuatnya, tidak berarti harus menafikan DPRD untuk
memperoleh persetujuan bersama (Pasal 181). Dengan demikian keterlibatan DPRD
di sini adalah membahas dan atau memberikan persetujuan atas rancangan APBD
yang dibuat oleh eksekutif (Pasal 42 b). Walau pada akhirnya, eksekutif
merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah (Pasal 156 ayat 1).
Peraturan
perundangan memberikan “kekuasaan” lebih besar kepada ekeskutif dalam proses
penganggaran, dimana DPRD bukanlah pengusul peraturan daerah tentang APBD,
meskipun DPRD memiliki fungsi penganggaran.
Dengan demikian maka, dalam penganggaran,
eksekutif menjadi sangat dominan karena perencanaan anggaran dan pengalokasian
sumber daya dirancang oleh eksekutif. DPRD seakan-akan kehilangan kekuatan
untuk menentukan prioritas anggaran ketika rancangan dan kebijakan anggaran
disusun oleh eksekutif dan kemudian dibahas bersama legislatif dalam kondisi
waktu yang sempit.
c.
Hubungan
Pengawasan
Hubungan
(dalam konteks) pengawasan. Pengawasan
yang dilakukan oleh DPRD sebenarnya merupakan manifestasi dari mekanisme check and balances dalam sistem demokrasi. Pengalaman selama rezim Orde Baru
yang dengan sengaja telah mematikan peran DPRD sebagai waki rakyat di daerah,
DPRD hanya berfungsi sebagai pelengkap dari sistem pemerintahan yang
berlangsung, telah mendorong perbaikan fungsi DPRD secara hakiki. Beberapa
fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD tersebut adalah sebagai berikut:
a)
mengawasi pelaksanaan
peraturan daerah dan perundang-undangan lainnya,
b)
mengawasi pelaksanaan
keputusan pemerintah daerah (gubernur, bupati/walikota),
c)
mengawasi pelaksanaan APBD,
d)
mengawasi kebijakan
pemerintah daerah, dan
e)
mengawasi pelaksanaan kerja
sama internasional di daerah (Pasal 42 ayat 1 huruf c), serta mengawasi KPUD
dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
Penggunaan ketiga hak ini oleh DPRD
memungkinkan pemerintah daerah diragukan. Sehingga kemungkinan munculnya
implikasi negatif dari pemberian hak yang sangat besar kepada DPRD juga perlu
mendapat perhatian, yaitu kemungkinan terjadinya “konflik” yang berkepanjangan
antara kepala daerah dan DPRD. Karena DPRD kita selalu memainkan peran partisan
bukan sebagai delegate atau trustee sebagaimana gagasan dasar respresentasi.
Hubungan legislatif dengan
eksekutif daerah telah mengalami pasang surut sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Peraturan perundangan yang telah dan masih berlaku
tersebut antara lain: UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun
1957, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No. 22 Tahun 1999. Dari
UU No. 1 Tahun 1945 sampai UU No. 5 Tahun 1974 menunjukkan hubungan dimana legislatif lemah sedangkan eksekutif dalam posisi kuat. Adapun
hubungan menurut UU No. 22 Tahun 1999 menunjukkan posisi sebaliknya, yaitu legislatif kuat dan eksekutif lemah. Kekuatan dan
kelemahan hubungan tersebut juga menunjukkan kuat dan lemahnya peran legislatif
maupun eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah. Gaya kepemimpinan Kepala Daerah yang sangat
berbeda dengan Pimpinan DPRD; Latar belakang kepentingan yang diametral
(terpisah secara berhadap-hadapan) antara Kepala Daerah dengan Pimpinan DPRD;
latar belakang pengalaman dalam berpolitik dan penyelenggaraan pemerintahan
yang sangat berbeda antara Kepala Daerah dengan anggota DPRD.