PENDEKATAN KEPERILAKUAN DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
PENDEKATAN KEPERILAKUAN
DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Perilaku manusia sangat berbeda antara
satu dengan lainnya. Perilaku itu sendiri adalah suatu fungsi dari interaksi
antara seseorang individu dengan lingkungannya. Ditilik dari sifatnya,
perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan, kebutuhan, cara
berpikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya
berbeda satu sama lain.
Pendekatan yang sering dipergunakan untuk
memahami perilaku manusia adalah; pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis serta pendekatan perilaku dan
manajemen.Pendekatan keperilakuan diawali dengan suatu kesadaran bahwa sering
kali dapat penolakan terhadap perubahan (resistance to change). Dalam
kenyataannya, alternative yang tersedia jarang sekali yang sesederhana seperti
menerima atau menolak dan sebenarnya terbentang spektum kemungkinan reaksi
sikap, mulai dari penerimaan aktif hingga penerimaan pasif, acu tak acu dan
penolakkan pasif hingga penolakkan aktif.Walaupun demikian, kita dapat menarik kesimpulan
umu mengenai beberapa penyebab terjadinya penolakan terhadap perubahan
sehubungan dengan implementasi kebijakan.
1.2.Tujuan dan kegunaan
a. Tujuan
Untuk memahami
pendekatan keperilakuan yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan publik
dan perubahan-perubahan perilaku manusia. Selain itu, untuk memenuhi kriteria
penilaian dalam mata kuliah imlementasi kebijakan publik.
b. Kegunaan
1)
Sebagai media pembelajaran bagi
mahasiswa.
2)
Sebagai bahan informasi dan masukan
untuk pengguna mengenai pendekatan keperilakuan dalam implementasi kebijakan
publik.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.Pendekatan Keperilakuan
Pendekatan
keperilakuan awalnyaterbentuk oleh sebuah kesadaran bahwa sering kali dapat
penolakan terhadap perubahan (resistance to change). Dalam kenyataannya, alternative
yang tersedia jarang sekali yang sesederhana seperti menerima atau menolak dan
sebenarnya terbentang spektum kemungkinan reaksi sikap, mulai dari penerimaan
aktif hingga penerimaan pasif, acu tak acu dan penolakkan pasif hingga
penolakkan aktif.
Kendatipun demikian, kita
dapat menarik kesimpulan umum mengenai beberapa penyebab terjadinya
penolakan terhadap perubahan sehubungan dengan implementasi kebijakan.
1)
Mungkin terdapat perasaan khawatir
terhadap perubahan itu sendiri, karena perubahan berarti ketidakpastian
(uncertainty) dan pada sementara orang terdapat daya toleransi yang amat rendah
terhadap situasi yang serba tidak pasti.
2)
Kemungkinan terdapat rasa khawatir
yang lebih khusus lagi semisal perasaan khawatir dampak ekonomis dari perubahan
tersebut dalam bentuk penghasilan, keuntungan, keamanan pekerjaan, masa depan
karier dansebagainya. Tentu saja keamanan pada pribadinya tidak selalu bersifat
ekonomis: orang seringkali tidak mudah untuk mempelajari
keterampilan-keterampilan baru, menerima tanggung jawab baru yang berbeda
dengan sebelumnya, memenuhi standar yang tinggi atau bekerja dengan rrekan
kerja dalam suatu lingkungan yang masih asing. Individu atau kelompok
kemungkinan juga memiliki apa yang disebut dengan status “fear” (rasa khawatir yang
terkait dengan status atau kedudukan tertentu yang kini dimiliki). Mengenai
dampak atau akibat perubahan tertentu yang diusulkan, dan dampak politis dari
perubahan itu, mungkin akan ditentang dengan keras (misalanya
perubahan-perubahan dalam posisi kekuasaan)
Dampak yang bersifat keorganisasian dari satu kebijakan baru atau
kebijakan yang akan diubah, mungkin akan dirasakan amat menyakitkan khususnya
apabila dampak yang diperkirakkan terjadi mencakup bentangan permasalahan yang
luas seperti struktur-struktur yang kian birokratik, berkurangnya rasa akrab,
kurangnya otonomi pribadi dan bahkan organisasi itu sendiri. Seringkali konteks
perubahan ini besar sekali peranannya, terutama apabila perubahan -itu dianggap
menyangkut kegagalan-kegagalan atau kekurangan-kekurangan yang secara seruis
terdapat pada cara-cara pengaturan kerja yang berlaku selama ini. Jika terdapat kebingungan mengenai hakikat
kebijksanaan yang akan diimplementasikan serta tujuan-tujuan yang termasuk di
dalamnya maka akan mudah sekali tercipta suasana penuh kasa kusu, gossip dan
saling curiga.
Jika pengalaman mengenai pengenalan kebijakan-kebijakan baru
sebelumnya tidak mengenakkan, karena kurangnya pendekatan dan musyawarah atau
perpecahan yang serius maka kekhawatiran terahadap kebijakan baru akan semakin
besar. Akhirnya mereka yang terlibat dalam implementasi kebijaksanaan atau
mereka yang menjadi sasaran mungkin mempunyai perasaan bahwa mereka terjebak
dalam perubahan karena masa transisi yang terlalu pendek atau karena
pendekatan-pendekatan dan musyawarah terlalu dipaksakan, dan reaksi yang
biasanya muncul terhadap hal ini ialah berusaha untuk memperlambat proses
perubahan itu dengan cara-cara tertentu.
Apa bila gejala-gejala dan sebab-sebab timbulnya penolakan telah
diketahui, maka resep yang diusulkan oleh pendekatan keperilakuan berikut ini
secara teoritis cukup jelas dan sederhana walaupun dalam prakteknya seringkali
tidak gampang untuk melakukannya.
1)
Informasi yang lengkap mengenai
perubahan yang diusulkan atau diharapkan harus dapat disediakan dari semenjak
awal, yang meliputi alasan, tujuan sarana yang dipergunakan.
2)
Harus terdapat musyawarah yang
ekstensif dengan pihak-pihak yang akan dipengaruhi oleh perubahan (baik dari
kalangan dalam organisasi maupun dari luar organisasi), dan sedapat mungkin
mereka dapat dilibatkan dalam pengambiln keputusan.
3)
Keterusterangan mengenai permasalahan
dan segala akibat yang bakal terjadi (komunikasi yang valid) amat dianjurkan,
misalnya dengan cara persuasive atau berusaha meyakinkandan bukan dengan cara
memerintah dan melibatkan pemimpin-pemimpin informal serta kelompok-kelompok
yang berpengaruh dalam proses konversinya.
Tujuannya adalah:
1)
Untuk menciptakan suasana saling
percaya, terutama dengan cara pihak pimpinan menunjukkan perhatian yang besar terhadap
kepentingan orang-orang dan terhadap perasaan mereka yang kurang jelas.
(tentang kehilangan rekan sekerja, ketidaknyamanan pribadi dan sebagainya).
2)
Menciptakan iklim yang mendorong
keberanian orang-orang untuk menyatakan rasa kekhawatirannya yang kerap kali
menjadi alasan bagi sikap penolakan mereka.
3)
Memberikan jaminan bahwa
perubahan-perubahan tidak akan terlaksana secara tergesa-gesa, sumber-sumber
yang diperlukan akan mencukupi, dampak perubahan akan selalu ditinjau kembali
dan di dalam perencanaan ssenantiasa dimungkinkan fleksibilitas.
2.2. Penerapan Pendekatan Keperilakuan
a) Organizational
Development (DO)
Penerapan
analisis keperilakuan pada masalah-masalah manajemen yang paling terkenal adalah yang disebut dengan
“OD” (Organizational Development/pengembangan
organisasi). OD adalah suatu proses untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang
diingikan dalam suatu organisasi melulai penerapan ilmu-ilmu keperilakuan.
Pengertian pokok OD adalah perubahan yang terencana (planned change).
Perubahan, dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus menerus
terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini.
Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat modern, mau tidak mau
harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi
pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat katagori, yaitu perkembangan
teknologi, perkembangan produk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang
mengakibatkan makin singkatnya daur hidup produk, serta perubahan sosial yang
mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila-nilaI dan harapan tiap orang.
Untuk dapat bertahan, organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar
dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif
dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan
organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri
menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses organization
development (OD).
Karena menyangkut perubahan sikap, persepsi,perilaku dan harapan semua
anggota organisasi, OD di definisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana
dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi
(oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia. Dengan
kata lain penerapan OD dalam organisasi dilakukan dengan bantuan konsultan
ahli, sistemis, harus didukung oleh pimpinan serta luas aplikasinya.
Dalam ilmu manajemen maupun dalam praktek bisnis, kata change
merupakan kata yang luar biasa dan dianggap merupakan sesuatu yang paling abadi
didunia ini. Kadang kita tidak menyukai change karena dapat
menghancurkan sesuatu yang sudah bertahun-tahun berjalan dengan normal.
Disamping itu OD juga merupakan salah satu bentuk konsultasi
manajemen dimana seorang konsultan bertindak selaku agen perubahan untuk
mempengaruhi seluruh budaya oragnisasi, termasuk sikap dan perilaku dari
pegawai-pegawai yang menduduki posisi-posisi kunci. Tekanan perhatian
konsultasi dalam OD adalah lebih pada penganalisaan proses-proses pemecahan
masalah, bukannya menyarankan cara pemecahan tertentu atas permasalahan yang
dihadapi. Dengan menyempurnakan cara-cara merumuskan masalah dan cara bagaimana
menanggulanginya diharapkan pemecahan yang lebih baik akan dapat dilakukan oleh
organisasi itu sendiri.
b)
Management By Objectives (MBO)
Bentuk
lain dari pendekatan keperilakuan adalah Management By Objectives (MBO). MBO
adalah suatu pendekatan yang menggabungkan
unsur-unsur yang terdapat dalam pendekatan procedural / manajerial dengan
unsure-unsur yang termuat dalam analisis keperilakuan. Jelasnya, MBO berusaha
menjembatani antara tujuan-tujuan yang telah dirumuskan secara spesifik dengan
implementasinya.
Unsure-unsur
pokok yang melekat pada MBO ialah:
1)
Harus ada penjenjangan tujuan-tujuan,
sehingga seorang manajer dapat melihat bagaimana tujuan-tujuan pribadinya
dicapai akan menunjang tujuan organisasi.
2)
Proses untuk mencapai tujuan-tujuan
atau sasaran-sasaran yang bernaung dibawah MBO haruslah bersifat interaktif,
yakni didasarkan atas musyawarah dan sejauh mungkin, didasarkan atas
persetujuan bersama. Jika tujuan tersebut semata-mata disodorkan oleh para
manajer, maka sistem tersebut bukanlah MBO.
3)
Harus ada system penilaian atas
perilaku kerja yang mencakup suatu kombinasi monitoring kemampuan diri
manajemen dan pengawasan melekat dan evaluasi terhadap kemajuan-kemajuan oleh manajer dan
atasan-atasan mereka.
2.3.Contoh kebijakan yang bisa efektif dengan bila gunakan pendekatan
keperilakuan
Salah satu kebijakan yang mungkin akan lebih efektif
atau berhasil jika menggunakan pendekatan ini adalah Peratuan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin kerja Pegawai
Negeri Sipil.
Mengapa?
Sebab berbicara tentang disiplin erat kaitannya dengan perilaku. Mengatur
seseorang untuk berdisiplin berarti kita mengatur sikap dan perilaku orang yang
bersangkutan misalnya pada pasal 3 poin 11 yang berbunyi “masuk kerja dan menaati
ketentuan jam kerja”. Sebagaimana
telah kita pelajari bahwa pendekatan keperilakuan awal mulanya muncul pandekatan
ini karena banyak kali kebijakan pemerintah mengalami penolakan ketika
diimplementasikan pada sasarannya. Oleh sebab itu, dalam kebijakan tersebut
mungkin alangkah lebih baiknya menggunakan pendekatan keperilakuan. Karena
dengan itu kita dapat mempelajari factor apa yang memungkinkan seseorang tidak
disiplin dan alasan yang mendasari seseorang dapat menolak suatu kebijakan atau
tidak menaatinya.
BAB 3
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dengan tetap mengacu pada pembahasan sebelumnya,
tersimpul bahwa Pendekatan Keperilakuan merupakan sebuah pendekatan yang
menekankan pada perilaku manusia dan lahir sebagai respon dari adanya penolakan
terhadap kebijakan pemerintah yang menginginkan sebuah perubahan baru pada
kelompok sasaran ketika diimplementasikan. Secara khusus, pendekatan ini
mempelajari sebab-musabab mengapa terjadi penolakan terhadap kebijakan
pemerintah. Dengan demikian, ditemukan bahwa sebagian besar penolakan terjadi
karena manusia sering kali takut terhadap perubahan karena alasan-alasan yang
bersifat pribadi. Seperti takut, kehilangan kedudukan atau jabatan tertentu,
rekan sekerja, tidak mempunyai keterampilan khusus dalam bidang itu, dan lain
sebaginya. Atau mungkin factor lain seperti misalnya sebuah kebijakan yang
mengkehendaki semua karyawan atau staf pada suatu lembaga untuk menggunakan
teknologi computer untuk mendukung pelayanan yang berhasil guna dan berdaya
guna, maka dengan serta merta aka ada penolakan dari pihak-pihak yang tidak
mempunyai keterampilan dalam bidang itu.
Aplikasi dari pendekatan keperilakuan antara lain
seperti pada masalah-masalah manajemen yang paling
terkenal adalah yang disebut dengan “OD” (Organizational
Development/pengembangan organisasi). OD adalah suatu proses untuk menimbulkan
perubahan-perubahan yang diingikan dalam suatu organisasi melulai penerapan
ilmu-ilmu keperilakuan dan Management By Objectives (MBO) yang merupakan suatu
pendekatan yang menggabungkan
unsur-unsur yang terdapat dalam pendekatan procedural/manajerial dengan
unsure-unsur yang termuat dalam analisis keperilakuan.
3.2. SARAN
Dalam penyajian materi dalam makalah ini kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan baik dari struktur
penulisan maupun penyajian materinya. Karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Dan untuk
itu kami ucapkan terima kasih kiranya Tuhan memberkati kita.