MAKALAH PERANAN PERECANAAN PEMBANGUNAN BAGI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG DI ERA GLOBALISASI
PERANAN PERECANAAN PEMBANGUNAN
BAGI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG DI ERA GLOBALISASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan adalah
sebuah kegiatan yang kolosal, memakan waktu yang panjang, melibatkan seluruh
warganegara dan dunia intrernasional, dan menyerap hampir seluruh sumber daya
negara-bangsa. Karena itu, sudah seharusnya jika pembangunan dimenejemeni.
Kata manajemen
menyiratkan adanya proses yang berkesinambungan. Secara generik proses ini
dimulai dari perencanaan, disusul pelaksanaan, dan diakhiri dengan
pengendalian. Perencanaan adalah kegiatan dari pembangunan yang paling
prioritas, karena perencanaan menentukan arah, prioritas, dan strategi
pembangunan. Perencanaan yang baik dapat diidentikkan dengan sebuah perjalanan
yang sudah melewati separo jalan, karena sisanya tinggal melaksanakan dan
mengendalikan. Sepanjang pelaksanaan konsisten, pengendalian efektif, serta
faktor-faktor pengganggu tidak banyak muncul atau jika pun muncul tidak
memberikan pengaruh yang mampu membiaskan pelaksanaan pembangunan, maka
pembangunan dapat dikatakan tinggal menunggu waktu untuk sampai ke tujuan.
Perencanaan
pembangunan menjadi kunci karena sesungguhnya ini adalah pekerjaan yang maha
rumit. Seperti diketahui, istilah “pembangunan” adalah istilah khas dari proses
rekayasa sosial (dalam arti luas, termasuk ekonomi, politik, kebudayaan, dsb)
yang dilaksanakan oleh negara-negara berkembang.
Negara-negara
berkembang identik dengan negara miskin. Di negara seperti ini pekerjaan utama
pembangunan adalah menanggulangi kemiskinan. Namun, seperti dicatat oleh
Kunarjo (2000, 2-3), mengikuti Ragnar Nurske, kemiskinan di negara berkembang
ibarat lingkaran setan, karena berbagai penjelasan kemiskinan tidak banyak
menjelaskan “kenapa mereka menjadi miskin”. Dikatakan Kunarjo bahwa dalam
lingkaran setan kemiskinan, pokok pangkal kemiskinan adalah pendapatan yang
rendah.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang merupakan
kajian dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Defenisi, Ciri-ciri dan karakteristik negara
yang sedang berkembang
2) Indikator Penggolongan Negara Maju Dan negara yang sedang Berkembang
3) Konsep dasar pembangunan
4) Peranan perencanaan pembangunan bagi
negara-negara berkembang di era globalisasi
5) Kedala-kendala dalam pelaksanaan pembangunan di
negara-negara berkembang
6) Model-model perencanaan pembangunan yang
biasanya digunakan di negara-negara berkembang untuk meminimalisir kesenjangan
perencaan dengan pelaksanaan pembangunan
7) Pembangunan di Indonesia
BACA JUGA:
1.3. Tujuan Teoritis
Era globalisasi ekonomi yang disertai
dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan,
dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur
di dalam negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan
produk luar negeri, dan dunia usaha pun harus menerima kenyataan bahwa pesatnya
perkembangan teknologi telah mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi,
semakin singkatnya masa edar produk, serta emakin rendahnya margin keuntungan.
Dalam melaksanakan proses pembangunan industri, keadaan tersebut menipakan
kenyataan yang hams dihadapi serta haris menjadi pertimbangan yang menentukan
dalam setiap kebijakan yang akan dikeuarkan, dan sekaligus merupakan paradigma
baru yang harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses
industrialisasi negaranya yang kurang berkembang dianggap tidak tepat bila
kasus negara tersebut adalah sebuah negara miskin, yaitu negara yang tidak
mengalami pertumbuhan situasi ekonomi.
BAB IIPEMBAHASAN
PERANAN
PERECANAAN PEMBANGUNAN BAGI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG DI ERA GLOBALISASI
BACA JUGA:
- Analisis SWOT (Strengths,
Weakness, Opportunity, Threats)
- Barang Publik dan
Eksternalitas
- BERKELIT DARI “KUTUKAN SUMBER
DAYA ALAM” UNTUK MERAIH HARAPAN
- BURUKNYA MANAJEMEN PELABUHAN
PENYEBARANGAN DI NTT MENJADI SARANG PUNGLI
- Celaka Karena Jalan Rusak?
Pengendara Bisa Gugat Pemerintah, Ini Undang-undangya
PENGANTAR
Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya
perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya
terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur di dalam
negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk
luar negeri, dan dunia usaha pun harus menerima kenyataan bahwa pesatnya
perkembangan teknologi telah mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi,
semakin singkatnya masa edar produk, serta emakin rendahnya margin keuntungan.
Dalam melaksanakan proses pembangunan industri, keadaan tersebut menipakan
kenyataan yang hams dihadapi serta haris menjadi pertimbangan yang menentukan
dalam setiap kebijakan yang akan dikeuarkan, dan sekaligus merupakan paradigma
baru yang harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses
industrialisasi negaranya yang kurang berkembang dianggap tidak tepat bila
kasus negara tersebut adalah sebuah negara miskin, yaitu negara yang tidak
mengalami pertumbuhan situasi ekonomi.
Negara maju adalah sebutan untuk negara yang payah.
Kebanyakan negara dengan GDP per kapita tinggi dianggap negara payah. Namun
beberapa negara telah mencapai GDP tinggi melalui cksploitasi sumber daya alam
(seperti Nauru melalui pengambilan phosphorus) tanpa mengembangkan industri
yang beragani dan ekonomi berdasarkan-jasa tidak dianggap memiliki status
‘mundur.Pengamat dan teoritis mehhat alasan yang berbeda mengapa beberapa
negara (dan lainnya tidak) menikmati perkembangan ekonomi yang tinggi. Banyak
alasan menyatakan perkembangan ekonomi membutuhkan kombinasi perwakilan
pemerintah (atau demokrasi), sebuah model ekonomi pasar bebas, dan sedikitnya
atau ketiadaan korupsi.
2.1. DEFINISI NEGARA MAJU DAN NEGARA SEDANG BERKEMBANG
Suatu negara dikatakan berkembang
atau maju salah satunya adalah dengan melihat pada keberhasilan pembangunan
oleh negara yang bersangkutan. Apabila negara tersebut belum dapat mencapai
tujuan pembangunan yang telah ditetapkan atau belum dapat menyeimbangkan
pencapaian pembangunan yang telah dilakukan. Sedangkan negara yang mampu
menyeimbangkan pencapaian pembangunan yang telah ditetapkan, sehingga sebagian
besar tujuan pembangunan telah dapat terwujud baik yang bersifat fisik ataupun
nonfisik maka negara tersebut dapat disebut negara maju. Negara berkembang yang
memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih maju dibandingkan negara lain
yang setingkat, tetapi belum mencapai tingkat negara maju disebut negara
industri baru (newly industrialized country/NICs). Dengan kata lain, negara
industri baru sedang berkembang mencapai tingkat negara maju tetapi belum cukup
untuk dikatakan sebagai negara maju.
2.2. INDIKATOR PENGGOLONGAN NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG
Dasar yang dijadikan penggolongan suatu negara dalam kategori negara maju atau
berkembang dapat diketahui dari indikator-indikator dibawah ini :
a. Indikator kuantitatif (data yang dapat
dihitung), yaitu :
1)
Jumlah dan kepadan penduduk
2)
Tingkat pertumbuhan penduduk
3)
Angka beban tanggungan
4)
Usia harapan hidup.
b.
Indikator kualitatif (data yang hanya dapat dibandingkan)
1)
Etos kerja dan pola pikir
2)
Tingkat pendidikan
3)
Mata pencaharian
4)
Tingkat kesehatan
5)
Pendapatan
6)
Tingkat kesadaran hukum
2.3. CIRI-CIRI DAN KARAKTERISTIK NEGARA BERKEMBANG
1. Memiliki berbagai masalah kependudukan :
a) Laju pertumbuhan dan jumlah penduduk
relatif tinggi
b)
Persebaran penduduk tidak merata
c) Tingginya angka beban tanggungand) Kualitas penduduk relatif rendah sehingga mengakibatkan tingkat
produktivitas penduduk juga rendah.
e) Angka kemiskinan dan pengangguran relatif tinggi
f) Rendahnya pendapatan perkapita
2. Tingkat pendidikan masih rendah
3. Tingkat pendapatan masih rendah
4. Tingkat kesehatan rendah
5. Produktivitas masyarakat didominasi barang-barang primer
6. Pemanfaatan sumber daya alam belum optimal
7. Ketergantungan yang tinggi terhadap negara maju
8. Kesadaran hukum, kesetaraan gender, dan penghormatan terhadap HAM relatif rendah
e) Angka kemiskinan dan pengangguran relatif tinggi
f) Rendahnya pendapatan perkapita
2. Tingkat pendidikan masih rendah
3. Tingkat pendapatan masih rendah
4. Tingkat kesehatan rendah
5. Produktivitas masyarakat didominasi barang-barang primer
6. Pemanfaatan sumber daya alam belum optimal
7. Ketergantungan yang tinggi terhadap negara maju
8. Kesadaran hukum, kesetaraan gender, dan penghormatan terhadap HAM relatif rendah
Oleh sebab itu, maka pemerintah negara yang sedang
berekmbang harus memiliki langkah yang strategis dalam perencanaan pembangunan
untuk meningkatkan potensi sumber daya yang terbatas dalma menunjang
pembangunan bagi negara yang sedang berkembang di era globalisasi ini.
BACA JUGA:
2.4. KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI NEGARA BERKEMBANG DALAM PEMBANGUNAN
Negara yang sedang berkembang sangat bermasalah dalam
memperolah sumber-sumber pembangunan. Oleh Karena Itu, pemerintah harus mampu
mengambil kebijakan yang efektif dan efisien, seperti:
1)
sumber-sumber pembiayaan
2)
sumber-sumber keterampilan
3)
SDM-SDA
4)
Menarik sumber-sumber pembanguna
yang berasal dari luar negeri
5)
Meningkatkan kemampaun untuk
menguasai IPTEK sebagai dasar utama.
2.5. PERENCANAAN STRATEGIS DI NEGARA-NEGARA YANG SEDANG BERKEMBANG
Menurut Olsen dan Edie (1982, hal 4).
Perencanaan strategis dapat didefinisikan sebagai upaya yang didisplinkan untuk
membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana
menjadi organisasi (atau entitas lainnya), apa yang dikerjakan organisasi (atau
entitas lainnya), dan mengapa melakukan apa yang dikerjakannya itu. Yang terbaik,
perencanaan strategis mensyaratkan pengumpulan informasi secara luas,
eksplorasi alternative, dan menekankan implikasi masa depan keputusan sekarang.
Perencanaan strategis dapat menfasilitasi komunikasi dan partisipasi,
mengakomodais kepentingan dan nilai yang berbeda, dan membantu pembuatan
keputusan secara tertib maupun keberhasilan implementasi keputusan. Arti
penting penting perencanaan strategis berasal dari kemampuannya membantu
organisasi maupun komunitas public dan nirlaba secara efektif merespon
lingkungan yang telah berubah secara dramatis dan kini didepanya.
Delapan langkah dalam proses
perencanaan strategis
1)
Memperkarsai dan menyempakati
proses perencanan strategis
Salah satu tugas pemerkasa adalah menetapkan secara
tepat siapa saja yang tergolong
orang-orang penting pembuat keputusan. Tugas berikutnya adalah penetapan
orang ,kelompok, unit atau organisasi manakah yang harus di libatkan dalam
upaya perencanaan .
2)
Mengindetifikasi mandate
organisasi
Mandat formal dan informal yang di tepatkan pada
organisasi adalah “keharusan”yang dihadapi organisasi .
3)
Memperjelas misi dan
nilai-nilai organisasi
Misi organisasi
yang berkaitan erat dangan mandatnya,menyediakan raison de’etre-nya,
pembenaran social bagikeberadaannya. Bagi
perusahaan atau lemabaga pemerintahan, atau bagi organisasi nirbala, hal
ini berarti organisasi harus beruisaha memenuhi kubutuhan sosial dan politik
yang dapat identifikasi.
4)
Menilai lingkungan eksternal:
peluang dan ancaman
Tim perencanaan harus mengeksplorasi longkungan diluar
oraganisasi untuk mengidenktifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi
organisasi, peluang dan ancaman dapat diketahui dengan memantau berbagai
kekuatan politik, ekonomi, sosial dn teknologi.
5)
Menilai lingkungan internal:
kekuatan dan kelemahan
Untuk menegenali kekuatan dan kelemahan internal
organisasi dapat memantau sumberdaya (input), strategis sekarang (procces) dan
kinerja (output).
6)
Mengkidentifikasi isu strategis
yang dihadapi organisasi
Persoalan kebijakan sangatlah penting karena dapat
mempengaruhi mandat, msis dan nilai-nilai, tingkat dan campuaran produk atau
pelayanan, klien, pengguna atau pembayar biaya keuangan, atau manajemen
organisasi.
7)
Merumuskan strategi untuk
mengelola isu-isu
Strategi didefenisikan sebagai pola tujuan, kebijakan,
progara, tindakan, keputusan, atau alokasi sumber daya yang menegaskan
bagaimana organisasi, apa yang dikerjakan organisasi, mengapa organisasi harus
mengerjakan hal itu. strategi dapat berbada karena tingkat, fungsi, dan
kerangka waktu.
8)
Menciptakan visi organisasi
yang efektif bagi masa depan
Langkah terakhir dalam proses perencanaan, organisasi
mengembangkan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu berhasil
mengimplementasikan strateginay dan mencapai seluruh potensinya.
Kedelapan langkah ini harus mengarah pada tindakan,
hasil, dan evaluasi serta perlu ditekankan juga tindakan hasil, dan penilaian
evaluatif harus muncul di tiap-tiap langkah dalam proses. Dengan kata lain
imlepmentasi dan evaluasi tidak harus menunggu hingga akhir, tetapi harus menjadi
bagain yang menyatu dari proses dan sifat-sifatnya terus-menerus.
2.6.
CIRI- CIRI NEGARA MAJU
1. Sumber daya alam dimanfaatkan secara optimal
2. Dapat mengatasi masalah kependudukan
3. Tingkat kualitas hidup masyarakat tinggi
4. Ekspor yang dilakukan adalah ekspor hasil industri dan jasa
5. Tercukupinya penyediaan fasilitas umum
6. Kesadaran hukum, kesetaraan gender, dan penghormatan terhadap HAM dijunjung tinggi
7. Tingkat pendidikan relatif tinggi
8. Tingkat pendapatan penduduk relatif tinggi
9. Tingkat kesehatan sudah baik
2. Dapat mengatasi masalah kependudukan
3. Tingkat kualitas hidup masyarakat tinggi
4. Ekspor yang dilakukan adalah ekspor hasil industri dan jasa
5. Tercukupinya penyediaan fasilitas umum
6. Kesadaran hukum, kesetaraan gender, dan penghormatan terhadap HAM dijunjung tinggi
7. Tingkat pendidikan relatif tinggi
8. Tingkat pendapatan penduduk relatif tinggi
9. Tingkat kesehatan sudah baik
10. Pasar & Informasi Tidak Sempurna
11. Ketergantungan Pada Sektor Pertanian / Primer
12. Tingkat Ketergantungan Pada Angkatan Kerja Tinggi
13. Ketergantungan Tinggi Pada Perekonomian Eksternal Yang Rentan
2.7. HAKEKAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN
a.
Konsep-konsep Dasar
Perencanaan adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan tepat yang
diperlukan-setelah melihat pelbagai opsi yang ada berdasarkan sumber daya
yang tersedia-untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang ingin dicapai bisa
segera atau bisa di kemudian hari, yang secara umum dapat dikategorikan ke
dalam tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Sedangkan pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
diperlukan-setelah melihat pelbagai opsi yang ada berdasarkan sumber daya
yang tersedia-untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang ingin dicapai bisa
segera atau bisa di kemudian hari, yang secara umum dapat dikategorikan ke
dalam tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Sedangkan pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Perencanaan ekonomi (economic
planning) secara umum dapat dikatakan sebagai upaya yang dilakukan secara
sengaja oleh pemerintah untuk mengkoordinasi pembuatan keputusan ekonomi dalam
jangka panjang, serta untuk mempengaruhi, mengarahkan dan dalam beberapa kasus
tertentu, juga untuk mengendalikan tingkatan dan laju pertumbuhan
variabel-variabel ekonomi pokok (pendapatan, konsumsi, penyerapan tenaga kerja,
investasi, tabungan, nilai ekspor impor, dan lain sebagainya) demi tercapainya
tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun yang disebut
sebagai rencana ekonomi (economic plan) pada dasarnya adalah serangkaian target
ekonomi kuantitatif yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.
United Nation
Departmen of Economic Affairs membedakan 4 tipe
perencanaan yang masing-masing telah digunakan oleh sebagian besar negara
berkembang. Empat tipe yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1)
perencanaan yang hanya merujuk
pada pembuatan program pengeluaran pemerintah yang berlaku selama satu hingga
sepuluh tahun.
2)
Perencanaan yang juga mengacu
pada serangkaian target produksi, biak untuk perusahaan swasta maupun
perusahaan negara yang disusun atas dasar satuan input tenaga kerja modal dan
sumber-sumber daya langka lainnya. Atau atas dasar satuan input lainnya.
3)
Perencanaan yang apat
mencerminkan target-target perekonomian secara keseluruhan serta pola alokasi
atas seluruh sumber-sumber daya yang langka yang ada di antara sektor ekonomi.
4)
Perencanaan yang fungsinya
tidak lebih dari sebuah instrumen politik pemerintah untuk mendorong
perusahaan-perusahaan swasta agar berusaha untuk mencapai target-target
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah sendiri.
b.
Perencanaan di
Negara-negara Berkembang yang Menganut Sistem Perekonomian Campuran
Sebagai besar rencana pembangunan di
negara-negara berkembang ternyata dirumuskan dan dilaksanakan dalam kerangka
kerja atau sistem perekonomian campuran. Sistem perekonomian campuran ini
adalah sistem yang mengkui dan menerpakan fungsi pasar serta negara secara
sekaligus. Sistem ini dicirikan oleh eksistensi struktur ekonomi institusonal
lembaga-lembaga non pasar yang bertugas mengelola perekonomian); sebagai
sumber-sumber daya produktif dimiliki dan dikelola oleh sektor swasta,
sedangkan sebagai lagi oleh sektor publik atau pemerintah. Proporsi kepemilikan
sumber daya oleh kedua sektor tersebut berbeda fari satu negara ke negara
lainnya. Namun yang jelas keduanya selalu hadir secara bersamaan.
Sektor swasta biasanya meliputi empat
jenis atau empat bentuk kepemilikan pribadi yang berbeda, yaitu:
1)
Sektor subsisten tradisional, yakni yang dari kepemilikan
usaha tani berskala kecil dan toko-toko kerajinan tangan yamg menjual sebagian
produknya ke pasar-pasar lokal.
2)
Unit-unit usaha kecil milik
keluarga yang bergerak dalam penyediaan barang dan jasa secara kecil-kcilan
yang mengisis sektor-sektor formal dan informal di daerah-daerah perkotaan.
3)
Perusahaan komersial berukuran
menengah dalam bidang pertanian, industri, perdagangan dan pengangkutan yang dimiliki
dan dioperasikan oleh kalangan wiraswastawan setempat.
4)
Perusahaan industri besar
dengan modal patungan atau yang seluruh modalnya bebrsumber dari luar negeri seperti
perusahaan pertambangan dan perkebunan yang sebagian besar atau yang seluruh
outputnya dilemparkan ke pasar-pasar luar negeri (sisanya dijual ke pasar-pasar
domestik). Karena modal-modal perusahaan-perusahaan ini biasanya bersumber dari
luar negeri, maka sebagian keuntungannya dikirim ke luar negeri.
BACA JUGA:
2.8. LOGIKA PERENCANAAN DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG
a.
Kegagalan Pasar
Pasar di berbagai nengara berkembang
masih banyak kelemahan dan kekurangan, baik aspek struktural mamupun
fungsionalnya. Pasar komoditi seringkali tidak di organisasikan secara memadai
dan distorsi harga seringkali terjadi sehingga para produsen dan konsumen
terpaksa menanggapi isyarat dan insentif
ekonomi yang sesungguhnya kurang menggambarkan nilai yang sesungguhnya atas
sege nap barang, jasa dan faktor produksi yang ada di masyarakat tersebut. Inilah
alasan yang menjadi landasan pembenaran pemerintah memegang peranan sentral dalam mengitegrasikan pasar dan memodifikasi harga.
Lebih dari itu, kegagalna pasar dalam
menetapkan faktor produksi juga dianggap sebagai peneyebab terjadinya
ketimpangan atau diparatis yang besar antara nilai sosial dan pribadi atas
setiap alternatif proyek investasi. Jadi menurut logika ini, tanpa adanya
campur tangan pemeirntah, maka pasar akan terus mengakibatkan misalokasi
penggunaan alat-alat sumber daya sekarang dan masa-masa yang akan datang, atau
paling tidak akan menyuburkan pola alokasi sumber daya yang tidak memperhatikan
kepentingan sosial (bila ditinjau dari perspektif jangka panjang).
b.
Mobilisasi dan Alokasi
Sumber Daya
Perekonomian di negara-negara dunia
ketiga pada umunya tidak banyak memilki sumber daya berharga, sehingga mereka
jelas tidak bisa menghambur-hamburkan sumber-sumber daya keiangan dan tenaga
kerja terampil yang sangat langka itu guna melakukan berbagai macam usaha yang
tidak produktif. Investasi proyek harus dipilih secara cermat, bukan
semata-mata berdasarkan analisis produktivitas industri parsial seperti yang
biasa dilakukan oleh rasio modal output, akan tetapi juga harus dikaitkan
dengan program dan tujuan inti pembangunan secara keseluruhan. Itu berarti pemilihan proyek investasi di negara-negara berkembang juga
harus senantiasa memperhatikan pengaruh ekonomi eksternal, reperkusi yang tidak
langsung dan tujuan-tujuan pemmbangunan jangka panjang. Tenaga kerja terampil
harus digunakan pada tempat yang sumbangannya akan maksimal. Dalam konterks
inilah maka pranata perencanaan emkonomi dinggap dapat membantu memodifikasi
pengruh negatif dari terbatasnya sumber-sumber daya yang ada, karena melalui
perencanaan akan lebih nampak segala macam kendala khusus dalam proses pemilihan
dan koordinasi investasi pada proyek-proyek investasi yang ada. Dengan
demikian, melalui perencanaan amat diharapkan akan berlangsung penyaluran
faktor-faktor produksi langka ke tempat-tempat yang paling produktif.
c.
Dampak Perilaku atau
Psikologis
Seringkali dikemukakan bahwa suatu
pernyataan formal secara terinci mengenai tujuan ekonomi dan sosial nasional
dalam dokumen perencanaan pembangunan dapat menimbulkan dampak perilaku atau
psikologis terhadap penduduk dari negara yang bersangkutan, meskipun penduduk
tersebut jauh dari homogen. Pernyataan formal itu bisa diletakkan dalam
kerangka kampanye nasional untuk dukungan rakyat bagi pemerintah dalam upayanya
mengentaskan kemiskinan, kebodohan dan wabah penyakit. Dengan dampak yang dapat
memobilisasi dukungan masyarkat luas dan menghilangkan kelas-kelas, kasta,
rasial, agama dan golongan kesukuan serta mendorong seluruh warga negara untuk
bekerja sama dalam membangun negara, maka bertambah lagi .alsan pemerintah pusat
pada setiap negara untuk menggunakan pranata perencanaan ekonomi. Melalui
rencan ekonomi pemerintah juga dapat menciptakan insentif-insentif yang
terbukti memecah belah kekuatan dan potensi bangsa dalam rangaka mengejar kemajuan-kemajuan sosial baik
secara materiil dan sosial yang lebih besar lagi.
d.
Bantuan Luar Negeri
Adanya perumusan rencana pembangunan
secara terinci yang disertai dengan target output sektoral dan investasi proyek
yang dirancang secara hati-hati, acapkali merupakan syarat yang harus dipenuhi
pemerintah dari suatu negara dunia ketiga untuk memperoleh bantuan bilateral
dan multilateral. Dalam kenyataannya, bawhwa ada sementara pengamat yang
memberi pendapat, bahwa alasan yang sesungguhnya mengapa negara-negara yang
sedang berkembang bertumpu pada serangkaian rencana pembangunan adalah untuk mendapatkan
bantuan luar negeri yang lebih banyak lagi. Dengan mengjukan daftar belanja
proyek yang tersusun rapi, pemerintah negara-negara dunia ketiga lebih
berpeluang untuk mengumpulkan bantuan luar negeri dan meyakinkan para donor
bahwa uang mereka akan digunakan untuk hal-hal yang benar, penting dengan
rencana pelaksanaan pekerjaan yang cermat dan konsisten.
BACA JUGA:
2.9. PROSES PERENCANAAN: BEBERAPA MODEL DASAR
a.
Karakteristik Proses
Perencanaan
Terlepas dari sangat beragmanya
teknik-teknik perencanaan dan penyusunan rencana pembangunan, ada sejumlah ciri
dasar tertentu atas perencanaan komprehensif dari kebanyakan negara berkembang.
Tony Killick telah merinci enam karakteristik di bawah ini ayng merupakan ciri
umum tersebut:
1)
dimulai dari kesamaan pandangan
politik dan tujuan pemerintah. Pemerintah di negara-negara berkembang selalu
berupaya menetapkan tujuan kebijakan terutama yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi di masa-masa mendatang.
2)
Suatu rencana pembangunan
biasanya mengandung suatu strategi untuk mencapai tujuan tersebut yang lazimnya
dijabarkan menjadi target-target yang bercakupan spesifik.
3)
Rencana pembangunan tersebut
berupaya menyajikan suatu koordinasi terpusat dan konsisten terhadap prinsip
dan kebijakan dasar, pilihan tindakan optimal dalam melaksanakan strategi tiu
guna mencapai target-targetnya, hingga secara keseluruhan rencana pembangunan
tersebut akan dapat digunakan sebagai kerangka kerja atau pedoman untuk mengarahkan
keputusan sehari-hari selanjutnya.
4)
Perncanaan tersebut mencakup
seluruh aspek atau faktor perekonomian (karena itulah disebut “komprehensif”
untuk menggantikan istilah perencanaan “kolonial” atau “sektor publik” yang
tidak populer itu).
5)
Untuk menmjamin optimalitas dan
konsistensinya, rencana pembangunan yang komprehensif lebih banyak menggunakan
model-model makroekonomi yang sedikit banyak bersifat formal (biasanya tidak
dipublikasikan secara massal) untuk memproyeksikan kinerja ekonomi di masa-masa
yang akan datang.
6)
Suatu rencana ekonomi biasanya
mencakup periode tertentu, katakanlah 5 tahun dan dikaitkan dengan dokumen rencana
jangka panjang, serta disemrtai dengan rencan-rencana tahunan.
b.
Tahapan Perencanaan: Tiga
Model Dasar
1)
Model Pertumbuhan Agregat:
Memproyeksikan Variabel-variabel Makro
Model perencanaan pertama dan pemula yang digunakan
hampir semua oleh negara berkembang adalah model pertumbuhan agregat.
(aggregate growth model). Model ini mengulas perekonomian secara keseluruhan
dengan menggunakan variabel-veriabel makroekonomi yang dinilai paling
mempengaruh tingkatan dan laju pertumbuhan output nasional, yaitu tabungan,
investasi, cadangan modal, nilai ekspor, impor, bantuan luar negeri, dan
sebagainya. Model pertumbuhan egregat ini merupakan model yang cocok untuk
meramalkan pertumbuhan output (dan mungkin juga ketenagakerjaan) dalam kurun
waktu antara tiga sampai dengan lima
tahun. Hampir semua model yang tergolong model pertumbuhan agregat ini memiliki
kemiripan gagasan dengan model dasar Harrod-Domar.
2)
Model Input-Output dan Proyeksi
Sektoral: Gagasan Dasar
Pendekatan lain yang jauh lebih canggih terhadap
perencanaan pembangunan menggunaka beberapa varian model-antar industri (inter-industry
model) atau model input-output (input-output model). Pendekatan ini
memperhitungkan kenyataan bahwa kegiatan ekonomi dalam sektor-sektor industri
yang utama senantiasa saling berhubungan satu sama lain dalam suatu bentuk
himpunan persamaan aljabar yang simultan yang pada akhirnya akan menunjukan
proses produksi atau teknologi yang digunakan dalam masing-masing sektor
industri. Semua industri selain dianggap selain sebagai produsen output
tertentu juga sebagai konsumen atau
pihak yang menggunakan output dari industri yang lain sebagai input-inputnya. Sebagai
contoh adalah sektor pertanian. Selain sebagai produsen output tertentu (misalnya
gandum) sektor ini juga menggunakan input-input yang merupakan output-output ,
katakalah sektor industri mesin dan sektor industri pupuk.
3)
Penilaian Proyek dan Analisis
Manfaat Biaya Sosial
Meskipun lembaga perencanaan di
negara-negara berkembang pada umunya menggunakan model perencanaan Harrod-Domar
dengan aneka variasinya, serta model output-input sektoral yang telah
disederhanakan, namun dalam kegiatan operasional sehari-harinya mereka lebih
memperhatikan alokasi dana investasi pemerintah yang selalu terbatas
berdasarkan teknik analisis makroekonomi yang dikenal dengan nama penilaian
proyek (project appraisal). Namun hendaknya hubungan intelektual dan
operasional antara tiga teknik perencanaa yang penting tersebut tidak
diabaikan. Model pertumbuhan makro
menyusun strategi yang luas, yang bila disertai dengan analisis output-input,
akan pelaksanaan upaya pemenuhan target sektoral domestik secara konsisten, sedangkan
penilaian proyek khusus dirancang untuk mennjamin terciptanya perencanaan
proyek yang efisien unutk masing-masing sektor. Hubungan timbal balik antara
ketiga tahap perencanaan tersebut akan sangat banyak menentukan keberhasilan
pelaksanaan perencanaan pembangunan tersebut.
BACA JUGA:
- Analisis SWOT (Strengths,
Weakness, Opportunity, Threats)
- Barang Publik dan
Eksternalitas
- BERKELIT DARI “KUTUKAN SUMBER
DAYA ALAM” UNTUK MERAIH HARAPAN
- BURUKNYA MANAJEMEN PELABUHAN
PENYEBARANGAN DI NTT MENJADI SARANG PUNGLI
- Celaka Karena Jalan Rusak?
Pengendara Bisa Gugat Pemerintah, Ini Undang-undangya
2.10. KRISIS PERENCANAAN: MASALAH PELAKSANAAN DAN KEGAGALAN PERENCANAAN
Suatu penelitian
dari Albert Waterston di 55 negara mengenai pengalaman perencanaan pasca perang
menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya, rencana-rencana tersebut lebih banyak
yang gagal daripada yang berhasil. Sedemikian jauh, kebanyakan negara telah
gagal dalam merealisasika target-target pendapatan d an output yang sederhana sekalipun,
kecuali dalam beberapa periode yang relatif singkat. Hal ini yang lebih
mengganggu adala bahwa sementara situasi riilnay semakin buruk justru
negara-negara tersebut terus saja membuat rencana-rencana.
1)
Teori Vs Praktek
Perencanaan
Patut diragukan, apakah
rencana-rencana tersebut patut memberikan isyarat-isyarat yang berguna pada masa
yang akan datang, ataukah sebaliknya; dalam prakteknya, pemerintah jarang sekali
berhasil mengkompromikan penilaian-penilaian pribadi dan sosial; karena
perencanaan itu sendiri jarang dilengkapi dengan pedoman operasional, maka
segala dampak yang akan ditimbulkan terhadap mobilisasi sumber daya dan
koordinasi kebijakan-kebijakan ekonomi sangat terbatas.
2)
Harga-harga Faktor
Produksi, Pemilihan Teknik dan
Penciptaan Tenaga Kerja
Pertentangan antara dua tujuan
perencanaan yang paling penting (yaitu
pertumbuhan industri dan perluasan kesempatan
kerja secara cepat) cenderung bersifat
dilematis. Pengutamaan upaya untuk membantu pertumbuhan industri biasanya
meningkatkan kadar kesulitan penciptaan lapangan kerja, dan demikian
sebaliknya. Pertentangan atau situasi
dilematis(trade-off) semacam itu tidak akan timbul apabila kebijakan pemerintah
lebih di arahkan pada upaya penyesuaian isyarat harga ini justru semakin jauh
dari penilaian sosialnya secara implisit. Salah satu penyebabnya ternyata
adalah kebijakan-kebijakan pemerintah yang menaikkan tingkat upah sehingga jauh
melebihi upah bayangan atau nilai kelangkaannya. Kebijakan itu sendiri
bermacam-macam bentuknya; misalnya melakukan aturan upah minimum, penetapan
gaji seseorang atas dasar jenjang pendidikan yang di peroleh, dan pemberian tingkat
upah atau gaji yang lebih tinggi karena di dasarkan pada suatu skala atau
standar gaji ”internasional” yang (dikebanyakan negara dunia ketiga)jauh lebih
tinggi dari pada tingkat gaji rata-rata domestik. Kebijakan pemerintah lainnya
yang juga lebih banyak menimbulkan dampak negatif dari pada dampak positif
adalah aturan dipresiasi investasi dan pemberian keringanan-keringanan pajak, penetapan
nilai tukar resmi yang melebihi nilai tukar yang sesungguhnya, pengenan tingkat
proteksi efektif yang rendah, kuota dan pemberian kredit dengan suku bunga
terlelu rendah, yang semua menunjukkan atau biaya sosial yang sesungguhnya .
3)
Ketimpangan dan Migrasi
Desa-Kota
Bidang perbedaan pokok yang kedua
antara penilaian pribadi dan sosial yang sampai sekarang ini ternyata dipeparah
oleh kebijakan-kebijakan pemerintah negara-negara berkembang dan justru sering
bertentangan dengan kepentingan sosial. Fenomena migrasi desa-kota dari waktu
ke waktu semakin nampak dan memprihatinkan. Diberlakukannya kebijakan-kebijakan
pemerintah yang jauh lebih menguntungkan pembangunan perkotaan, seperti semakin
mencoloknya perbedaan tingkat pendapatan dan kesempatan ekonomi antara desa dan
kota, turut
mendorong migrasi penduduk secara besar-besaran.
4)
Masalah Kebutuhan
Pendidikan dan Lapangan Kerja
Sebagaimana kita ketahui bahwa
bagaimana sinya dan insentif ekonomi di beberapa negara berkembang justru telah
memperbesar pilihan pribadi terhadap pendidikan yang sebenarnya sudah
berlebihan, sehingga permintaan perorangan untuk memasuki sekolah dalam jenjang
yang lebih tinggi semakin jauh melampaui manfaat potensial yang bisa
diberikannya secara sosial. Kecenderungan untuk mendapat pekerjaan dengan upah
tinggi yang masyarkat sekolah tertentu dan adanya kebijakan pemerintah di beberapa
negara berkembang untuk mensubsidi biaya pemerintah perorangan, terutama untuk
jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti universitaa, membawa situasi
dimana investasi sosial dalam pendidikan secara kuantitatif hampir tidak
memberikan hasil yang setimpal apalagi jika hal itu dibandingkan dengan
alternatif kesempatan investasi lainnya (misalnya dana yang digunakan unutk
pendidikan dapat digunakan untuk mencipjtakan proyek-proyek produktif yang akan
membuka lebih banyak lapangan kerja.
5)
Kesempatan Penyusunan
Rencana dan Pelaksanaannya
Rencana-rencana yang ditetapkan
pemerintah negara berkembang seringkali terlalu ambisius. Mereka mencoba untuk
melaksanakan sekian banyak tujuan sekaligus, tanpa mempertimbangkan bahwa
beberapa tujuan tersebut bersaing atau bahkan saling bertentangan. Banyak
pemerintah yang hebat dalam membuat rancangan, akan tetapi rincian kegiatan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan tidak jelas.
BACA JUGA:
2.11. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Perencanaan
pembangunan di Indonesia
secara sungguh-sungguh dimulai sejak era Orde Baru, karena pada masa sebelumnya
teknik perencanaan belum berkembang dengan baik. Perencanaan pembangunan yang
ada dipimpin oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang
menjadi think tank dari konsep perencanaan pembangunan nasional Indonesia.
Bappenas di dalam prakteknya mempergunakan berbagai model untuk membuat
rancangannya menjadi lebih sempurna daripada hanya menggunakan satu model
tunggal.
Dalam perkembangannya,
untuk memahami perencanaan pembangunan di Indonesia lebih fokus dapat
dilakukan pada perencanaan jangka pendek, atau secara spesifik pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
APBN mempunyai tiga
fungsi pokok, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi
(Kunarjo, 2000, 138). Fungsi alokasi dimaksudkan untuk penyediaan dana yang
dibutuhkan oleh masyarakat akan sarana dan prasarana yang tidak mungkin
disediakan oleh swasta atau saling melengkapi antara Pemerintah dan swasta.
Fungsi distribusi adalah anggaran yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah
dalam masalah pemerataan pendapatan antar warga negara agar kesenjangan dalam
penerimaan pendapatan dapat dikurangi. Fungsi stavilisasi adalah anggaran yang
menyangkut masalah terpeliharanya tingkat kesempatan kerja yang tinggi, kestabilan
harga dan pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai (Musgrave & Musgrave,
1989, 5-18).
Di Indonesia era Orde
Baru sistem anggaran yang dipakai adalah sistem anggaran berimbang di mana
diusahakan agar penerimaan dan pengeluaran seimbang. Pada prakteknya keseimbangan
tersebut sebenarnya bersifat “simbolik”, karena pada dasarnya yang terjadi
adalah anggaran defisit di mana defisit ini ditutup melalui pinjaman luar
negeri. Kebijakan ini tidak dirubah dalam pemerintahan reformasi Presiden
Wahid. Sementara itu, pola penyajian di masa sebelum ini adalah pola “T”, atau
yang identik dengan neraca, sementara pola terbaru mempergunakan pola “I” atau
menjadikan sisi penerimaan (yang sebelumnya ada di sisi kiri) dan sisi
pengeluaran (yang biasanya di sisi
kanan) berada dalam satu lajur yang sama.
Pada dasarnya prinsip
penyusunan anggaran ini sudah baik dan memiliki pola baku yang standar. Namun, bukan berarti pola
ini tertutup untuk penyempurnaan, karena di dalamnya terdapat satu bias dalam
pemahaman pembangunan. Bahwa ada perbedaan antara “rutin” dan “pembangunan”,
padahal keduanya dapat disamakan, bahkan dapat dikatakan berhimpitan. Misalnya
“belanja barang” akan mendorong investasi di industri yang menyuplai kebutuhan
belanja barang tersebut. Kedua, anggaran tersebut memadai untuk kondisi
keuangan pemerintahan yang kuat, dukungan pemberi pinjaman luar negeri yang
baik, dan pemerintahan yang terpusat.
Saat ini Indonesia
berada dalam kondisi yang mempertanyakan seluruh asumsi dasar yang menjadi
pondasi dari penyusunan anggaran tersebut. Kondisi obyektif ini mendorong kita
untuk mencoba merumuskan kembali model perencanaan pembangunan dalam bentuk
anggaran yang lebih memadai.
2.12. Alternatif
Indonesia dewasa ini memiliki
empat kondisi obyektif. Pertama, pemerintah tidak punya uang. Kedua, pendapatan
dalam negeri, khususnya melalui pajak, sulit untuk ditingkatkan karena
masyarakat dan dunia usaha masih dililit kondisi krisis yang tidak kunjung
selesai. Ketiga, para pemberi pinjaman dari luar negeri, khususnya IMF, mulai
khawatir dengan kredibilitas Indonesia, khususnya dikaitkan dengan kemampuan
membayar kembali pinjaman pemerintah yang mencapai USD 80 miliar (atau plus
utang swasta yang sebagian besar ditalangi pemerintah melalui BPPN sekitar USD
70 miliar), sementara itu dikabarkan sejumlah negara masuk menjadi nominasi
utama untuk memperoleh bantuan, mengalahkan Indonesia. Keempat, penyelenggaraan
pemerintahan sudah didesentralisasikan, sehingga baik pendapatan pemerintah
dari daerah yang sebelumnya besar dan kini beralih ke daerah, juga karena tugas
mengatasi masalah pembangunan, khususnya kemiskinan, diserahkan kepada daerah
dengan kebijakan otonomi daerah yang diberlakukan secara efektif per Januari
2001. Kondisi ini memungkinkan bagi pemerintah untuk merekonsepsualisasikan
model perencanaan pembangunan dan model anggaran yang lebih tepat dan sesuai
dengan kondisi yang ada.
Model perencanaan
pembangunan yang lebih baik sebenarnya sudah banyak dikemukakan dalam berbagai
wacana, namun belum mengkristal, yakni model pembangunan pemberdayaan,
di mana dengan demikian tugas pemerintah tidak lagi “menggerakkan” namun
“menstimulasikan” pembangunan. Kondisi keterbatasan kemampuan pemerintah dan
kemajuan yang dialami oleh masyarakat umum lah yang mendorong dimajukannya
konsep pemberdayaan tersebut.
Dalam konteks ini,
maka anggaran pemerintah perlu mengalami penyesuaian dari sebuah anggaran yang
bersifat “public (sector) driven” menjadi “private (sector) driven”.
Karenanya susunan anggaran ditawakan sebagai berikut:
(1) Bahwa konsepnya bisa berbentuk “T” atau “I”
sepanjang terdapat dua hal pokok: pos penerimaan dan pos pengeluaran.
(2) Ia bisa berbentuk “anggaran berimbang” atau
“anggaran defisit’ sepanjang memiliki kelayakan secara anggaran dalam konteks
kesinambungan pengelolaan pembangunan jangka panjang.
(3) Pos penerimaan terdiri dari tiga hal pokok:
pendapatan dari pajak, pendapatan dari bukan pajak (yakni HANYA laba BUMN dan
hasil privatisasi BUMN yang menjadi hak pemerintah dan deviden BUMN yang
menjadi hak pemerintah, karena Pertamina harus dijadikan BUMN yang sebagaimana
BUMN lain dikelola oleh Undang-Undang No 1/1995 tentang perseroan), dan
pinjaman luar negeri (termasuk hibah).
(4) Pos pengeluaran terdiri dari empat item
pokok: pertama, pos pengeluaran sektoral yang dikeluarkan untuk kegiatan
sektor-sektor pembangunan. Pembagian sektor dapat diplih melalui: (a) Pemilahan
sektoral yang pernah dibuat pada era Orde Baru, yakni 20 sektor pembangunan,
yaitu Industri, Pertanian dan Kehutanan, Pengairan, Tenaga Kerja, Perdagangan, Pengembangan
Usaha Nasional, Keuangan dan Koperasi, Transportasi, Pertambangan & Energi,
Pariwisata dan Telekomunikasi, Pembangunan Nasional dan Transmigrasi,
Lingkungan Hidup dan Tata Ruang, Pendidikan, Kebudayaan Nasional, Kepercayaan
thd. Tuhan YME, Pemuda & Olah Raga, Kependudukan dan Keluarga
Sejahtera, Perumahan dan Permukiman,
Agama, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Hukum, Aparatur Negara, Politik,
Hubungan Luar Negeri, Penerangan, Komunikasi, dan Media Massa, Keamanan dan
Ketertiban, atau (b) Mengelompokkan lagi menjadi lima sektor strategis, yaitu
pengembangan Sumber Daya Manusia (Daya Saing), pengembangan Ekonomi (Daya
Hidup), pengembangan Kelembagaan (Daya Tahan), pengembangan Prasarana dan
Sarana Pendukung (Daya Dukung), dan sektor pengembangan Pengawasan dan Evaluasi
Pembangunan (Daya Kendali), atau bisa juga: (c) Dibagi secara sektoral yang
dikelola oleh lembaga pemerintah departemen, dan lembaga pemerintah non
departemen di tingkat nasional. Pos ini berisi anggaran kerja untuk lingkup
nasional, sehingga lebih kecil daripada sebelumnya, sebab anggaran untuk daerah
tidak lagi berada pada pos pusat, melainkan pos anggaran di daerah.
(5) Kedua, pos pengeluaran regional, yang
berisi pos pengeluaran untuk propinsi dan pos pengeluaran untuk kabupaten dan kota. Ketiga, pos
pengeluaran khusus yang berisi dua kegiatan, yaitu penanggulangan kemiskinan
(harus dikembalikan atau dianggap sebagai pinjaman yang harus dikembalikan) dan
bantuan khusus (yang dianggap sebagai karitas, misalnya berkenaan dengan masalah
sosial, bencana alam, para veteran, dsb). Keempat, pos pengeluaran pembayaran
pinjaman. Kelima, pos pengeluran belanja rutin.
BACA JUGA:
- Defenisi Implementasi Kebijakan Publik
- Defenisi, Pengertian dan Ciri-ciri Kemiskinan
- EFEKTIFITAS ORGANISASI DAN MANAJEMEN MENURUT PENDEKATAN PENCAPAIAN TUJUAN
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berangkat dari
pembahasan kita di atas, maka perencanaan pembanguan adalah merupakan prosedur
yang mutlak dilaksanakan dan saya dapat simpulkan bahwa secara umum perencanaan
itu meliputi seluruh kegiatan dan usaha untuk menentukan apa, bagaimana,
bilamana dan siapa yang melaksanakan kegiatan yang kita rencanakan itu. hal ini
dikarenakan masa depan yang sangat sulit diramalkan secara tepat karena
keterbatasan piranti analisis dan kemampuan manusia. Masa depan itu penuh
dengan ketidak pastian dan selalu bersifat dinamis. Dengan demikian perlu
adanya rencana yang responsif dan fleksibel di samping itu, juga di era global
dewasa ini yang penuh dengan persaingan yang ketat maka tidak dapat bekerja
jika tidak ada perencanaan yang baik untuk mencapai hasil yang optimal.
Keterbatasan
sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam di negara-negara
yang sedang berkembang mengharuskan perencanaan yang baik dan fleksibel terutama
dalam menghadapi era global ini. Perencanaan dipercayakan dapat memberikan
nialai ekonomis dan sekurang-kurangnya meramalkan masa depan untuk memanfaatkan
sumber-sunber yang terbatas secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Itulah yang menyebabkan peranan perencanaan pembangunan
sangat penting bagi suatu negara terlebih negara-negara dunia ketiga atau
negara sedang berkembang di era globalisasi ini.
3.2.
Saran
Dalam penyajian
materi dalam makalah ini, saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kelemahan baik dari struktur penulisan maupun penyajian materinya. Karena itu,
dengan tangan terbuka saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak. Dan untuk itu saya ucapkan terima kasih kiranya Tuhan
memberkati kita.
________________________________________
KONTRIBUTOR/PENULIS: Sdr. Elkana Goro Leba, MPA. Artikel
ini disesuaikan dari berbagai sumber, Mohon maaf bila ada kesalahan
pengutipan atau informasi yang kurang tepat karena "TIADA GADING YANG
TIDAK RETAK". Terima kasih, karena sudah mampir. Salam!
JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR DI BAWAH.
________________________________________ JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR DI BAWAH.
DAFTAR PUSTAKA
P. Todaro, Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi(edisi ke-5, cetakan
1&2), Jakarta:
Bumi Aksara.
Kunarjo. 2000. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan,
Jakarta, UI
Press
Bryson, J. 1999. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial, Yogyakarta
Pustaka Pelajar.